JANDA DESA PART 30



(#) Huff faaahhhh… tuntas sudah sesi pertama permainan seks segitiga yang telah seminggu ini kami rencanakan, baru sesi pertama lho… hehehe…




Seketika sesi itu berakhir, aku adalah orang pertama yang paling mersakan perut keroncongan, karena sejak pagi belum sebutirpun makanan yang masuk ke perutku, dari subuh sebelum berangkat kesini aku memang tak sempat sarapan, meski menyuapi Budi pagi tadi, aku sendiri lupa makan, saking nafsunya pengen buru-buru main bertiga itu.




Jadilah aku yang pertama menuju meja makan yang tak jauh dari tempat kami bersenggama di ruang tengah villa yang luas dan berkolam renang ini. Tak kupedulikan Budi dan Hesti yang rupanya masih saling cium dan saling belai di tempat tidur samping kolam itu, dari meja makan, sambil menyantap hidangan berupa seafood yang lezat kupandangi anak angkatku meneteki susu Hesti, sahabatku yang juga dosennya itu.




Aku makan dengan lahap, sembari menikmati pemandangan mereka yang mulai saling pagut bibir, Hesti sudah menggenggam kontol Budi yang tak cukup ia lingkari dengan telapak tangannya, berusaha mengocok kontol yang mulai bangun lagi dan tegang itu, sementara Budi anakku asik menetek di susu kanan Hesti.






“Heeessssss!” panggilku…


“Yaaaahhh,” meski tak menoleh ia menyahut…


“Kgak laper lu?” tanyaku lagi


“Gak ah, gue sarapan banyak tadi pagi…” jawabnya lalu lanjut mengocok kontol Budi sembari membelai kepala anakku yang sedang meneteki susunya.






Beberapa potong udang windu dimasak dengan saus tiram sudah habis kusantap. Ingin juga sih aku segera bergabung dengan mereka, tapi selangkanganku rasanya masih kesemutan gegara ngentot sejak tadi malam sampai yang barusan. Tak kuingat berapa kali sudah aku orgasme dibuatnya, mungkin pagi ini saja sejak berangkat dari rumah tadi sudah 10 kali aku ngecrot didalam rahimku akibat hantaman kontol Budi yang bertubi-tubi dan teramat lezatnya.




Aah, kini Budi bersandar di dinding atas tempat tidur berbahan jati kokoh itu, dengan santainya ia menikmati service emutan mulut Hesti di kontolnya yang sudah sangat keras dan tegak. Beberapa saat kemudian Budi pindah duduk di sofa panjang, masih dekat kolam renang itu, kakinya mengangkang dan menjuntai kebawah, sementara Hesti bersimbah didepannya dan masih saja belum puas mengulum dan mengocok kontol Budi.






“Hooohhh ayo terus tante sedottt yang kerasss oooohhh…” desah Budi keenakan.






Mulut Hesti tampak sekali tak cukup untuk menampung separuh saja penis besar itu. Beberapa saat kemudian, mungkin Hesti tak tahan ingin segera dientot.




Budi masih tetap diposisi yang sama, duduk berselonjor dengan kaki mengangkang kearah bawah, Hesti lalu berdiri setengah membungkuk membelakangi Budi dan dengan pelan ia mengarahkan pantatnya menuju persis didepan kontol besar dan panjang milik Budi yang sudah tegang tampak keras sekali.




Blessss dan Hesti pun mulai mendesah kerasss






“Aaaahhhhh yessssss duuuhhh enaknyaaaahhhhh,” desah Hesti sambil memaju mundurkan badannya di depan Budi yang duduk santai dibelakangnya, sesekali ditamparnya pantat semok dosen akuntansinya itu.


“Iyyaaah Tanteee ooohhhh ayyooohhh tanteee ooouuhhh memek tante jepit tanteeee ennaaaakkkkkk” jerit Budi tak kalah seru.






Segelas susu dan sepiring irisan buah pencuci mulut sudah habis dihadapanku. Aku melangkah ke wastafel sambil terus melirik permainan anak angkatku dan Hesti. Kusikat gigi untuk menghilangkan bau makanan di mulut, lalu dengan segera setelah itu dengan tak sabar pula aku bergabung mendekati mereka. Memekku berasa cenat cenut tak tahan menyaksikan ekspresi wajah Hesti yang seperti orang gila menghempas hempas keras pantatnya kearah kontol Budi.




“Stop sebentar sayang… ibu mau ikutan, boleh?” tanyaku menyela keasikan mereka.


“Boleh dong ibuku sayang…” kata Budi sambil menahan laju pantat Hesti.




Posisi mereka masih tetap, Hesti setengah berdiri membungkuk kedepan, membelakangi Budi dengan memek yang masih tertancap oleh kontol anakku. Kuminta Budi bersandar di sandaran sofa, otomatis posisi nya jadi agak berbaring dengan kepala menghadap atas. Lalu aku naik ke sofa besar itu dan mengangkang tepat diatas kepala Budi, ia mengerti lalu memegang pinggulku dan menarik sedikit kebawah untuk memposisikan vaginaku menghadap persis ke mulutnya.




Budi langsung menyambar dan menyedot bibir memekku, aku mendesah, Hesti pun mulai lagi bergoyang maju mundur mengeluar masukkan kontol Budi dari arah belakang tubuhnya.




Tanganku bertumpu di dinding belakang sofa, sementara dari posisi ini tampak jelas Budi dengan antusias menjilat dan menyedoti memekku. Kutoleh ke belakang bawah, Hesti tak kalah seru maju mundur mengentotkan kontol Budi dalam memeknya.




“Aaaaaaahhhhh yessss aaaahhhh yesss yeeesss yesss yeesss oouhhh Budiiiihhhhh tante sebentar lagiiiiih keluaaarrrrrrr” teriak Hesti.


“Ayo tante keluarin yang banyak tante ayooohhh ooouuhhhh yesss”


“Ooouuuhhhh Budiiihhhh sedot memek ibbuuhhhhh buuuddddd,” teriakku tak kalah seru menikmati mulut Budi yang mempermainkan clitorisku.






Tak lama kemudian Hesti pun ambruk, orgasme yg entah keberapa belas kali itu membuatnya menggelosor ke bawah dan langsung terduduk di karpet tebal disana. Tapi Hesti tak serta merta lemas terkapar, masih dengan terduduk di karpet tebal itu ia membalik arah jadi tepat menghadap kontol Budi yang belepotan lendir memek hasil siraman banjir orgasmenya tadi.




Tak kubiarkan Budi beristirahat, segera kulepaskan vaginaku dari pagutan mulutnya dan menurunkan pinggangku jadi menunggangi pangkal pahanya. Ia paham, seketika diraihnya pinggulku, lalu saat tanganku sudah mengarahkan kontolnya kedepan memekku, Budi mengangkat pinggulnya dan blessss! Kontolnya menerobos memekku yang sudah becek itu dengan lancar!




Akupun mulai bergoyang menaik turunkan pantat menuntun kontol besar anakku menusuk-nusuk relung kewanitaanku yang tak jemu-jemunya dientot.






“Iyyaah iyyaah iyyaahh iyyahhh iyyahh oouuhhh ooowww ooohh” hanya itu yang mampu terucap dari mulutku menikmati keluar masuknya kontol Budi.






Kuteruskan entotantu sampai kira-kira 5 menit saja kemudian aku orgasme lagi! Mungkin kelewat nafsuan gara-gara menyaksikan Budi mengentoti Hesti saat aku makan tadi.




Kutekan keras pantatku agar kontol Budi makin melesak ke dasar vaginaku. Kutarik rambut dan menekan kepalanya agar ia semakin kuat menghisap puting susuku.




Disaat puncak orgasme seperti ini Budi memang sudah hafal benar kalau aku selalu ingin ia menyedot keras puting susu kiriku. Dengan begitu, orgasmeku jadi benar-benar maksimal!




“Haaaahhhhhhhhh yessssssss ibu kelluaaarrrrrrrr” teriakku mengakhirinya.




Budi tersenyum puas beberapa saat setelah menyaksikan aku muncrat, lendirku sampai terasa meleleh keluar memekku dan mengalir lewat pahaku kebawah. Aku menyingkir kesampingnya dan terduduk bersandar di sofa, lalu kucium bibir Budi dengan masih nafsu yang tersisa.






“Mau lanjut Bu?” tawarnya lagi, karena jelas kontolnya masih “belum apa-apa”.


“Tapi kamu belum makan, ibu ambilin ya?” tanyaku.


“Boleh, kalau ibu gak cape…”


“Gak say, ibu harus puasin kamu sekarang…” jawabku kemudian melangkah ke meja dan mengambil makanan untuk kusuapi pada Budi.




Hesti mengikutiku dari belakang, ia juga ingin makan rupanya, tapi hanya mengambil beberapa potong buah segar yang ia taruh diatas piring.




“Gimana rasa lendir memek gue tadi say?” tanyaku pada Hesti saat kami berjalan sambil berpelukan menuju meja makan.


“Enak, rada asin dikit, memek lu bentuknya bagus, kgak gelambir kayak memek gue…”


“Hmmm itu karena lu lebih sering ngelahirin bayi, lagian gue kan selalu operasi cesar, makanya memek gue utuh… hihihi… anyway, kata si Budi memek lu lebih njepit dari memek gue, artinya gak penting bagian luar memek lu bergelambir gitu, yang penting dalemnya masih oke sempit!” aku memuji memek Hesti yang memang diakui Budi lebih sempit dibanding memekku.


“Hahahah, tapi memek gue nggak bisa cenat cenut empot empot ayam kek memek lu Sis, itu juga kata Budi, memek lu tuh luar biasanya bisa empot-empot kek pantat ayam yang cenut cenut seperti ngeremes kontol yang lagi dijepit hehehe…”








Kami saling tertawa, Hesti menyempatkan menyedot pentil payudaraku gara-gara ia gemes melihat ukuran buah dadaku yang sangat disukai Budi itu.




Kami berdua kembali kearah Budi dan langsung menduduki pangkal pahanya seperti posisi senggama kami tadi. Budi mengarahkan kontolnya, setelah tepat, aku menurunkan pantat, kontol Budi masuk dan aku duduk, tidak goyang seperti lagi ngentot, tapi “merendam” kontol Budi dalam memekku.




Dengan posisi ini, aku leluasa menyuapi Budi makanannya, sesekali kugerakkan pinggulku untuk menjaga ketegangan kontol Budi, sementara tangannya sibuk membelai dan meremas susu besarku, kadang juga memelintir puting-puting susuku yang sensitif sekali.




Jadi dalam setiap kali suapan makanan ke mulut Budi aku menggoyang atau naik turunkan memekku satu kali juga. Di waktu yang sama dengan goyangan itu, Budi mengimbangi dengan cara memelintir puting susuku. Hesti tampak geleng-geleng dengan tingkah kami…






“Damn! Gue gak pernah bayangin lu bedua bisa sehebat gini mainnya… ide darimana Sis?” Katanya sambil mengunyah buah-buahan.


“Pokoknya lu nikmatin aja…” jawabku sekenanya. Sambil menahan gelinya kontol Budi yang mengganjal dalam memekku, serta remasan tangannya pada buah dadaku.






Seketika Hesti pindah duduk disamping Budi, diciumnya pipi anakku itu sambil sesekali ikut memainkan payudara besarku yang diremas-remas Budi, Hesti malah mengulum puting susuku, awalnya sih lembut, agak kencang, semakin kencang dan menyedot keras hingga aku histeris keenakan.






“Oouufffff… enaaaakkhh Hess… terusiiinnnnn,” desahku sambil terus menyuapi makanan pada Budi.




Tangan anak itu pun kini jadi punya kegiatan lain, meremas dan membelai susuku dan susu Hesti.




“Sampai kapanpun Budi gak akan bosan sama memek dan susu ibu berdua…” katanya di sela-sela mengunyah makanan yang kusuapi.


“Makasih Bud, tante bener-bener ngerasa ini sorga! Puas puas puas super puas ama kontol kamu, main kamu, gak nyangka tante bakal dapat rejeki kontol segede ini, main sekuat ini, ihhhhh” ungkap Hesti memujinya. Sesaat kemudian, Hesti meraih tangan Budi yang tadinya membelai susuku itu dan menariknya kearah selangkangannya yang belum lagi kering dari lendir orgasmenya.






Mendengar pengakuan tulus Hesti, akupun merasa bahagia, karena saat ini sudah berhasil membahagiakan sahabat sejatiku, yang benar-benar kuanggap sebagai saudara kandungku itu.




Hesti yang dulunya menyimpan masalah berat akibat tak dapat menyalurkan kebutuhan biologisnya kini sudah bisa tersenyum bahagia, ia kuberi kebebasan ‘memakai’ Budi kapanpun ia mau.




Bagiku, membahagiakan Hesti juga adalah hal terpenting dalam hidupku, karena tanpa sahabatku ini mungkin aku takkan pernah sadar selama puluhan tahun dipermainkan oleh mantan suamiku. Tak hanya itu, Hesti juga sangat berperan dalam membantu aku mendidik anak-anakku hingga tumbuh jadi anak-anak yang cerdas, tentu karena Hesti adalah seorang pendidik.

Posting Komentar

0 Komentar