Beberapa hari yang lalu kami baru dapat kabar dari desa kalau hari pernikahan mbak Dina dengan pak Manto sudah ditentukan. Tepatnya minggu pertama bulan depan. Baru aku ketahui kalau ternyata yang bicara dengan pak Manto dulu adalah mas Aryo. Entah kenapa kakak iparku itu setuju dengan pernikahan mbak Dina dengan pak Manto. Kalau aku sih masih pikir-pikir juga mau memberikan mbak Dina pada juragan kaya di desaku itu. Namun karena semua sudah setuju maka akupun ikut suara terbanyak saja.
Kami sekeluarga merasa gembira karena pada akhirnya mbak Dina jadi menikah juga. Ibukulah yang paling bersyukur karena anaknya dapat jodoh orang kaya dan terpandang di desa kami. Meski hanya jadi istri ketiga tapi statusnya kalau di desaku akan sama dengan istri lainnya. Bahkan aku dengar mbak Dina sudah dibuatkan rumah sendiri oleh pak Manto, artinya bandot tua itu memang sungguh-sungguh dalam keingiannya.
Hubunganku dengan mbak Tika maupun mbak Vina masih sama. Bahkan cenderung datar. Semua karena kesibukanku di kampus sangat menyita waktuku. Tak jarang aku harus pulang sore karena ada mata kuliah yang geser atau dosennya minta di rubah. Kadang aku pulang sudah dalam kondisi capek dan lelah secara pikiran. Kalau sudah begitu aku pasti langsung tidur sehabis makan malam.
Sore itu mas Aryo dan mbak Tika pamit mau ke dokter. Aku yang memang belum mengantuk sengaja menunggu mereka pulang. Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur sambil mendengarkan musik dari Hpku. Tanpa kusadari aku malah tertidur dengan pulas. Untung saja aku terbangun ketika kudengar suara lenguhan heboh dari arah ruang tamu.
Aku sudah hafal betul kalau suara lenguhan dan desahan itu berasal dari mbak Tika yang sedang ngentot dengan suaminya. Dengan sedikit memaksa diriku, akupun lalu bangun dari tempat tidur dan membuka pintu kamarku. Sengaja aku buka pintu itu sedikit saja untuk memberi celah supaya hanya kepalaku saja yang keluar. Sedangkan tubuh telanjangku bisa sembunyi di balik dinding kamar.
“Wahh.. serun juga nih.. “ gumamku dalam hati.
Kulihat di ruang tamu mas Aryo sedang ngentot dengan mbak Tika yang sedang nungging di depannya. Lampu masih menyala terang hingga bisa kulihat lekuk tubuh mereka dengan jelas. Bahkan bagaimana penis mas Aryo yang besar berotot itu keluar masuk memek mbak Tika aku juga bisa melihatnya dengan jelas.
“Uhh... memek mbak Tika enakk..” gumamku saat penisku mulai aku betot dan kukocok dengan tanganku saat itu.
Aku teru saja mengamati apa yang mereka lakukan dari balik pintu kamarku. Tubhku yang sudah telanjang dari tadi semakin membuatku mudah untuk merangsang diriku sendiri dengan mengocok batang kemaluanku yang sudah ngaceng maksimal ini. Namun di tengah aku menikmati pemandangan itu tiba-tiba pandangan mataku dan mas Aryo saling bertemu. Aku ketahuan. Aku dipergokinya tengah mengintip acara ngentot mereka berdua.
“Daripada kamu cuma bisa ngocok mendingan sini.. gantian Ngga” ucap mas Aryo sambil melihat ke arahku. Aku terkesiap, seakan tak percaya dia bicara seperti itu padaku.
“Eh, iya mas.. heboh banget kalian” akupun menjawabnya dengan membuka pintu kamar.
Akupun jalan mendekati mereka berdua. Penisku yang sudah tegak mengacung seakan semakin berkedut-kedut ketika semakin aku dekat dengan mereka. Mas Aryo sudah menawariku untuk membantunya memuaskan istrinya, yang juga adalah kakak perempuanku sendiri. Sungguh aku tak menyangka kejadian ini akan berlangsung di kehidupanku. Secuilpun bayangan kalau aku dan mas Aryo akan bertemu untuk memuasi mbak Tika tak pernah ada dalam pikiranku.
“Sini Ngga.. gantian.. bikin kakakmu lemes”
“Oke mas.. siap”
“Ahhh.. masss... kok dicabut sih?” protes mbak Tika kemudian.
“Gantian Angga dek.. kasian dia cuma bisa liat aja, hehehe..” jawab mas Aryo enteng saja.
Mas Aryo kemudian berdiri dan menyuruhku menggantikan posisinya. Aku tak menolak, bahkan aku dengan semangat membara langsung memposisikan diriku di belakang mbak Tika yang masih setia menungging tanpa bergerak.
Clepphh!! Penisku langsung aku tusukkan dalam lobang memek mbak Tika.
“Hehehe.. aku ke belakang dulu Ngga.. mau bikin kopi biar ga ngantuk” pamit mas Aryo kemudian. Aneh banget pokoknya, istrinya sedang dientot lelaki lain tapi dia malah pergi mau bikin kopi. Ada-ada aja nih orang.
“Ahhh.. iya mas.. ahhh.. iyaahh..” balasku mendesah keenakan.
Sambil pandanganku melihat mas Aryo menjauhi kami, penisku terus kugerakkan keluar masuk lobang vagina mbak Tika. Rasanya sangat nikmat sekali bisa ngentot dengan kakakku tanp ada gangguan apapun. Kami bisa saling mengekspresikan rasa nikmat yang kami terima dengan sebebas-bebasnya. Ugh, terimakasih mas Aryo, memek istrimu enak banget.
Kugantikan kakak iparku itu dalam memuasi istrinya. Kini aku dan mbak Tika sudah tak ragu lagi saat melenguh, mengerang dan mendesah dalam kenikmatan persetubuhan kami. Malam itu kami bebas ngentot meski mas Aryo ada di rumah. bosan dengan posisi nungging, mbak Tika memintaku ganti posisi. Aku setuju saja. Kini gantian dia tidur telentang dengan menekuk kedua kakinya di atas perut. Tentu saja dengan posisi itu lobang memek mbak Tika yang sudah becek dan melongo itu telihat jelas.
“Aaahh.. enak banget memekmu mbakk.. oooohh...” lenguhku saat kemaluanku kembali mengisi lobang memek mbak Tika.
“Aahh.. iya Nggaa.. haahh.. enakk.. terusin sayang..”
Tanpa ragu, kembali kuayunkan pinggulku maju mundur selaras dengan keluar masuknya batang penisku pada lobang kemaluan mbak Tika. Semakin lama semakin lancar gerakan penisku karena memek mbak Tika juga semakin becek penuh lendir.
Plok...plok... plokk.....plok...
“Eemmmmhh.... aahhh... aahhh... nghheeehhhh.. aahh... aah...ahhh..”
Suara beradunya kedua kelamin kami dan desahan mbak Tika bercampur jadi satu membentuk alunan suara penuh gairah. Suara itu seperti menghipnotis kami untuk semakin intens dalam memberi rasa nikmat satu dengan lainnya. Kulihat sekilas mas Aryo malah berada di dalam kamarnya bicara lewat telfon entah dengan siapa. Namun aku mendengar kakak iparku itu menyebutkan nama Rinta, siapa itu Rinta? Jangan-jangan dia itu selingkuhan mas Aryo di luar sana.
Rasa curigaku semakin bertambah ketika mas Aryo dengan vulagarnya membahas memek dengan Rinta itu. Sepertinya mereka sudah biasa membahas hal itu karena nada bicara mas Aryo kudengar sangat santai sekali. Tapi kembali aku fokus pada mbak Tika. Lebih baik aku simpan dulu kecurigaanku itu dalam pikiranku sendiri.
“Aauhhhh.. enak kan mbak? Enakk kan ngentot sama adikmu ini?” lenguhku kemudian.
“UUHhhh.. iya Ngga.. aahh.. ga ada duanya.. aahh.. bisa.. bisa.. aahh.. remesin tetekku dek.. ayooo.. cepett..”
“Iiyyah.. ahh.. sini susumu mbak...”
Aku dengan cepat menyambar bulatan daging kembar di dada mbak Tika. Kuremas bulatan daging kenyal itu dan kupelintir puting susunya. Rasanya sangat kenyal, empuk dan lembut. Membuatku semakin gemas ingin teru meremasnya.
“Aaaaaaaahhhhhhhhhh...... nyampeee !!!” tubuh mbak Tika pun kelojotan setelahnya.
Saat mbak Tika tengah kelojota dan tubuhnya bergetar, kusadari mas Aryo sudah kembali berdiri di dekat kami. Batang penisnya pun masih tegak mengacung seakan memerkan kemampuannya untuk terus bisa menakhlukkan wanita.
“Angga.. kita maen bertiga yukk” mas Aryo kembali memberi tawaran aneh.
“Oke mas... aku ngerti” sambutku sambil melepaskan penisku dari jepitan lobang kemaluan mbak Tika.
Sungguh suatu hal yang diluar pikiranku. Bagaimana kakak perempuanku dan suaminya mengajakku untuk ngentot bersama. Jadilah malam itu aku bisa menikmati lobang pantat milik mbak Tika juga. Memang rasanya tak senikmat lobang memek tapi sensasinya beda.
Mas Aryo kini berada di bawah, sedangkan di atasnya ada tubuh mbak Tika dan dibelakang mbak Tika ada aku yang sudah siap menusukkan penisku pad lobang pantat miliknya.
Berkali-kali mbak Tika malam itu harus meneria gelombang orgasmenya. Aku dan mas Aryo seperti dua lelaki yang tak punya rasa capek. Begitu mas Aryo hendak keluar langsung aku gantikan posisinya. Begitu juga kalau aku merasa akan muncrat langsung aku berikan memek mbak Tika pada mas Aryo. Begitu seterusnya sampai mbak Tika hampir pingsan karena mabuk orgasmenya.
Tapi bukan mbak Tika kalau sampai dia menyerah. Akhirnya kami bertiga sampai hampir subuh baru selesai ngentot. Akupun tertidur di kamar kakakku dengan tubuh yang capek tapi puas banget.
***
Seminggu kemudian perubahan terjadi di rumah mbak Vina. Ada penghuni baru yang ikut tinggal bersamanya. Namanya Rinta, seorang gadis bertubuh mungil yang cantik menggoda. Tapi aku biasa saja melihatnya karena dia adalah bawahan dari mas Aryo di kantor. Tentu saja aku berusaha menjaga jarak darinya supanya semua rahasia keluarga kami tidak sampai terbongkar.
Kini aku jadi tahu kalau Rinta yang dulu pernah telfon malam-malam dengan mas Aryo itu ternyata adalah bawahannya sendiri di kantor. Semakin jelas hubungannya. Aku semakin yakin kalau mereka juga pernah melakukan hubuhan seksual tanpa diketahui oleh mbak Tika. Meski begitu aku masih belum bisa berbuat lebih jauh lagi untuk memastikan semuanya. Lebih baik aku diam saja dan pura-pura tidak mengetahuinya.
Perilaku mbak Vina yang sekarang suka terbuka dalam penampilannya mendadak kembali berubah. Meski masih sering memakai baju yang seksi tapi tak pernah lagi kutemui mbak Vina cuma pakai celana dalam saja saat di rumah, apalagi telanjang bulat di sembarang tempat. Mungkin karena ada Rinta yang ikut tinggal di rumahnya. Kadang kalau sedang duduk berduaan denganku aku menyinggung masalah itu, tapi dia hanya membalasnya dengan tertawa ngakak karena memang aku sudah tau apa yang dia pikirkan.
Rinta juga tahu kalau aku sering berduaan dengan mbak Vina. Bahkan beberapa kali dia sempat memergoki aku sedang keluar atau masuk ke dalam kamar mbak Vina. Namun sampai saat ini dia tak berkomentar apapun, mungkin dia juga tanya pada mas Aryo dan sudah dapat jawaban dari kakak iparku itu.
Suatu malam selepas mbak Vina pulang dari kantornya, aku berada di rumahnya untuk sekedar mencari teman ngobrol. Kami berdua sudah duduk di kursi dapur sambil minum kopi. Tentunya kubarengi dengan kepulan asap rokok dari mulutku.
Malam itu mbak Vina tampak memakai baju biasa saja. Sebuah kaos putih lengan pendek dipadu dengan celana pendek ketat warna abu-abu terang. Dengan berpakaian seperti itu saja sudah membuat penampilan mbak Vina semakin mempesona. Cantik sekaligus anggun dalam waktu bersamaan.
“Kaakk.. liat sisirku gak yah? tadi aku bawa ke depan sih” saat aku dan mbak Vina ngobrol tiba-tiba Rinta keluar dari kamarnya.
“Enggak tuh.. tapi coba cari dulu, mungkin jatuh..” balas mbak Vina melihat ke arah perempuan cantik berwajah bulat itu.
Aku sempat tertegun melihat penampilan Rinta yang baru keluar dari kamarnya. Rambutnya yang dipotong pendek itu nampak masih basah seperti habis keramas. Sedangkan baju yang dipakainya hanya sebuah kemeja warna putih lengan panjang yang ukurannya lumayan besar hingga ujung bawahnya bisa menutupi sebagian pahanya. Dari bayangan tubuhnya aku bisa melihat kalau Rinta saat itu tidak memakai dalaman lagi di balik kemeja yang dipakainya.
“Ohh.. iya, coba aku lihat lagi..” Rinta kemudian pergi meninggalkan kami.
“Mbakk..” ucapku sambil melayangkan padanganku ke arah Rinta.
“Hihih... napa? Kek gak pernah lihat cewe ga pake daleman aja kamu ini Ngga..” balas mbak Vina yang tahu isi pikiranku.
“Hehehe.. gapapa.. mbak Vina nih emang nyambung kalo diajak bicara masalah gituan”
“Iya bener.. kita udah sehati sepertinya Ngga, hihihi...”
“Wadoohh.. apaan sih mbak?” balasku malu-malu salah tingkah sendiri.
Benar apa yang aku duga sebelumnya. Ketika kudapati Rinta tengah membungkuk mengambil sesuatu di bawah kakinya mendadak aku bisa melihat belahan pantatnya. Pantatnya sudah tak tertutupi apapun. Begitu putih dan mulus dan bentuknya lebih bulat dari milik mbak Vina.
“Nah.. ketahuan kan, hihihi...” ucap mbak Vina melihat ke arah Rinta.
“Hehehe.. beneran dah.. kita emang udah sehati mbak..”
Kami berdua tertawa mengomentari pandanganku pada Rinta. Aneh saja menurutku, kenapa dia dengan bebasnya bisa berpenampilan seperti itu di depan kami. Rasanya ada yang janggal dengan kelakuannya itu. Jangan-jangan memang Rinta itu sebelum tinggal di sini memang sudah terbiasa seperti itu. Akupun kembali ingat apa yang dibicarakan mas Aryo dengannya malam itu, saat aku menggantikan mas Aryo ngentot dengan istirnya.
“Rinta.. sini dek..”
“Apa kak?”
“Udah sini.. ngobrol sama kita dulu” ajak mbak Vina kemudian.
Rinta kemudian mendekatik kami lalu duduk bersimpuh di dekat mbak Vina. Dia kemudian mulai menyisir rambutnya yang masih basah itu. Benar-benar kulihat Rinta itu adalah perempuan idaman kaum laki-laki. Hanya saja tubuhnya tak setinggi mbak Vina, coba kalo dia agak tinggi sedikit saja pasti semakin bisa menggoda banyak pria.
“Apa sih kak?” tanya Rinta saat mengetahui mbak Vina sedang mengamatinya.
“Gapapa, kamu gak pake daleman yah dek?”
“Hihi, iya sih kakk.. kan udah biasa begini.. kak Vina juga tau kan” balas Rinta apa adanya.
“Ohh.. ya gapapa.. biasa aja, kamu jangan risih sama kita-kita yah..”
“Gak lahh.. kan yang laen juga biasa gitu” balas Rinta melihatku.
“Eh, bentar.. maksudnya gimana sih Rin? Gak ngerti aku..” selaku coba mengorek keterangan darinya.
“Emm.. anu.. itu”
“Anunya siapa Rin?” sahut mbak Vina .
“Hihi.. bukan gitu kak... aku sering lihat Angga ga pake apa-apa pas di rumah sebelah” ucapnya malu-malu.
“Hah!? Jadi kamu lihat aku yah?” balasku melongo mendengarnya.
“Iya, bukan cuma kamu aja.. mbak Vina ini juga.. trus itu istrinya mas Aryo juga sama.. aku jadi mikir apa semua ini udah biasa terjadi di sini.. tapi sepertinya iya sih”
“Oohhh.. begitu.. nah, udah dengar sendiri kamu ya Ngga..” mbak Vina ganti menatapku.
“Hadeuhh... oke.. oke.. tapi jangan kamu sebarin kemana-mana ya Rin.. cukup kamu aja yang tau” ujarku coba memastikan semuanya tetap terkendali.
“ya iyalahh.. emang apa untungnya buatku cerita kemana-mana.. biasa aja lagi Ngga” balasnya menatapku juga. Sekarang ada dua perempuan cantik sama-sama melihat ke arahku.
“Eh, aku mau tanya sama kamu Rin.. jawab yang jujur yah”
“Apa sih Ngga?”
“Bener yah kamu udah pernah ngentot sama mas Aryo? Udah ngaku aja...” tandasku tanpa mempedulikan perasaan Rinta dan mbak Vina.
“Apahhh?? Beneran Rin? Jawab aja langsung” mbak Vina coba mengejarnya juga.
“Ii.. iya kakk...” balasnya sambil tertunduk malu.
“Udah kamu biasa aja.. beneran ya itu?” tangan mbak Vina mengkat dagu manis Rinta untuk kembali menegakkan kepalanya.
“Iya kak... bener..”
“Dimana kalian ngentot? di kantor?”
“Bukan.. itu.. itu.. dulu pas kita ada pelatihan kak” balas Rinta pelan.
“Oohhh.. yang mas Aryo pergi dua hari itu mbak” imbuhku kemudian.
“Hemm.. iya bener Ngga.. udah jangan kek bersalah gitu Rin.. biasa aja.. kita ga ada masalah kok” ucap mbak Vina, kulihat wajahnya santai saja.
“Tapi... tapii... jangan dikasih tau sama istrinya yah.. pliisssss..” Rinta mengiba pada kami.
“Iya.. iya.. gapapa kok.. yang penting sama-sama suka tanpa terpaksa”
“Hihi.. iya kak..”
Terjawab sudah satu kecurigaanku pada hubungan antara mas Aryo dengan Rinta. Akhirnya aku bisa mengorek keterangan darinya langsung di depanku. Aku hanya khawatir kalau mbak Vina akan marah pada mas Aryo, tapi kembali aku pastikan sikap mbak Vina tetap biasa saja.
Melihat Rinta entah kenapa aku jadi kepikiran Dendi. Aku langsung dapat ide untuk menjodohkan mereka berdua. Sepertinya pikiran itu datang dengan sendirinya. Kusadari juga wajah mereka berdua agak mirip-mirip gitu, katanya sih kalau mirip bakalan jadi jodohnya. Mending aku coba pertemukan saja mereka.
***
Seperti yang aku rencanakan. Sore di hari berikutnya aku sengaja mengajak Dendi untuk datang ke rumah. Dari awal aku tak cerita kalau dia mau aku kenalkan pada Rinta. Kubiarkan saja dia mengira kalau dia datang hanya sekedar singgah seperti biasanya.
“Lu ada acara apa sih bro? Tumben ngajak gua kesini?”
“Bentar.. kamu nanti tau sendiri lahh..” balasku pada rasa penasaran Dendi.
Kamipun duduk di teras depan rumah sambil ngobrol dan menikmati batang rokok yang ada di mulut kami. Suasana sore itu memang mendukung sekali untuk dibuat kongkow-kongkow sambil menikmati cuaca yang cerah. Beberapa lama kemudian datanglah mas Aryo yang membonceng Rinta pulang dari kantornya.
“Broo.. busett... cantik bener tuh cewe.. eh.. kenalin dong” ucap Dendi tak lepas matanya melihat ke arah Rinta.
“Waduh.. susah itu bro.. syaratnya berat” balasku mulai mengerjainya.
“Apa? Emm.. apa syaratnya?”
“Ohh.. kamu serius mau kenalan? Syaratnya cuma satu.. kamu harus mau menikah sama dia” ucapku tenang, coba mengelabuhi Dendi yang belum sadar aku kerjai.
“Apaa?? Emang ada syarat kek gitu? Ohh.. oke.. oke..”
“Oke apaan?”
“Udah lu tenang aja sob.. gua berani kok..” jawaban dari Dendi yang tak kuduga sebelumnya malah mengagetkanku.
Begitu melihat mas Aryo masuk, Dendi langsung mengikutinya dari belakang. Dia kemudian bicara dengan kakak iparku itu di ruang tamu. Aku yang masih di teras depan tak ikut masuk karena dari depan saja aku masih bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.
Aku salut pada keberanian Dendi. Dia langsung mengutarakan kemauannya untuk menikahi Rinta. Bukan cuma ma Aryo saja yang kaget, akupun sama kagetnya karena merasa tak percaya pada omongan Dendi yang terbilang nekat itu. Tapi bukan Dendi namanya kalau tak melakukan hal-hal yang aneh dan gila.
Berawal dari keisenganku ternyata malah membuat semuanya jadi berjalan apa adanya. Akhirnya Dendi benar-benar mengutarakan isi hatinya. Cinta pada pandangan pertama dan ditambah bumbu kenekatan, jadilah kegilaan yang sedang dilakukan oleh temanku itu semakin nyata. Namun kembali lagi pada prinsip jodoh, tak ada yang tahu kapan datangnya.
***
Hari pernikahan antara mbak Dina dan pak Manto akhirnya datang juga. Aku, mas Ayo dan mbak Tika kembali pulang ke desa untuk menghadiri acara itu. Tepat dua hari sebelumnya kami haru sudah sampai di desa untuk membantu keluargaku menyiapkan segala sesuatunya.
Perjalanan menuju kampung halamanku kami tempuh di malam hari. Selain cuaca yang tidak panas juga lalu-lintas cenderung sepi. Mobil yang dibawa mas Aryo kali ini lebih bagus dari yang dulu. Katanya masih baru saja dibeli oleh kantornya untuk kendaraan operasional perusahaan. Sepanjang perjalanan hanya aku dan mas Aryo saja yang terjaga. Sedangkan mbak Tika tidur di kursi tengah.
Selama perjalanan itu juga mbak Tika dengan seenaknya tidak memakai apa-apa di dalam mobil. Untungnya kaca mobil lumayan gelap dan situasinya malam hari. Aku cuek saja karena kulihat mas Aryo juga membiarkan mbak Tika melakukan apapun yang membuatnya nyaman. Jadilah selama perjalanan kami itu mbak Tika tidur telanjang bulat di dalam mobil.
Sekira pukul 4 pagi kami bertiga sampai juga di desa kelahiranku. Suasana masih gelap dan sepi. Kedatangan kami disambut oleh ibuku yang terlihat baru saja bangun tidur. Saat kami sampai ibuku sudah membuka pintu rumah dan terlihat gembira sekali menyambut kedatangan kami.
“Dimasukkan saja semuanya Ngga.. biar kalian bisa cepat istirahat” ujar ibuku.
Kutemui ibuku dengan santainya berdiri di depan pintu meski hanya memakai Bh dan celana dalam saja. Aku cuek saja karena penampilan ibuku yang seperti itu sudah biasa aku lihat semenjak aku kecil dulu. Kurasa mas Aryo sekarang juga mulai terbiasa dengan kelakuan keluarga kami.
Dengan cepat aku keluarkan semua barang bawaan kami. Mbak Tika yang keluar dari dalam mobil langsung menuju kamarnya. Katanya dia masih capek dan ingin lanjut tidur. Akhirnya aku dan mas Aryo memasukkan barang bawaan kami ke dalam rumah dan memastikan tak ada barang yang tertinggal di dalam mobil.
Beberapa lama kemudian aku menemani mas Aryo ngobrol di ruang tamu bersama ibuku dan mbak Dina. Apalagi ada kopi dan rokok membuatku terlena dengan rasa kantukku. Namun begitu kopi yang dibuatkan ibuku habis, tetap saja rasa kantuk itu datang menyerang.
“Bu.. aku tidur sama ibu saja yah.. kangen banget aku buuuu...”
“Iya..iya Ngga.. ayo sekarang kamu istirahat aja” balas ibuku lalu menarik tanganku untuk mengikutinya masuk ke dalam kamar.
Kutinggalkan saja mbak Dina dan mas Aryo yang masih tetap ngobrol di ruang tamu. Aku bersama ibuku kemudian masuk ke dalam kamar dan bersiap untuk tidur.
“Lepas semuanya Ngga.. biar sekalian dicuci besok” ujar ibuku menyuruhku mulai melepas pakaianku.
“Hehe..iya bu..”
Akupun mengikuti permintaan ibuku. Seperti kebiasaanku yang dulu, kalau aku tidur dengan ibuku pasti sudah tak memakai apa-apa lagi. Jadilah aku lepas semua pakaianku tanpa terkecuali.
“Hemm.. sini Ngga.. kamu pasti kangen susu ibu kan?” ajak ibuku yang kini duduk di atas tempat tidur.
“Hehe.. iya lah buu.. lama gak ketemu”
“ya sudah.. sini..”
Tanpa diminta ibuku langsung melepa Bh sekaligus celana dalamnya. Dalam sekejap saja kami berdua sudah dalam kondiri tanpa busaanya. Namun kembali lagi aku tak berpikiran macam-macam. Rasa kantukku mampun membuat pikiranku hanya ingin tidur saja.
“Ayo.. katanya mau nyusu?”
“Ehh.. iya buu.. biar enak tidurnya, hehehe...”
Dalam posisi miring menghadapku, ibuku menyerahkan payudaranya untuk kuhisap lagi. Aku jadi gembira bukan main. Rasanya aku kembali lagi pada masa-masa dulu saat kami masih bersama dalam satu rumah ini.
“Cuppphh.. cupphh.. sluurrpphh.. sluurrpp... cuphhh...” dan akhirnya aku tertidur dengan pulas.
Setelah tertidur sekian lama, akupun terbangu dengan menyadari ada sesuatu yang sedang berada di atas perutku. Begitu aku buka mata sedikit langsung saja kutemui ternyata ibukulah yang sedang duduk di atas pangkal pahaku. Aku sedikit terhenyak menyadari kalau matahari di luar sana sudah tinggi. Artinya waktu itu sudah siang.
“Bangun Ngga.. ibu sudah menunggumu dari tadi”
“Hooaahhmmm... iya bu..”
“Gapapa kan kalo ibu pengen nikmati kontolmu lagi”
“Ehh?? Itu.. iya gapapa kok bu..”
Tiba-tiba aku menyadari, selain ibuku berada di atas perutku ternyata batang penisku sudah bersarang di dalam lobang kemaluan ibuku. Pasti tadi saat tidur penisku ngaceng dan pastinya bisa masuk dengan mudah ke dalam liang vagina ibuku. Akupun kembali membaringkan tubuhku dengan santai dan mulai menikmati goyangan pinggul ibuku.
“Eemmhh.. eehh.. eemmhh.. aaahhh.. tambah enak Ngga...eehhh..”
“Hehehe.. iya bu.. tambah pengalaman” balasku. Ibuku hanya senyum saja mendengarnya.
Tubuh kami berdua masih sama-sama telanjang. Kini ibuku dengan bebasnya menggoyangkan pinggulnya di atas tubuhku untuk membuat penisku mengaduk-aduk isi rongga vaginanya. Sangat nikmat rasanya bangun tidur langsung ngentot seperti ini.
Goyangan pinggul ibuku membuat kedua payudaranya bergoyang bebas. Aku kemudian meraihnya dengan tanganku lalu memainkannya. Kuremas-remas bulatan daging kenyal itu sambil kupelintir putingnya yang sudah coklat kehitaman itu. benar-benar cara yang asyik untuk memulai hari di desa kelahiranku.
Klekk.. krieeettt!! Pintu kamar terbuka.
“Lohhh.. ini.. kok udah maen ngentot aja sih? duhh.. udah disiapin makanan kok malah sarapan memek” mbak Tika yang membuka pintu kamar langsung mendekati kami.
“Hehehe.. melepas kangen dulu sama ibu, gapapa kan mbak?” balasku.
“ya gapapa.. lanjutin aja”
Mbak Tika yang datang memakai Bh dan celana dalam langsung menanggalkan kedua pakaian itu. Kini dia sudah sama seperti kami, telanjang bulat tanpa ada yang menutupi tubuhnya.
“Ikutan dong.. boleh ya bu?”
“Aaahh.. ii..iya Tikk... aahhh.. naik sini..” balas ibuku yang masih terus menggoyangkan pinggulnya.
“Hihihi.. lumayan bisa ngobatin memek gatel nih” celetuk mbak Tika.
Kakak perempuanku itu kemudian naik ke atas kepalaku. Tanpa aba-aba sebelumnya dia langsung menurunkan pinggulnya dan menyodorkan belahan memeknya tepat di mulutku. Aku yang tak siap dengan kelakuannya itu sempat gelagapan namun tanpa ampun langsung aku sedot saja lobang memek mbak Tika dengan kuat.
“Awhh... aduhh.. enaakk Nggaaa..” jeritnya ketika kuhisap lelehan lendir yang keluar dari celah kemaluannya.
“Aahh.. Tika.. aahh... suami kamu gimana?” tanya ibuku kemudian.
“Emmmhhh.. hhhaaahh.. gapapa.. aahh.. biar diurus Dina bu.. ahh.. aku udah.. aah..” balas mbak Tika terbata-bata karena memeknya aku hisap dengan kuat.
“Ohh.. ya sudah.. aman kalau begitu” ucap ibuku.
Puas dengan goyangan pinggulnya, ibuku lalu mengganti gerakannya. Kini ibuku mulai menaik turunkan badannya. Dengan gerakan seperti itu tentu saja membuat celah kemaluannya seperti mengurut dan mengocok penisku dengan nikmat. Rasanya hangat dan becek memek ibuku saat itu.
“Hemmpphhh... heemmmhh.. heemmhhh... aaaaahhhhhhh...”
Ibuku menghentikan gerakannya. Kurasa pasti ibuku sudah mendapat apa yang diinginkannya. Empotan dan pijatan kuat kurasakan ketika ibuku berhenti bergerak.
“Hihihi.. udah keluar ya bu? Enak kan tititnya Angga?” tanya mbak Tika sambil terkikik geli.
“Iyaaahh... ahh.. bener Tik.. aahh.. enak banget”
“Sini bu.. gantian”
Aku sudah tak bisa berbuat banyak lagi ketika ibuku dan mbak Tika merubah posisi mereka di atas tubuhku. Ketika ibuku mengangkat tubuhnya, belahan memek mbak Tika masih berada di mulutku. Begitu mbak Tika geser, ibuku sudah langsung membekap mulutku dengan belahan vaginanya. Aku bahkan hampir kehabisan nafas tapi untungnya taganku bisa mengangkat kedua bongkahan pantat ibuku.
“Auhhhh... masuk lagi dekk...” teriak mbak Tika menandai amblasnya penisku ke dalam liang vaginanya.
“Cuuphhk.. surrphhh.. suurrphh.. ckk.. emhhh...” mulutku masih terus mengerjai belahan memek ibuku.
Aku tak bisa lagi melihat apa yang mbak Tika lakukan karena pandangan mataku tertutup pantat ibuku. Memang aku tak butuh melihat apapun, karena yang aku rasakan saja sudah cukup untuk membuatku merasakan kenikmatan.
“Ohhh... hohhh.. aahh.. enak banget kontolnya Angga buu.. ahhh..”
“Hihihi.. iya bener Tik.. sini mulutmu.. cuuphhh.. cuphhh..”
Kulihat ibuku memajukan badannya ke depan untuk mendekati mbak Tika yang sedang bergoyang di atas penisku. Dari suara kecupan yang aku dengar pastilah mereka sedang berciuman bibir. Aku bukannya merasa aneh tapi malah semakin terangsang dengan pemandangan seperti ini. Sungguh indah sekali melihat bagaimana dua perempuan yang tak lain adalah ibu dan kakak kandungku sedang berciuman liar di atas tubuhku. Memek yang satu menikmati penisku sedangkan memek satunya menikmati jilatanku. Keberuntungan itu memang ada dan aku sedang menikmatinya.
Sambil mereka asyik berciuman, kurasakan goyangan mbak Tika jadi semakin cepat dan menghentak kuat. Apakah itu tandanya mbak Tika akan mencapai orgasmenya sebentar lagi? Kurasa memang iya, karena dia terus menggoyangkan pinggulnya dengan cepat dan merintih-rintih keenakan.
“Haaaahhhhh.. aku... aku.... aahhhhhh... nyampeeee !!” jerit mbak Tika dengan tubuh mengejang beberapa saat lamanya.
Ibuku yang melihat mbak Tika bergetar hebat itu kemudian memeluk tubuh bugil kakak perempuan pertamaku. Dipeluknya dengan penuh kelembutan sambil menjaga perutnya jangan sampai menindih perutku. Memang usia kandungan mbak Tika sudah semakin tua dan perutnya juga semakin membuncit.
“Pelan Tikaa... jaga perutmu..” ujar ibuku kemudian.
“Hahh... aahh... ahhh... iyaa buu.. aahh... hoohhhhhh.. ini enak banget Ngga..” balas mbak Tika kemudian.
“sudah kamu baring saja dulu.. jangan terlalu dipaksa..”
“Aaahh.. iya bu.. huuuhhh... aahhh..”
Mbak Tika kemudian mengangkat tubuhnya dari atas perutku kemudian membaringkan dirinya tepat di sebelahku. Selepas itu ibuku juga turun dari atas kepalaku. Dia kemudian menyuruhku bangun dan turun dari tempat tidur.
“Sini Nggaa.... ganti posisi..”
0 Komentar