SEMUANYA BERKAT MAMIE (IBU TIRIKU) PART 7

 


Aku terpana ketika wanita kebule - bulean itu berdiri di depanku, dalam gaun seksi berwarna kuning lemon.




“Ini Tante Rike Maria ?” tanyaku hampir tak percaya pada penglihatanku sendiri.




“Iya ... Sam udah lupa ya ? Dahulu waktu aku masih di kota ini, Sam baru dua - tiga tahunan. Gak taunya sekarang udah dewasa ... ganteng pula. “




“Kupikir Tante Maria itu sudah tua. Ternyata masih sangat muda ... cantik pula, “ sahutku disusul dengan mencium tangannya. Lalu kami cipika - cipiki. Tapi Tante Maria melanjutkannya lagi dengan ciuman hangat di bibirku ... !




Aku terperangah awalnya. Tapi kemudian membalasnya dengan rangkulan di lehernya, sekaligus melumat bibirnya yang berbentuk erotis itu ... !




Aku siap untuk dimarahi olehnya. Tapi ternyata tidak. Ketika kupersilakan duduk, Tante Rike Maria mengangguk dan berkata, “Papamu udah ngomong keperluanku datang ke sini kan ?”




“Iya, “ aku mengangguk, “Papa bilang Tante ingin sekali berjumpa denganku dan mau minta dibeliin tiket buat pulang ke Manado. Begitu kan ?”




Bibir sensual wanita kebule - bulean itu ternganga heran, “Masa papamu bilang gitu ?”




“Hehehehee ... iya ... iya ... mau minta job buat anak Tante kan ?”




“Iiiih ... kamu nyandain orang tua ... !” Tante Maria mengepit leherku seperti pegulat yang mau membanting lawannya. Mungkin kesal karena tadi aku tidak serius menjawab pertanyaannya.




Lalu ia menarikku ke atas sofa sambil melingkarkan lengannya di pinggangku. Mungkin ia terbiasa bersikap familiar begitu kepada siapa pun yang ada pertalian darah denganku. Atau mungkin dia sedang bersikap sedekat mungkin padaku, agar anaknya bisa bekerja di perusahaanku.




“Jadi bagaimana ? Sam bisa menempatkan Ine untuk bekerja di perusahaan Sam ?” tanyanya langsung to the point. “




“Nama anak Tante Ine ?”




“Iya. Nama lengkapnya sih Ine Caroline. “




“Iya Tante Maria. “




“Nama kecilku Rike ... “




“Iya. Tapi adik almarhumah Ibu ada yang bernama Reki. Jadi biar gak ketuker - tuker, aku mau manggil Tante Maria aja ya. “




“Iya deh. Gak apa - apa. Yang penting Ine diterima bekerja di perusahaanmu ya Sam Sayang. “




“Enak dipanggil sayang sama tanteku yang sangat cantik gini, “ sahutku sambil mengendus - endus leher Tante Maria. Lalu kusebutkan merk parfum yang dikenakannya.




“Betul. Penciumanmu tajam sekali ya, “ sahutnya, “kirain mau ngapain kok ngendus - ngendus leherku yang peka ini. “




“Leher tante peka ya ?”




“Iya, “ sahutnya sambil mendekatkan lehernya ke wajahku, “Coba sekarang endus -endus lagi seperti tadi. “




Kuikuti permintaannya. Kugores - goreskan hidungku ke leher Tante Maria. Tapi lalu lidahku pun ikut beraksi. Menjulur dan menjilati leher adik Papa yang kebule - bulean itu.




“Iiiih ... Saaam ... kamu udah trampil sekali ya. Bisa tau titik - titik peka seorang wanita ... terus jilatin Sam ... “




“Nanti deh, mau mandi kucing juga bisa, “ sahutku sambil menjauhkan wajahku dari leher Tante Maria.




“Mandi kucing ? Apa itu mandi kucing ?” tanyanya heran.




“Dijilatin dari ujung kaki sampai kepala, “ sahutku.




“Berarti semuanya dong dijilatin. “




“Iya. “




“Ininya juga ?” tanyanya sambil menunjuk ke bawah perutnya.




“Iya. “




“Iiiih ... aku merinding nih. Ayah Ine kan meninggal setahun yang lalu. Berarti aku sudah setahun jadi janda. “




“Gak renyem setahun gak digarukin ?”




“Hihihiii ... emangnya kamu mau garukin ?”




“Mauuuu ... tapi nanti ya. Ada yang ingin kutanyakan. Tante kok beda dengan Tante Rae, Tante Salma dan Papa juga. Tante kok seperti indo. “




“Papamu gak pernah cerita kalau kakekmu bercerai dengan nenekmu, kemudian pada kawin lagi ?”




“Setahuku sih Tante Rae memang adik Papa yang seayah tapi beda ibu. “




“Nah ... kalau aku ini adik papamu yang berlainan ayah. Jadi ibuku juga kawin lagi sama orang Belanda asli. Makanya aku ini memang Indo - Belanda. “




“Ooo ... begitu ya. Baru dengar sekarang. Papa cuma cerita soal Tante Rae yang berlainan ibu. Ternyata ada juga adik yang berlainan ayah ya. “




“Iya. Mungkin papamu lupa aja neranginnya kale. “




“Pantesan Tante mirip indo dan ternyata memang Indo Belanda ya ?”




“Iya. Kalau aku darah Indonesianya limapuluh persen, sedangkan Ine itu darah Indonesianya cuma duapuluhlima persen. “




“Maksudnya gimana nih ?”




“Kan almarhum suamiku orang Belanda. Jadi darah Belanda di tubuh Ine itu tujuhpuluhlima persen, sedangkan aku hanya limapuluh persen. Karena ibuku asli Indonesia. “




“Owh ... almarhum suami Tante orang Belanda asli ?”




“Iya. Tapi beda usianya sampai tigapuluh tahun. Waktu kawin sama dia, umurku baru enambelas tahun. Sedangkan dia sudah empatpuluhenam tahun. “




“Bisa begitu ya ?”




“Papaku sih yang jodoh - jodohin sama familinya yang saat itu duda ditinggal mati istrinya. Tapi gak apa - apa sih ... almarhum suamiku sangat menyayangi dan menghargaiku. “




“Orang bule sih sama istri yang jelek juga kelihatan sayang sekali. Apalagi punya istri secantik Tante. “




“Memangnya aku ini cantik Sam ?”.




“Bukan cuma cantik, tapi sangat cantik dan kelihatan masih muda sekali. “




“Muda sih nggak lah. Anakku aja sekarang sudah berumur duapuluhtiga tahun. “




“Berarti Tante baru empatpuluh tahun kan ?”




“Betul. Kok bisa tau ?”




“Kawin umur enambelas, lalu punya anak waktu Tante sudah tujuhbelas tahunan kan ?”




“Iya. Hihihiiii ... kamu memang cerdas Sam. Pantesan istrimu empat orang. Ada bulenya segala dua orang kan ?”




“Betul. Papa cerita soal itu ya ?”




“Iya. Eh Sam ... ajak aku main ke pemandian air panas mineral dong. Waktu masih kecil aku pernah diajak ke sana. Tapi cuma satu kali itu aja. Sampai sekarang belum pernah ke sana lagi. “




“Memangnya Tante gak capek sekarang ?”




“Nggak. Kan aku datang ke rumah papamu kemaren. Terus istirahat di rumah papamu. Jadi sekarang udah fits lagi badanku. Bisa sekarang kita ke sana ?”




“Boleh. Ini tasnya taruh di kamarku aja ya Tante. “




“Iya. Memangnya Sam punya kamar segala di sini ?”




“Ada. Ruang makan, ruang keluarga, dapur dan lain - lain juga ada, “ sahutku sambil menjinjing tas pakaian Tante Maria menuju kamar pribadiku.




Tante Maria pun mengikuti langkahku. Ikut masuk ke dalam kamarku dan memekik perlahan, “O my God ! Kamarmu ini malah lebih mewah daripada kamar hotel - hotel bintang lima Sam ... !”




“Kan biar nyaman dijadikan tempat istrirahatku Tante. Belakangan ini aku malah lebih sering nginap di sini daripada di rumah istri - istriku. “




“Sendirian ? “




“Iya. Aku kan sibuk ngatur bisnisku dari sini. “




“Nanti malam sih gak sendirian. Kan harus nemenin aku bobo di sini ya, “ ucap Tante Maria sambil merebahkan diri di atas bedku.




“Iya ... nemenin bobo, aku mau. “




Tiba - tiba Tante Maria memegang lenganku sambil merapatkan pipinya ke pipiku. Lalu setengah berbisik ia berkata, “Aku pengen nyobain mandi kucing juga. Hihihihiiii .... “




“Boleh, “ sahutku, “tapi itu sih biasanya dilakukan pada malam hari. Supaya lebih romantis. “




“Iya ... iyaaaa ... tapi jangan ngomong sama papamu ya. “




“Ya nggak dong. Itu kan sangat pribadi sifatnya. “








Beberapa saat kemudian, Tante Maria sudah duduk di sebelah kiriku, di dalam jeep long chasis yang sedang kukemudikan.




“Kita kok langsung akrab gini ya, “ ucapku di belakang setir.




“Memang juga harus langsung akrab. Kita kan saudara dekat. Ibu kandungku adalah nenekmu kan ? “




“Iya. Dan Tante Rike Maria calon kekasihku. “




Tante Maria mengecup pipiku, “Setuju. Sediakan aja rumah untukku, maka aku siap untuk dijadikan kekasih gelapmu Sam. Asalkan Sam bisa menutup rahasia kita serapat mungkin. “




“Tentu saja harus dirahasiakan. Dan rumahnya sudah ada Tante, “ kataku sambil mengurangi kecepatan jeepku, “Sudah lengkap dengan perabotannya. Apa kita mau nengok rumah itu dulu atau mau ke pemandian air panas dulu ?”




“Haaa ?! Serius sudah ada rumah untuk tempat tinggalku ?”




“Kebetulan sudah ada. Tante tidak berniat pulang ke Manado kan ?”




Tante Maria memegang dan meremas tangan kiriku, sambil berkata, “Demi Sam, aku mau tinggal di rumah itu saja. Ayo putar arah, aku ingin lihat rumahnya sekarang juga. Ke pemandian air panas sih bisa besok lagi. “




Aku pun spontan memutar arah, menuju rumah yang tadinya akan kujual lagi itu.




Duit dari Merry dan Alana memang banyak yang kugunakan untuk membeli rumah - rumah tua, bahkan ada juga yang sudah hampir roboh saking tuanya. Lalu rumah - rumah itu kusulap menjadi rumah baru dengan potongan masa kini. Dan siap untuk dijual kembali.




Rumah yang akan kuberikan kepada Tante Maria pun tadinya cuma sebuah rumah yang tidak layak huni lagi. Kebetulan rumah tua itu mau dijual dengan harga yang murah menurutku. Kubeli rumah itu dan kusulap menjadi rumah bergaya minimalis yang 100% baru, lalu kulengkapi furniture dan perabotan lainnya. Karena banyak juga orang mau beli rumah yang sudah lengkap perabotannya.




Rumah itu terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang makan, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga dan 1 ruang kitchen dengan perlengkapan sudah serba mutakhir. Di lantai 2 pun ada ruang cengkrama atau bisa juga dijadikan ruang kerja. Mungkin nanti kalau Ine Caroline sudah datang dan mulai bekerja di perusahaanku, bisa memanfaatkan ruangan di lantai 2 itu untuk dijadikan ruang kerjanya (menggambar bangunan dan sebagainya).




Setelah diajak melihat - lihat keadaan rumah baru yang sudah lengkap perabotannya itu, Tante Maria langsung memelukku sambil berkata setengah berbisik. “Mimpi pun tidak kalau aku bakal dikasih rumah di kota kelahiranku ini Sam. Ooooh ... kamu memang pantas jadi lelaki impian kaumku ....emwuah ... emwuaaah ... emwuaaaah ... !” Tante Maria menciumi bibirku bertubi - tubi.




Di rumah yang sudah kuikrarkan menjadi milik Tante Maria ini, suasananya berubah jadi hangat dan romantis. Bahkan ketika Tante Maria sedang duduk di sofa ruang keluarga, aku pun duduk di sampingnya. Dengan batin yang sudah pede. Dan berani merayapkan tangan ke belahan gaun kuning lemon yang sedang memamerkan paha putih mulusnya. Tante Maria malah tersenyum. Lalu berkata dengan nada pasrah, “Sekarang aku sudah menjadi milikku. Apa pun yang Sam mau, takkan ada yang kutolak. “




Begitu cepat tanganku mencapai celana dalam di balik gaun kuning lemon itu. “Nanti kalau Ine sudah di sini bagaimana ?” tanyaku sambil menyelinapkan tanganku ke balik celana dalam Tante Maria.




“Kalau Sam bisa memperistrikan Ine, silakan aja. Yang penting hubungan rahasia kita tetap berjalan. Hanya saja kita harus menjaga agar Ine jangan sampai tau, “ sahutnya ketika jemariku sudah mulai menggerayangi kemaluannya.




“Memangnya Ine secantik Tante ?”




“Lihat dan nilai aja sendiri nanti setelah dia berada di sini. “




“Nikah lagi sih gak bisa Tante, “ ucapku, “Jumlah istriku sudah maksimal. Tidak boleh lebih dari empat orang. “




“Wawasanku ini cukup maju Sam. Makanya untuk saling mencintai itu tidak selalu harus duduk di pelaminan. Bahkan banyak pasangan yang tidak menikah, tapi mereka hidup rukun sekali. Mesra sekali. Oooo ... oooooh .... Saaam ... kalau kemaluanku sudah dicolek dan dicolok - colok liangnya begini ... aku gak bisa nahan nafsu Sam ... “




“Mau dilanjutkan di kamar ?” tanyaku sambil mengeluarkan tanganku dari balik celana dalam Tante Maria.




“Aku ingin ... yang pertama ini jangan dilakukan di tempat yang sudah terlalu biasa, “ sahut Tante Maria, “Supaya kelak kita akan mengenangnya sebagai sesuatu yang sangat mengesankan. “




“Terus mau di mana ? Mau outdoor ? Di tengah hutan atau di tepi pantai ?” tanyaku.




“Hush ... gak usah jauh - jauh ... di sana aja tuh ... di meja yang di sudut itu, “ sahut Tante maria sambil menunjuk ke meja makan yang diletakkan di sudut itu.




“Oke ... !” sambutku sambil berdiri dan menuntun tangan Tante Maria menuju meja yang ditunjuknya itu.




Di dekat meja itu Tante Maria melepaskan gaun kuning lemonnya, sehingga tinggal beha dan celana dalam serba merahnya yang masih melekat di tubuh putih mulusnya. Lalu ia naik ke atas meja itu sambil berkata, “Celana dalamnya sih lepasin aja sama Sam yang sudah jadi pemilik yang di balik celana dalam ini. “




“Iya, iya Non, “ sahutku sambil menarik celana dalam merah itu sampai terlepas dari kedua kaki Tante Maria yang sudah tergantung ke lantai di pinggir meja makan itu.




Membuatku terpana lagi menyaksikan bentuk kemaluan adik seibu Papa berlainan ayah itu. Di kemaluannya hanya ada jembut selebar jari dari atas kelentit ke arah pusar perutnya. Kelihatannya memang jadi indah. Tidak tampak “gersang”, tapi jembutnya sama sekali takkan menggangguku seandainya mau menjilati memeknya.




Dan aku tidak sabaran lagi setelah melihat indahnya bentjuk memek Tante Maria itu. Maka kutarik kursi, untuk duduk di depan kemaluan Tante Maria yang kedua kakinya terjuntai ke lantai itu.




Sambil mengusap - usap permukaan memek Tante maria, aku berkata dengan nada formal (sekadar sambil bercanda), “Memek Tante ini luar biasa menggiurkannya. Mohon ijin untuk menjilatinya ya Non. “




“Apa pun yang kekasihku ingin lakukan ... lakukanlah Cinta ... “ sahut Tante Maria sambil tersenyum manis. Maaak ... betapa manisnya senyum wanita indo setengah baya yang masih tampak muda itu ... !




Lalu kulepaskan segala yang melekat di tubuhku, kecuali celana dalam yang masih melekat pada tempatnya. Sementara Tante Maria pun sudah menurunkan beha merah itu. Tapi tidak dilepaskannya ... beha itu dibiarkan melingkari perutnya tanpa dilepaskan kaitan kancingnya.






Dengan cermat kuamati kemaluan adik Papa yang Indo Belanda ini. Bentuknya begitu indah dan menggiurkan sekali. Sehingga sambil duduk di kursi makan di antara kedua kaki Tante Maria yang tergantung ke lantai. Jarak lutut kiri dan lutut kanannya pun direnggangkan. Di antara kedua lututnya itulah aku berada, duduk di kursi sambil menciumi memek tanteku. “Mau mandi kucing sekarang Tante ?” tanyaku sambil menjauhkan mulutku dari memek Tante Maria.




“Langsung jilatin memekku aja. Mandi kucing sih nanti aja. Mungkin enaknya mandi kucing sih sambil berendam di bak air panas mineral itu, “ sahut Tante Maria sambil mengusap - usap memeknya.




Kusingkirkan tangan tanteku, kemudian aku mulai menjilati memeknya yang sangat menggiurkan ini. Sementara ujung jari tanganku pun ikut campur, mengelus dan menggesek kelentit Tante Maria yang tampak menonjol di atas vaginanya.




Tante Maria pun mulai menggeliat - geliat sambil menahan - nahan nafasnya.




Hanya belasan menit aku menjilati memek Tante Maria sambil menge;us - elus kelentitnya dengan ujung jariku. Karena ketika jari tengahku diselundupkan kedalam liang memeknya, ternyata sudah basah sekali.




Maka tanpa buang - buang waktu lagi celana dalamku pun dilepaskan. Kemudian sambil berdiri kuletakkan moncong penisku di ambang mulut vagina Tante Maria. Lalu kudorong penis ngacengku sekuat tenaga.




Blessssss ... penisku masuk sedikit demi sedikit ke dalam liang memek Tante Maria.




“Saaaam ... aaaaa ... aaaaah ... kon ... kontolmu gede banget Saaam ... sa ... sampai seret gini masuknyaaaa ... “ rintih Tante Maria terengah - engah.




Bersetubuh dalam posisi seperti ini, Tante maria celentang di meja makan dengan kaki kanan terjuntai di lantai, kaki kiri menopang di bahuku, sementara aku mengentotnya sambil berdiri dan memeluk betis kirinya ... membuatku jadi leluasa menggunakan jari tangan kiriku untuk menggesek - gesek kelentitnya ... membuat Tante Maria langsung merintih - rintih histeris dan erotis ... !




“Saaaam ... adudududuuuuuuh ... Saaaam ... iiii ... iniii langsung enaaaak ... kontolmu panjang gede gini ... jari tanganmu mainin itilku pulaaaa ... oooo ... ooooooh Saaaaam ... ini luar biasa enaknyaaaa ... Saaaam ... oooooohhhh ... Saaaaam ... oooooohhhh ... Saaaaaaam .. ayo entot terusa Saaaaam ... entooooottttttttttt ...entoooootttttttt ... enak sekali Saaaam ... enaaaaaak ... entooot teruuuuuussssssss ... entooooooooooottttttttttt ... entoooooottttttt .... enaaaaaak ... enaaaak .... entooootttttttttttttttt ... enaaaaaaaaakkk .... entooooooootttttttttttttttt ... itilnya elus teruuuussss ... itiiiiiiiiiillllll ... entoooottttt ... oooo .... ooooo ... ooooohhhhhhhhhh ... Saaaaam ... ooooooooooooohhhh ... Saaaaaaammm ... ooooooohhhhhhh ... Saaaaaaammmmm ... entot teruuuuussssss ... entoooootttttttttttt ... entoooooooooooottttttttttttttttttt .... “




Bukan hanya Tante Maria yang keenakan dientot olehku. Aku pun merasa nikmat sekali, karena bisa mengentot wanita secantik Tante Maria. Baru melihat wajah cantiknya saja sudah punya kenikmatan tersendiri di hatiku. Terlebih punya kesempatan untuk mengentotnya begini.




Tante Maria tidak bisa menggoyang pinggulnya, karena kaki yang satu terjuntai ke lantai, sementara kaki satunya lagi tertumpang di atas bahu kananku. Tapi aku tidak merasa perlu goyangan pinggul. Dengan mengentot memeknya sambil mengelus - elus kelentitnya pun sudah terasa nikmat sekali.




Namun tante Maria tidak bisa bertahan lama. Baru belasan menit kuentot, dia sudah mengejut - ngejut ... lalu mengejang sambil menahan nafasnya. Dan ... terasa liang memeknya berkejut - kejut erotis, lalu lendir birahinya pun mengalir dan merendam penisku yang sedang kudiamkan dulu.




Aku menunggu Tante Maria pulih kembali gairahnya, sambil meremas - remas toket kanannya yang lumayan gede dan belum gembyor itu.




Namun aku tak mau menyiksanya terlalu lama. Setelah dia orgasme dua kali, aku pun buru - buru mencabut penisku dari dalam liang memeknya. Lalu bergerak sedemikian lupa untuk mengocok p-enisku di atas dada Tante Maria.




Dan ... air maniku menembak - nembak ke sepasang toket gede tanteku. Croooootttt ... crooooooootttttt ... crotcrotttttt ... croooooooootttt ... croooooooooooooottttttttttt ..... !




Tante Maria malah memegang sepasang toketnya yang “kena tembak” spermaku. Lalu diusap - usapnya air maniku sehingga membasahi permukaan toketnya. Semuanya itu dilakukannya sambil tersenyum. Bahkan pada akhirnya dia berkata, “Kenapa dilepasin di luar ? Lain kali ejakulasinya di dalam memekku aja. “




“Takut Tante hamil, “ sahutku, “Sedangkan aku gak siap pil kontrasepsi. “




“Biarin aja hamil. Mengandung anak orang tajir melintir yang ganteng kayak Sam sih malah menyenangkan. Karena masa depan anak Sam pasti terjamin kan ?”




“Iya, soal itu sih pasti. “








Persetubuhan dengan Tante Maria bukan hanya satu kali. Ketika hari mulai malam, kusetubuhi lagi tubuh putih mulus dan menggiurkan itu di atas bed di dalam kamar depan.




Bahkan pada waktu disetubuhi olehku itu, Tante Maria masih sempat menerima call dari anaknya yang bernama Ine Caroline itu. Aku pun menghentikan entotanku dulu, karena ingin ikut mendengar percakapan Tante Maria dengan putrinya yang masih berada di Manado itu.




“Hallo Sayang. “




“Hallo Mam ... lagi di mana sekarang ?”




“Lagi di rumah yang dihadiahkan oleh Bang Sam untuk tempat tinggal kita. “




“Ohya ?! Ngasih rumah segala. Baik benar bang Sam itu ya. Terus mengenai pekerjaan itu gimana ?”




“Udah. Diterima. Tapi tentang bagian apa - apanya nanti aja bahasnya setelah kamu ada di sini. Kapan bisa terbang ke sini ?”




“Sebulan lagi Mam. Soalnya aku kan masih nunggu ijazah asli. Ohya, bilangin terima kasih sama Bang Sam ya Mam. Nanti aku akan bekerja sebaik mungkin deh di perusahaannya. “




“Iya, iya, nanti mama sampaikan pada Bang Sam, “ kata Tante Maria sambil mengedipkan matanya padaku. Dia bicara seolah tidak sedang bersamaku. Padahal penisku sedang nancap di dalam liang memeknya ... !








Keesokan paginya, aku menerima call dari ... Suzan ... !




Sambil melangkah ke luar rumah, kuterima call itu. (Mungkin para ahli bahasa harus mencari istilah baru untuk hubungan seluler lewat handphone. Karena istilah telepon adalah untuk telepon rumah, yang menggunakan kabel untuk menyambungkannya. Kalau call diterjemahkan jadi panggilan, rasanya kurang enak, seolah - olah panggilan di darat).




“Hallo Suzan Sayang ? Ada yang bisa kubantu ?”




“Bang ... aku diijinkan pulang hari ini. “




“Ohya ?! Berarti dipercepat dua minggu ya ?”




“Iya Bang. “




“Sudah laporan sama Mbak Merry ?”




“Belum. Aku merasa harus mendahulukan Bang Sam dalam segala hal. “




“Ohya ?! Ya udah. Aku akan segera meluncur ke Lido, buat jemput kamu. “




“Iya Bang. Terima kasih. Aku tunggu ya. “




“Mmm ... mungkin sekitar tiga jam aku baru tiba di Lido, Zan. “




“Iya gak apa - apa. “




Setelah hubungan seluler ditutup, aku masuk lagi ke dalam rumah yang sudah kuberikan kepada Tante Maria. “Tante, aku mau ke luar kota dulu ya, “ kataku.




“Ada urusan bisnis ?”




“Nggak. Mau jemput adik ipar yang baru boleh pulang dari rumah sakit. “




“Owh ... ada adik ipar yang sakit ?”




“Iya. Tapi sekarang sudah sembuh. Ini buat kebutuhan sehari - hari Tante di sini. Nanti kucarikan pembantu, biar Tante ada yang melayani di sini, “ kataku sambil menyerahkan uang dalam jumlah yang cukup banyak.




“Wah ... duitnya banyak bener Sam ... !”




“Kebutuhan Tante juga cukup banyak nanti. “




Tante Maria mendekapku sambil berkata, “Panggil namaku langsung lebih bagus. Karena aku kan sudah menjadi kekasihmu, Sayang. “




“Takut kebiasaan sampai Ine datang nanti. Dia pasti heran kalau aku manggil nama Tante langsung. “




“Iya juga ya, “ ucapnya disusul dengan kecupan hangatnya di bibirku, “Hati - hati di jalan ya Sayang. “




“Iya Mariaku sayang ... “




“Nah ... sebutan itu lebih nyaman bagiku. “




“Iya, kalau gak ada orang lain, aku akan menyebut namamu langsung Beib. “




Lalu aku menujukan jeepku ke hotelku dulu. Untuk menjemput Dirga, sopir baruku yang hanya nyetir kalau aku terdesak saja. Mobil pun kutukar dengan sedan pemberian Mamie, agar suspensinya halus dan bisa tidur di belakang.








Beberapa saat kemudian sedan pemberian Mamide itu mulai meluncur ke luar kota, dikemudikan oleh Dirga yang sudah kukasih tahu ke mana tujuannya.




Aku sendiri yang duduk di seat belakang, lalu menghubungi Merry lewat hapeku. Lalu :




“Iya Pangeranku ... “




“Aku lagi di jalan, mau menjemput Suzan. “




“Ohya ?! Emangnya dia sudah boleh pulang ?”




“Bisa katanya. Dipercepat dua minggu. “




“Kok malah ngerepotin Sam sih ?”




“Gak apa - apa. Dia malah ingin agar jadi milikku seperti Gina. Aku sudah ngomong masalah itu kan ?”




“Iya. Makanya soal Suzan aku pasrahkan aja kepada Sam. Bisa kan Sam menyayangi dia seperti kepada Mbak Gina ?”




“Iya, aku akan berusaha untuk melindungi dia, supaya jangan sampai terjerumus ke jurang narkotika lagi. “




“Aku senang mendengarnya. Soalnya aku sendiri kan sibuk terus. Gak bisa memperlihatkan perasaan sayangku pada Suzan. “




“Santai aja. Aku sendiri juga sibuk terus. Tapi aku akan tetap memperhatikan segala kebutuhan Suzan, baik jasmani mau pun rohaninya. “




“Terima kasih Pangeranku. Masalah biaya untuk kebutuhan - kebutuhan Suzan, nanti aku transfer secara rutin ke rekening Sam. Karena kalau transfer ke rekening tabungan Suzan, aku takut duitnya dipakai beli narkotik lagi. “




“Iya. Soal itu sih atur - atur aja sama Merry. “




“Ini nyetir sendiri ?”




“Driver yang nyetir. “




“Owh ... syukurlah. Aku harus nyusul ke Lido ?”




“Gak usahlah. Buat apa buang - buang bensin. Biar aku aja yang ngatur semuanya nanti. “




“Tapi maaf ya ... jadinya ngerepotin Sam. “




“Gak apa ... kayak sama orang lain aja. Nanti Suzan takkan langsung kubawa ke rumahmu Beib. Aku ingin ngajak dia bicara dari hati ke hati. Supaya aku tau benar apa yang diinginkannya. Yang penting, dia jangan terjerumus lagi ke dunia narkotik. “




“Iya silakan aja. Pokoknya masalah Suzan, aku percaya sepenuhnya padamu Sayang. “




Sedanku meluncur terus di jalan yang sudah di luar kota. Aku pun merebahkan diri di belakang, setelah memperingatkan Dirga agar jangan ngebut. Memang orang lain pun seperti aku. Kalau nyetir sendiri bisa seenaknya ngebut. Tapi kalau dikemudikan oleh orang lain, selalu takut dibawa ngebut.




Lalu aku ketiduran di seat belakang. Begitu nyenyaknya aku tertidur. Sehingga sampai tiba di depan BBRN pun aku belum terbangun.




Dan baru terbangun setelah mendengar suara Dirga, “Maaf Boss. Ini sudah tiba di depan BBRN. “




“Masa ?!” aku kaget dan langsung duduk. Kemudian kuseka wajahku dengan kertas tissue basah. Lalu turun dari mobilku menuju ruang tunggu penjenguk.




Ternyata Suzan sudah duduk menunggu di situ, dengan sebuah koper di sisinya.




“Bang Sam ... !” Suzan yang saat itu mengenakan celana jeans dan baju kaus tanpa lengan, memburuku dengan wajah ceria.




“Sudah lama nunggu ?”




“Mmm ... nggak sih. Baru seperempat jaman aku pamitan sama pengurus tadi. Sekarang langsung pulang ?”




“Iya. “




“Abang kok matanya merah gitu ? Abis minum ?”




“Aku sangat jarang minum. Ini tadi ketiduran di jalan. “




“Oooh ... bawa sopir ?”




“Bawa. “




“Tumben bawa sopir. “




Kujawab dengan bisikan, “Kan biar bisa duduk di belakang sambil melukin kamu. “




“Iya iya iyaaa ... “




Sesaat kemudian aku dan Suzan sudah duduk di seat belakang sedanku. Dirga pun menjalankan mobilku, menuju jalan aspal lagi.




“Maaf Boss ... sekarang mau menuju ke mana ?”




“Langsung pulang ke hotel aja. “




“Siap Boss. “




Sedanku pun mulai menginjak jalan raya dan lari dalam kecepatan sedang menuju kotaku kembali.




“Boleh merebahkan kepala di sini ?” tanya Suzan sambil menepuk pahaku.




“Tentu aja boleh, “ sahutku.




Lalu Suzan merebahkan kepalanya di atas pangkuanku.




Sedanku berlari terus dalam kecepatan sedang.




Pikiranku pun melayang - layang di sepanjang jalan menuju kotaku.




Banyak sekali yang terlintas di dalam pikiranku. Namun aku senantiasa menindasnya dengan prinsip lamaku : Apa yang akan terjadi, terjadilah ... “.

Posting Komentar

0 Komentar