Akupun lalu bersiap dengan membaringkan tubuhku telentang. Seperti yang aku bayangkan sebelumnya mbak Tika duduk lalu melangkahkan satu kakinya melewati perutku dan meletakkannya di samping tubuhku. Begitu dia menurunkan pinggulnya langsung saja belahan memeknya menimpa penisku yang sedang ngaceng berat itu.
“Uggh.. aahh.. duhhh..”
“Sakit ya Ngga?”
“Gak mbakk.. biasa aja” balasku beralasan.
“Nih, netek dulu biar gak sakit”
“Iya mbak.. cuphhh... emhh... sluurrpphh.. slurrpphh..”
Dengan posisi mbak Tika berada di atas tubuhku, tentu saja kedua payudaranya menggantung bebas di atas wajahku. Apalagi puting susunya tepat di depan mulutku. Tanpa ampun langsung aku sambar puting itu dan kunikmati dengan menyedotnya dan menjilatinya dengan tarian lidahku.
“Oohh.. enakk ya Nggaa.. aahhh..”
“Emmhh.. iya mbaakk..”
“Ohh... aku juga dek.. enak banget ini”
“Masak siih mbak?”
“Iyaahhh.. enak banget Ngga.. uuhh...” desah mbak Tika sembari menggoyang pinggulnya maju mundur hingga membuat penisku menggosok bibir kemaluannya.
Lampu kamar yang menyala membuat apa yang kami lakukan nampak jelas bagiku. Aku rasa bukan buatku saja, tapi buat mas Aryo atau mbak Vina yang setiap saat bisa masuk ke dalam kamarku karena memang pintu kamarku tak bisa dikunci. Aku sudah tak peduli apa yang terjadi selanjutnya, yang penting sekarang adalah aku dan mbak Tika saling memberi rasa nikmat.
“Dekk... masukin dikit aja gapapa” ujar mbak Tika, aku belum tau apa yang dia inginkan.
Sambil menikmati sensasi nyusu di puting mbak Tika, dari sudut mataku kusadari ada orang yang sedang berdiri di depan pintu kamarku. Kalau itu mas Aryo kenapa dia tak masuk saja? Kalau itu mbak Vina aku sih cuek-cuek saja. Entahlah, yang jelas orang itu sedang melihat apa yang aku dan mbak Tika lakukan.
“Aahhh... mbak Tika jangan kencang-kencang dong.. sakit lho..” ucapku memperingatkan kakakku.
Semakin lama kurasakan goyangan pinggul mbak Tika semakin kuat dan cepat. Bahkan dia terus mengangkat pantatnya lalu menjatuhkannya tiba-tiba. Tentu saja bukan membuatku enak tapi malah sakit karena terhentak-hentak. Aku kemudian meremas pantatnya supaya dia sadar kalau apa yang dia lakukan membuatku sakit. Setelah itu dia kembali menggoyang maju-mundur saja. Kembali belahan memeknya bergesekan dengan permukaan penisku.
“Aduhh.. mbakk.. tambah becek.. ini enak banget” desahku kemudian.
“Iya dek.. ah.. mbak juga enak ini” balasnya.
Slepp... !! blessss...!! masuklah penisku secara tak sengaja ke dalam lobang memek mbak Tika.
“Uuhh.. enak kan dek?”
“Iya mbak.. masuk lagi yaah.. ahh..” jawabku merasakan jepitan memek mbak Tika begitu memanjakan penisku.
“Iya dek.. tiap hari begini.. emhh.. gapapa kok” balasnya dengan suara serak menggoda.
Mbak Tika langsung merubah goyangan pinggulnya. Kini bukan lagi maju-mundur, tapi sudah naik turun di atas penisku. Gerakannya itu membuatku semakin keenakan karena batang kemaluanku terasa diurut dan dikocok oleh daging hangat dan becek yang tak lain adalah memek mbak Tika. Tanpa kenal lelah mbak Tika terus melakukannya dan menikmatinya dengan caranya sendiri.
“Mbakk... mas Aryo nanti marah gak ya?” tanyaku memastikan lagi.
“Gak.. dia gak bakal marah kok.. terusin aja dek”
Aku jadi berpikiran kalau yang ada di depan pintu adalah mas Aryo. Kalau dari bayangan yang muncul dari sela pintu kamarku kuyakini itu adalah bayangan tubuh laki-laki. Namun ketika kuperhatikan lebih lanjut kenapa ada bayangan lainnya? Duhh.. ternyata mbak Vina ikut ngintip juga ini.
Apa mungkin mbak Tika menyadari kalau mas Aryo melihat apa yang kita lakukan di dalam kamarku? Lalu dia sengaja ngentot denganku supaya suaminya tahu. Entahlah, kalau sampai ada apa-apa di keluarga mereka aku tak ingin ikut campur. Biarlah mereka yang menyelesaikannya sendiri.
“Aduhhh.. enak banget mbak... ahhh.. teruss.. teruss..” racauku menikmati jepitan dan kocokan liang vagina mbak Tika.
Mbak Tika kemudian mengangkat tangannya dari dadaku. Dia kemudian menegakkan badannya tapi terus menggoyang pinggulnya. Kini dengan bebasnya kulihat bulatan payudara mbak Tika bergoyang kesana kemari mengikuti arah pinggulnya. Sungguh suatu pemandangan yang baru kali ini kutemui. Kakak perempuanku jadi terlihat menggoda dan binal banget, sumpah!
“Mbakk... mbakk... mau keluar ini mbakk..” pekikku memperingatkannya.
“tahan Ngga.. aahh.. kel.. keluarin di dalam”
“Oohhh... okee...”
Mbak Tika terus bergoyang liar. Tubuh kami dan tubuhnya sama-sama berkeringat. Pantulan cahaya lampu kamar yang mengenai tubuhnya membuat kilatan-kilatan penuh pesona. Aku seamkin lama semakin tak bisa menahan laju spermaku. Mungkin ini sudah sampai di ujungnya.
“Aaahhh.. aku keluaaaaaarrrr!!” pekikku tak tertahan lagi.
“Hoooaahhhhh... nyampeeee !!!” jerit mbak Tika kemudian.
Crott.. crott... crott.. Crrr... crrrr... crr...
Semburan spermaku berbarengan dengan keluarnya cairan dari memek mbak Tika. Kedua cairan kami bersatu di dalam rongga kemaluan kakak perempuanku itu nikmat sekali. Untung saja mbak Tika sudah hamil duluan, kalau belum sih bisa-bisa dia hamil dari benihku sekarang ini.
Brukk...!! tubuh mbak Tika jatuh tepat di atas tubuhku. Buah dadanya tergencet diantara dada kami.
“Huhhhh.. uuuhh.. ampun Nggaa.. enak banget kontolmu dek”
“Aahh.. iya mbakk.. jepitan memek mbak Tika juga kuat.. hooohhh.. jadi gak tahan lama-lama”
“Hihihi.. makasih ya dek.. cuphhh” mbak Tika mengecup bibirku.
“Iya mbak.. aku juga.. enak kok tadi.. beneran enak” balasku dengan ciuman juga.
Karena mbak Tika bergerak mencium bibirku, penisku yang sudah setengah tegang itu keluar dari dalam lobang memek mbak Tika dengan sendirinya. Berikutnya kurasakan ada cairan hangat yang jatuh mengenai selangkanganku, pasti itu lelehan spermaku becampur dengan cairan milik mbak Tika. Rasanya banyak banget sampai terasa jatuh ke pahaku.
“Mbak.. turun dong, kita tidur aja yah”
“Hihihi.. iya Ngga.. biarin mbak tidur disini saja.. nyaman sih sama kamu”
Lagi-lagi kudengar seorang perempuan mengaku merasa nyaman bersamaku. Kalau dulu mbak Vina yang membuat pengakuan, sekarang malah kakak perempuanku sendiri yang ngomong. Entahlah, apa sih yang membuat mereka nyaman dariku? Aku juga tak bisa menemukan jawabannya.
***
Sudah seminggu ini mbak Vina kerja. Seminggu itu pula dia tinggal di rumah sebelah. Dia memang mengontrak rumah di sebelah rumah mbak Tika yang dibiarkan kosong oleh pemiliknya. Jadi kami kini bertetangga, meski pada dasarnya tetap saja satu keluarga.
Meski sekarang aku dan mbak Vina jarang bersama tapi aku tetap sering menemaninya tidur di rumah itu. Sampai sekarangpun apa yang kami lakukan ya cuma itu-itu saja. Tak ada yang berubah diantara kami meski kesempatan itu ada. Kami belum pernah sekalipun ngentot meski mbak Vina sering memintaku untuk menuntaskan birahinya. Tentu saja hanya dengan menjilati kemaluannya, tak lebih dari itu.
Pagi itu aku kembali bisa berdua dengan mbak Tika di rumah. Setelah mas Aryo pergi kerja dengan mbak Vina, tentu saja tinggal kami berdua yang ada di rumah. Mbak Tika sudah kembali pada kebiasaannya tidak memakai apapun ketika di dalam rumah. Kuperhatikan memang kakak perempuanku itu semakin cantik dan tubuhnya jadi montok. Menurutku jadi seger banget melihatnya.
Sejak pagi tadi mbak Tika nampak keluar masuk kamar mandi. Sepertinya dia mual karena memang dia hamil muda. Katanya sih itu sudah biasa bagi perempuan yang sedang hamil akan sering muntah. Tapi memang baru hari ini mbak Tika muntah, sebelumnya tak pernah kudapati dia seperti itu.
“Mbakk.. jangan-jangan itu masuk angin? Pake dong bajunya mbak.. jangan terus-terusan bugil begitu” celetukku dari tempat duduk di dapur.
“Gakk.. bukan masuk angin Ngga.. ini karena aku lagi hamil muda kayaknya..” balasnya yang sekarang duduk di depanku.
“Duhh.. gimana nih mbak? Obatnya ada kan?”
“Ada.. udah aku minum tadi, tapi gak berkurang juga rasa mualnya Ngga”
“Gimana ya mbak... apa mungkin mbak Tika ngidam? Pengen apa sih mbak?”
“Entah.. belum tau nih Ngga.. tapi memang aku pengen sesuatu..”
“Apa?” tanyaku ikut bingung juga.
“Ga tau.. pokoknya sesuatu yang kental, gurih, asin gitu deh... tapi apa yah?”
“Hah!? Jangan-jangan itu??”
“Iya..”
Aku dan mbak Tika saling bertatap pandangan. Kami seperti sepakat akan sesuatu yang dimaksud oleh mbak Tika tadi, tapi aku ragu pada apa yang aku pikirkan. Mungkin itu sesuatu yang lain, mungkin itu jenis makanan yang biasa dijual di pasar, atau mungkin minuman jus buah. Hanya saja sepertinya aku dan mbak Tika memang merasakan kebenaran pada dugaan kami.
“Cobain yuk Ngga.. siapa tau cocok”
“Lahh.. ntar kalo masih mual gimana mbak?”
“Ya gapapa... penting kita coba aja dulu”
Mbak Tika bak seekor macan kelaparan mulai mendekatiku dengan buru-buru. Dia lalu jongkok di depanku dan langsung memelorotkan celana pendek yang aku pakai pagi itu. Begitu sudah lepas, langsung saja batang penisku yang masih lemas itu menjuntai di pangkal pahaku.
“Ohhh.. kontol enak nih... hemmmhhppphhh... sluurrppphhh.. ohhh... enaknya” gumam mbak Tika yang sedang menyelomoti batang kemaluanku.
“Mbak.. mas Aryo sudah tau ya kalo kita pernah ngentot?” tanyaku kemudian sambil menyibakkan rambutnya yang jatuh tergerai menutupi wajahnya.
“Emmmhhh... slurrphh.. ahhh.. iya.. dia udah tau kok”
“Lahh.. terus? Marah dong pastinya?”
“Hihihi.. enggak lah... udah mbak atur semuanya Ngga.. emmmhh.. aahh.. sluurrpph”
“Kok bisa sih mbak Tika punya niatan ngentot sama aku? Kan kita ini saudara lho mbak?” pancingku kemudian, aku ingin mengetahui kebenaran semuanya.
“Slurrpphh.. aahh.. eemmmmhh... pphuuaahhh... haahh.. ya pengan aja Ngga”
“Kok cuma pengen aja? Pasti ada alasan lainnya dong...”
“Hihihi.. kamu ini.. justru karena kita ini keluarga makanya mbak mau ngentot sama kamu.. coba pikir aja sikap ibu sama kamu, si Dina juga..”
“Kenapa memangnya?”
“Dari dulu apapun yang dimiliki oleh keluarga kita ya harus dinikmati bersama Ngga.. itu pesan ibu”
“Ma.. ma.. maskudnya apa sih mbak?” aku semakin bingung pada jawaban mbak Tika, tapi beda dengan penisku yang malah tegak mengacung di bawah sana.
“Itu yang disebut kebersamaan Ngga.. apapun yang ada di dalam keluarga harus bisa dibagi rata.. apapun itu”
“Termasuk aku?”
“Iya.. kamu punya kontol kan? Ya udah.. bagi dong sama kita..”
“Duh, masak segampang itu sih mbak? Jangan-jangan.. mas Aryo juga?”
“Hihihi.. iya.. nanti juga kalau Dina punya suami ya akan sama”
“Waduhh..”
“Udah deh kamu jangan banyak tanya... sini entotin mbak Tika dulu”
Kakak perempuanku itu kemudian menungging di atas lantai dapur. Sebenarnya aku masih ragu mau ngentot dengannya mengingat usia kandungannya masih muda. Tapi begitu melihat lobang kemaluan mbak Tika yang sudah merekah dan berlendir itu, mau tak mau akupun mulai mendekatinya.
“Ayo Nggaa.. kamu pasti bisa... aaaahhhhhhhkkkk...”
Clebb.. blessss !!
“Huohhhh.. mbaakkk.. hangat mbakk.. enakkk..” ujarku melenguh merasakan jepitan memek hangat milik mbak Tika.
“Goyang Nggaa.. ayo goyang.. memek mbak udah nyut-nyutan nihh...”
“Iya mbakk.. siapp..”
Dengan gerakan pelan, aku mulai memaju mundurkan pinggulku menabrak bongkahan pantat mbak Tika. Penisku sudah bisa lancar keluar masuk lobang kemaluannya karena memang licin karena lelehan lendir yang sedari tadi merembes keluar. Kupegangi pinggulnya dan kutahan supaya perutnya tidak terlalu berguncang karena gerakanku.
“Aahh.. ahhh...emmmhhhh...aahh.. oohh.. enak Ngga... ahhh.. ahhh..”
“Iya mbak.. hhuhhh... ahh.. pagi-pagi ngentot memang nikmat”
“Hooohh.. terusin Ngga.. puasin mbak Tika.. ahh..”
“Aahh.. iya mbaaakkk.. aahhhh..”
“Uuhhhh.. memek mbak gatel banget dek.. ahhh.. aduhh... aaahh.. mantab nih kontol” ucapan-ucapan vulgar terdengar dari mulut mbak Tika. Rasanya apa yang keluar dari mulutnya itu tak cocok dengan wajahnya yang teduh dan keibuan.
Mbak Tika masih terus menungging di depanku menerima sodokan demi sodokan penisku. Rasanya lobang memek itu semakin melebar dan basah oleh lendir putih yang merembes keluar. Gerakan penisku semakin licin juga, tapi itu malah semakin membuatku merasa nikmat. Legit banget rasa memeknya mbak Tika. Pantas kalau mas Aryo ketagihan ngentot tiap hari.
"Haaaaahhhhhh.... aku keluar Nggaaaa.... aaaaahhhggghhhhhh....!!"
Mbak Tika berteriak lumayan kencang. Tubuhnya menggeliat di depanku dan bergetar membuat pinggulnya bergerak liar. Terus kutahan pinggangnya supaya tidak ambruk ke depan. Memeknya yang menjepit batang penisku kurasakan mengempot dengan cukup kuat. Rasanya penisku yang tertanam dalam liang vaginanya seperti di remas dan di urut dengan kuat. Kalau gak kontrol mungkin aku akan ikut muncrat juga.
“Huhhhh.. aahh.. iiihh.. hhhhuhhh.. hehhhhh.. ahhhh..” desah mbak Tika sambil tubuhnya terus menggeliat dengan liar. Kulihat beberapa saat lamanya dia kejang-kejang tanpa bisa mengendalikan gerakannya sendiri.
“Udah belum mbak?”
“Aaahh.. udah Ngga... ahh.. huhhhh.. enak banget.. aahh.”
“Ganti posisi yuk mbakk.. pasti mbak Tika capek nungging terus” ajakku kemudian.
“Iyahh.. ahh.. bener.. kita gantian Ngga.. tapi sini.. ikut aku”
“Kemana siih?”
“Sini...”
Mbak Tika kemudian berdiri lalu berjalan ke depan pintu belakang rumah. Tanpa ragu dia lalu membuka pintu itu. Seketika itu hembusan angin dari luar langsung menerpa tubuh telanjang kami. Ahh, memang segar kalau bisa telanjang di luar rumah.
“Sini..” mbak Tika kemudian membaringkan dirinya tepat di depan pintu yang terbuka. Dia dengan santainya membiarkan tubuh telanjangnya terpampang bebas dan mungkin bisa dilihat oleh orang yang lewat di tanah kosong belakang rumah.
“Mbak.. yakin?”
“Yakin dong Ngga.. sini... masak takut?”
“Hehee.. gak lahh..”
Dengan posisi kaki kami yang ada di bagian pintu, tentu saja kalau ada orang lewat pasti bisa melihat dengan jelas masuknya batang penisku ke dalam memek mbak Tika. Mungkin tinggal tunggu waktu saja sampai ada orang yang memergoki kami. Tapi dari sepengetahuanku tak ada orang yang pernah aku temui lewat di belakang rumah. Mungkin karena kondisi rumputnya yang tinggi dan takut kalau ada ular disitu.
Cleppp!! Kemaluanku kembali masuk ke dalam lobang memek mbak Tika.
“Huuuhhhh... ahhh... mantabbb.. lanjutin Nggaa..”
“Aahh.. iya mbakk..”
Kutatap sejenak wajah mbak Tika yang terlihat sayu namun tergambar sebuah kepuasan pada dirinya. Kuangkat ke atas kedua pergelangan kakinya, lalu kutekuk hingga kedua dengkulnya nyaris menyentuh dadanya. Aku masih menahan apa yang aku lakukan karena masih terus ingat kalau mbak Tika tengah hamil muda.
Dengan posisi seperti itu, segera kulesakkan batang penisku semakin dalam dan kugenjot dengan kuat dan dalam. Tubuh kakak perempuanku itupun bergoyang-goyang seirama dengan gerakan tusukan penisku pada lobang kemaluannya.
“Aahhhh... iyaa.. iyaa... ittuuuhh.. ahhh.. mantaabbb...’’ mbak Tika kembali menjerit-jerit saat tusukan penisku semakin cepat menghujam liang memeknya.
“Oougghh... memek enak ini.. ahhh..” desahku saat kurasakan empotan memek mbak Tika kembali megurut dan mencengkeram penisku yang bersarang dalam celah kewanitaannya.
Plok.. plok.. plok..!! Suara benturan pangkal pahaku dengan bokongnya terdengar cukup riuh.
Hembusan angin dari luar rumah membuat tubuhku segar kembali. Rasanya keringat yang tadi sudah membasahi tubuhku kini mulai menguap. Namun kenikmatan pada batang penisku tak bisa di bendung dengan hembusan angin itu. Kurasakan mungkin sebentar lagi aku akan ngecrot juga.
"Auugghhh... asik ya dekk.. teruss... hajar lebih kuat Ngga... aduuhh.. nikmaaatt..."
Dalam kondisi pintu terbuka dan kami bisa dilihat dari luar, mbak Tika malah terus melenguh dan menjerit-jerit. Untung saja tetanggaku kalau pagi begini tak ada yang di rumah. kalau mereka ada pastinya suara jeritan mbak Tika bisa mereka dengar.
"Ay Ngga... terus... entotin mbak Tika dekk... entotin lobang memek mbak Tika.. Uhhh.. terusss..”
Hanya beberapa menit setelah itu, pecahlah jeritan cukup keras, yang membuatku sedikit kawatir kalau itu akan terdengar oleh orang lain yang berada di luar rumah. Tentu saja aku tak ingin orang lain mengetahui hubungan terlarang kami ini.
"Hhaaaaaaaagghhhhhhhhh.... aku nyampeeee!!"
Crrr... crrrr... crrr... crr..... critt..
Dari celah memek mbak Tika keluar cairan yang banyak sekali. Cairan bening bercampur dengan cairan putih kental. Kembali tubuhnya bergetar hebat dan mengejang tak tentu arah. Dia juga sempat menghentakkan perutnya naik turun, aku malah khawatir pada kondisi kandungannya.
“Mbakk.. ahh.. tunggu.. ahhh.. bentar.. ini... inii..”
“Cabut Nggaa... cabuttt..”
Aku langsung mundur sedikit untuk mencabut penisku dari jepitan memek mbak Tika. Dia kemudian memburu penisku dengan mulutnya. Happ.. ditangkaplah penisku dan dikulumnya dengan rakus. Penisku yang berkedut-kedut itu semakin terasa mau meledak rasanya. Aku biarkan saja apa yang akan terjadi biarlah terjadi.
“Huaaahhhh.. mbaaaakkkk... enaaakk...”
Crott.. crooott... crooott.. crott...
“Eeemmhhpphh.. euummmhphh.. glek... glekkk.. glekk.. slurrrphh.. aahh..”
“Huaahh.. mbak Tika.. ahhh.. ngen.. tooootttt..”
Aku melenguh kencang mengiringi menyemburnya spermaku ke dalam kerongkongan mbak Tika. Rasanya penisku seperti di peras supaya semua isinya keluar. Tubuhku menggigil dan bergetar akibat rasa geli, ngilu dan nikmat bercampur jadi satu saat kusemburkan spermaku dan langsung di telan oleh mbak Tika.
“Sluurrrpphhh.. emm.. pppuuuahhhh... Ahh.. enak banget Ngga peju kamu.. guriihh banget...”
“Aahhh.. iya mbak.. huhhh.. memang mbak Tika lagi ngidam peju.. makanya binal banget..”
“Hihihi.. iya ga tau juga Ngga.. hawanya emang pengen ngentot terus sihh”
“Sudah ya mbak.. aku tutup pintunya lagi, ntar malah ada yang ngelihat beneran”
“Iyaa.. udah, yuk kita mandi dek.. udah lama aku gak mandiin kamu”
“Hehehe.. iya siih mbak.. ada mas Aryo soalnya”
“Ntar deh mbak bikin mas Aryo melihat kita berdua mandi tapi gak marah, pasti seru tuh Ngga..”
“Duh, mbak Tika ini kok jadi makin berani yah sekarang”
“Gapapa.. kita buat semuanya bisa saling ngentot Ngga, hihihi..” ujar mbak Tika tertawa bahagia. Aku jadi aneh saja melihat perubahan pada diri kakakku itu.
“Dah, yuk kita mandi”
0 Komentar