Sampai tiba-tiba dia melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam lewat. Carla mencegat mobil itu agar berhenti. “Stop!! Stopp!! Gue butuh tumpangan! Anterin gue ke mobil gue! Gue mohon! Ada orang yang lagi ngikutin guee! Parkiran mobil gue jauuhh!”
Pengemudi mobil itu membuka kaca setengah, dan mempersilahkan Carla untuk
masuk ke jok belakang. Carla dengan tergesa langsung masuk ke dalam mobil. Dan ketika dia masuk. Dia langsung tersentak kaget, melihat pria yang wajahnya mirip dengan dirinya.
“Haloo... Carlaa. Baru pulang kuliah yaa? Tenang, kamu gak bakal diikutin lagi kok. Nak, ayoo jalan. Kita keluar parkiran dan berkeliling.”
Carla terdiam dengan raut wajah yang benar-benar kaget bukan main. Matanya terbelalak, tubuhnya terpaku seolah tak percaya.
“Ka—Kamu siapaa? Kenapa wajahmu sangat mirip denganku! Aku salah masuk mobil! Seharusnya aku gak masuk mobil ini! Turunin akuu! Pintunya udah dikunci lagi! Turunin akuu! Turuniin
akuu!!” jerit Carla yang berusaha berontak turun dari mobil itu.
Alvin pun dengan cepat dia memasangkan gelang elektromagnetik di tangan kanan Carla. Dan seketika Carla merasa tersetrum hebat. “Arrrggghhh!!! Sakiittt! Arrgghhhh!!” Dan hanya dalam hitungan 5 detik, Carla
langsung terlihat tenang. Meski dia sangat ketakutan.
Alvin tertawa cekikikan melihat Carla yang bertingkah begitu panik di hadapannya. “Kalo kamu bergerak terlalu kuat, gelang itu akan terus menyetrum kamu. Dan gelang itu juga akan mematikan sensor jaringan sinyal dan wifi di seluruh gadget kamu. Santai aja ya.”
“Ayah menangkap Kak Carla udah kaya lagi nangkep kambing aja. Hahaha...” Natan menertawai kakaknya itu, yang menurut dia Carla terlalu bodoh dan ceroboh. Sedangkan Carla saat itu sudah putus asa. Dia dengan mudahnya tertangkap dalam hitungan detik.
“Bahkan kambing saja jauh lebih pintar dari kakakmu,
Nak. Yaa, salam kenal. Namaku Alvin Reynaldi, aku adalah ayah kandungmu. Aku tau kamu sudah tau kalo aku adalah papamu. Semua sudah diantisipasi dengan sebaik mungkin,” ucap Alvin ke Carla.
Carla terlihat begitu marah, dia bahkan sampai menangis berusaha melepaskan gelang itu. “Aku bahkan gak pernah ingin bertemu sama kamuu!
Kamu seorang pembunuh! Orang yang jahat! Tidak bertanggung jawab! Seorang fuckboy yang bajingan di masa lalu!”
Alvin pun bertepuk tangan karena perkataan Carla semuanya benar. “Iyaa ternyata kamu benar-benar mengenal ayah kandungmu yaa. Aku sering membunuh orang. Karena itu adalah
kewajibanku. Aku jahat? Yaa memang iyaa, aku seorang kartel dan penguasa di sini.”
Carla pun saat itu menangis, karena dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. “Kenapa kamu menemuiku sekarang! Apa kah aku masih dianggap seorang anak olehmu! Kamu bahkan gak pernah menemuiku! Tidak
membesarkan aku! Aku gak mengenal kamu!”
“Karena istriku ingin kamu kembali. Dan aku gak mungkin bisa menolak permintaan istriku. Dia adalah wanita yang paling aku takuti di muka bumi. Iyaa mungkin sebentar lagi kamu akan jadi wanita kedua yang paling aku takuti,” jawab Alvin mengatakan alasannya.
Saat itu Carla memperhatikan wajah Alvin, dan di balik amarahnya yang membara. Dia perlahan jatuh cinta dengan ketampanan Alvin. Dia tau bahwa Alvin adalah ayahnya. Namun dia belum pernah melihat pria setampan ayahnya. Ayahnya adalah pria idamannya.
Setidaknya dalam imajinasi terliarnya, dia sangat ingin
memiliki suami seperti Alvin. Dan juga Alvin sosok yang amat sangat tenang, amat bisa mengendalikan emosinya. Meski Carla mengamuk habis-habisan di dalam mobil. Sementara Alvin, sangat membenci Carla.
Karena wajah Carla sangat mirip dengan Martha, ibu tirinya. Di mana tiga wanita yang paling dia cintai,
semuanya ada di dalam diri Carla. Itu lah yang membuat Alvin tidak mau mencari anaknya. Karena tidak mau repot, dia juga tidak mau sejarah terulang lagi.
Epilog 3
Alvin dengan mudahnya membawa Carla ke rumahnya. Gelang elektromagnetik yang dipasang di tangan Carla, membuat Carla tak bisa pergi
ke mana pun. Dia juga tak bisa menghubungi Yudha, ayah tirinya. Karena semua gadget yang dia pegang tak akan bersinyal.
Baik sinyal wifi atau pun sinyal jaringan seluler, jika sudah bersentuhan langsung dengan Carla maka tak akan bekerja lagi. Dan jika Carla bergerak terlalu cepat dan kuat, maka gelang itu juga
akan menyetrum tubuhnya. Carla tidak akan bisa pergi ke mana pun.
Sesampainya di rumah, Carla dan Gabriel sudah menunggu kedatangan Carla. Alvin keluar dari mobilnya, dan di garasi Carla dikawal oleh tiga orang bodyguard. Dan digiring masuk ke dalam rumah. Calista saat itu
menemui Carla di teras, dan menyambut Carla.
“Selamat datang, sayaang. Di rumah keluarga kandung kamu. Di tempat di mana harusnya kamu berada. Mama sudah menyiapkan makanan yang banyak dan enak untuk kamu,” ucap Calista yang mengulurkan tangannya kepada Carla. Namun Carla yang kesal.
Tidak bersedia menerima uluran tangan ibu angkatnya itu. Dia hanya terdiam dengan sorot mata yang memerah. Natan yang melihat ibunya diperlakukan tidak baik oleh Carla. Dia langsung berjalan cepat mendekati Carla. Dan mencengkram dagu Carla kuat.
“Apa si bajingan itu tidak pernah mengajarkanmu sopan santun!! Mana rasa hormatmu kepada orang tua!” sergah Natan yang sangat mencintai ibunya. Namun Calista saat itu berusaha melerai mereka. Calista tidak ingin Natan berkonflik dengan kakaknya itu.
“Sudah, sayaang. Mungkin dia masih belum terbiasa berada di sini. Mari masuk ke rumah kami. Kamu akan diperlakukan jauh lebih baik dari pada di sana,” jawab Calista, dia merangkul Carla dan membawa Carla masuk ke dalam rumah besar mereka. Carla pun diam.
Dia saat itu agak terkejut, karena melihat orang-orang
yang wajahnya sangat mirip dengan dirinya. Alvin, Natan, Calista, dan Gabriel. Mereka berempat punya wajah yang mirip dengan Carla. Dan Carla masih belum bisa menerima, kehadiran keluarga barunya saat itu.
Carla pun diajak ke ruang makan, dan mereka makan siang bersama di meja besar itu. Carla duduk dan dia tidak
mau memakan apapun. Alvin sama sekali tak menunjukkan belas kasihan. “Kamu gak mau makan? Habis ini kamu akan diminta urus kerjaan rumah.”
Mendengar perkataan Alvin, Carla merasa tak terima dan menjawab. “Di keluargaku, aku gak pernah diminta untuk melakukan tugas rumah! Aku diperlakukan dengan baik!
Aku diperlakukan seperti ratu oleh mereka! Bagaimana mungkin kalian ingin jadiin aku babu!”
“Itu lah mengapa kamu menjadi sampah, Carla. Karena kamu gak pernah menerima didikan untuk menjadi seorang manusia. Kamu di sini adalah seorang anak. Dan kamu akan disikapi sebagai seorang anak,” tegas
Alvin yang membuat Carla tersentak kaget saat itu.
“Beraninyaa! Ayah seperti apa yang menyebut anaknya sendiri sampah! Ayah tiriku gak pernah mengatakan hal seburuk itu kepadaku! Dengan perlakuan yang seperti ini. Kamu ingin aku tinggal bersama kalian!!” tanya Carla sambil
menggebrak meja makan amat keras.
Namun tak lama, gelang itu kembali menyetrum Carla dengan sangat kuat. Hingga Alvin pun menertawai Carla. “Orang tua yang baik, akan mendidik sang anak untuk menjadi mandiri dan kuat. Akan membuat anaknya bisa berdiri di situasi apapun dengan kakinya.”
Calista melihat Alvin saat itu sudah berlebihan kepada Carla. Dan dia berusaha menghentikannya. “Sayaang, mungkin kita bisa sedikit lebih lembut kepada Carla. Apa lagi dia baru sampai di sini. Baru pertama kalinya juga dia bertemu dengan kita berempat kan.”
“Dia lemah! Namun penuh keangkuhan! Dia merasa
dirinya adalah segalanya. Tanpa dia tau bahwa dirinya bukan apa-apa. Dia hanya akan jadi beban orang lain jika tak punya siapa-siapa,” jawab Alvin yang merasa marah. Karena Carla memiliki mental yang gagal.
“Sejak kapan cuci piring adalah pekerjaan babu? Meski di sini ada tiga orang pembantu. Kami berdua
selalu mengurus diri kami sendiri. Mencuci baju sendiri, cuci piring bekas makan sendiri. Itu ilmu dasar untuk bertahan hidup,” timpal Natan menertawai Carla.
Gabriel pun memberikan pendapatnya juga saat itu. “Papa memang sosok yang keras. Kami juga kesulitan awalnya, namun setelah beranjak dewasa. Kami
paham bahwa Papa hanya gak ingin kami menjadi beban orang. Kak Carla harus mulai belajar dari awal.”
Carla tak mendengarkan perkataan mereka. Dan dia tetap tidak makan pada siang itu. Alvin pun memperingati Carla. “Di sini setiap makan sudah ada jadwalnya masing masing. Kamu gak akan diberikan makan lagi sampai
nanti malam. Ini demi makan teratur.”
“Gak apa-apa, sayaang. Kalo kamu memang gak mau makan. Mungkin kamu memang belum terbiasa di sini. Mama akan membimbing kamu sampai kamu terbiasa,” jawab Calista sambil memeluk Carla yang menangis. Setelahnya Carla dipindahkan ke kamar.
Dan Alvin pun menuju ke kantor polisi siang itu, dia bertemu dengan para petinggi kepolisian yang merupakan sahabat dan rekan bisnisnya. Dan dia membuat laporan kepolisian atas dasar penculikan anak atas nama Yudha Sardhana. Alvin sudah ada rencana.
“Saya sudah mengambil sampel rambut anak saya. Bukti kesamaan DNA untuk di sidang pengadilan sedang diproses. Yaa, mohon dibantu untuk tangkap orang ini. Kalo bisa hari ini sudah bisa diselesaikan,” ucap Alvin kepada Pak Yudho. Salah satu rekan bisnisnya.
Pak Yudho pun mengambil foto Yudha beserta foto copy berkas laporan kepolisian dari Alvin. “Ohh, gampang ini sih.
Buat Pak Alvin apa sih yang enggak? Hahaha... Kita sudah jadi teman lama. Nanti malam kami jamin orang ini sudah tertangkap. Semua akan beres.”
Alvin tertawa sambil minum kopi bersama tiga orang petinggi polisi saat itu. “Bulan depan, setoran ke kalian akan saya gedein hahaha. Asal semua urusan yang saya
butuhkan bisa dibereskan sama kalian. Pasti akan ada timbal balik yang setimpal untuk kalian, haha.”
***
Sementara itu di sebuah rumah, yang berjarak 25 km dari rumah Alvin. Yudha duduk di sebuah sofa sambil berusaha menghubungi anak tirinya itu, Carla. “Udah jam 5 sore, Carla masih belum
pulang juga? Nomornya gak bisa dihubungin. Posisi terakhir dia di kampus.”
Yudha merasa khawatir, karena Carla tak pernah pulang kuliah sesore ini kecuali sudah pamitan sebelumnya. Namun Carla sore itu sama sekali gak ada kabar. Di tengah kegalauan dan kerisauan Yudha. Ayah
kandung Yudha, saat itu juga menanyai kabar Carla.
Dia duduk di sebelah Yudha dan bertanya kepada anak tercintanya itu. “Carla mana? Udah sore belum pulang? Apa kita samperin aja ke kampusnya? Takutnya dia ada apa-apa di luar.” Kakek tirinya Carla itu sebenarnya juga menunggu Carla pulang untuk minta jatah.
“Iyaa nih, kayanya aku mau nyamperin Carla ke kampusnya. Takutnya ada apa-apa. Papa mau ikut? Apa mau nunggu di rumah aja?” tanya Yudha yang semakin merasa cemas. Ditambah memang jam 4 sore, adalah jadwal di mana Carla melayani nafsu mereka berdua.
Epilog 4
Dua jam berselang setelah menunggu kepulangan Carla. Yudha dan ayahnya pun memutuskan untuk menuju ke kampus sang anak tirinya. Sesampainya di sana, dia melihat mobil Carla masih terparkir sendirian di sisi paling pojok. Yudha merasa sangat kebingungan.
Pikirannya bergerak kemana- mana tak bisa diam kala itu.
Dia mencoba memeriksa mobil Carla, namun Carla tidak berada di dalam mobilnya. “Carla gak ada di mobil. Terakhir dia kelacak ada di sini. Setelahnya hpnya gak nunjukin sinyal keberadaan dia ada di mana.”
Ayahnya Yudha pun sudah berpikiran buruk saat itu. Pria berusia 65 tahun itu sudah tau apa yang terjadi.
“Kemungkinan Carla dijemput sama keluarga kandungnya. Setelah kematian kedua orang tua Imada. Kita jadi gak punya akses lagi tentang keluarga Calista.”
“Salah kita membunuh mereka waktu mereka ingin mengambil Carla dari kita. Mungkin sebaiknya kita lapor polisi untuk pencarian orang hilang,” jawab Yudha yang
merasa tidak tau berbuat apa. Dengan polosnya dia berpikir untuk melapor ke kantor polisi.
Akhirnya mereka mendatangi kantor polisi malam itu. Di
mana
mereka
sudah
kepolisian. Dan ketika mereka baru selesai membuat laporan pencarian orang.
malam itu ketahui,
tanpa mereka buronan
menjadi
Mereka berdua langsung diborgol dan ditahan saat itu.
“Gak perlu repot-repot kami nyari kalian ternyata. Tim kami sudah datang ke rumah Bapak untuk melakukan penangkapan. Malah Bapak dengan sendirinya datang ke sini hahaha,” tawa anggota polisi itu. Sembari memborgol tangan Yudha dan ayah kandungnya.
Sambil dibantu empat orang teman sesama anggota kepolisian. Mereka berdua pun digiring menuju ke sel tahanan. “Ini kenapa saya ditangkap, Pak! Salah saya apa, ngapain kalian borgol tangan saya! Saya di sini ingin melaporkan pencarian anak saya yang hilang!”
Salah satu petugas kepolisian yang menggiring mereka
berdua pun menjawab. “Salah kamu apa? Bapak terlibat kasus penculikan anak dan kasus pelecehan anak di bawah umur! Barusan bapak kandung dari korban melapor! Kami diminta tangkap kamu hari ini!”
“Dugaan pelecehan anak di bawah umur? Dugaan macam apa itu! Mana mungkin kami sebagai orang tua melakukan
hal seperti itu! Lagi pula anak yang kami cari adalah anak yang lahir dalam pernikahan anak saya!” sergah ayahnya Yudha yang masih coba mengelak.
“Kami punya videonya, yang diambil dari handphone korban. Mau kami tunjukkan? Nanti buktinya kami tunjukin depan muka kalian langsung! Tapi untuk sekarang kalian
masuk sel tahanan dulu!” jawab petugas kepolisian yang lain. Mereka memenjarakan Yudha.
***
Sementara itu di rumah Alvin, Carla saat itu ditemani Gabriel. Gabriel ditugaskan oleh orang tuanya untuk mencoba akrab dengan kakak tertuanya itu. “Kak Carla? Mau sampai kapan terdiam
merenung di kamar kaya gitu? Udah 8 jam berlalu, masih gitu aja.”
Carla menatap tajam Gabriel saat itu. Dia masih berpikiran untuk mencoba kabur dari rumah besar itu. “Sampai aku keluar dari sini. Tempat ini bukan rumahku! Aku punya keluargaku sendiri yang selalu mencintaiku! Sampai kapan
pun, aku gak akan bisa terima!”
“Iyaa kah? Tapi ayah tirimu itu baru saja ditangkap 1 jam yang lalu. Papa melaporkan ayah tirimu ke kepolisian. Dan ayah dan kakek tirimu sekarang sudah ditahan di rutan. Kamu udah gak bisa pulang,” jawab Gabriel yang menerima informasi itu dari bodyguard papanya.
“Ditangkap? Memangnya ayahku salah apa! Kenapa sampai dilaporkan ke kepolisian! Mereka gak melakukan kesalahan apapun! Aku sudah hidup bahagia bersama mereka! Tapi kenapa kalian merusak kebahagiaan itu!” sergah Carla yang mulai meneteskan air matanya.
Gabriel pun duduk di kasur, tempat Carla menangis
sesenggukan mengetahui nasib ayah tirinya. “Iyaa jelas salah, kamu dibawa kabur sejak kamu lahir. Dan terbukti jelas bahwa kamu anak kandung papa. Apa lagi mereka melakukan pelecehan sejak kamu remaja.”
Carla langsung membantah perkataan Gabriel habis- habisan. “Aku sebagai anak mereka gak pernah merasa
dilecehkan! Aku melayani mereka dengan tulus! Kami sama sama saling menikmati! Dan aku mencintai ayah tiriku! Tahun depan kami akan menikah!”
“Iyaa gak seharusnya seorang ayah melakukan hal seperti itu kan? Menjadikan anaknya budak pemuas nafsu. Kamu tak lebih dipandang sebagai pelampiasan hasrat mereka.
Yang dibesarkan dan dipelihara,” jawab Gabriel. Dan perkataan itu menusuk Carla.
“Aku diperlakukan seperti itu karena mereka mencintaiku! Setiap cinta pasti selalu diiringi dengan nafsu! Semakin seseorang mencintaimu. Semakin dia akan bernafsu sama kamu! Itu konsep kasih sayang dan
cinta yang sebenarnya!” sergah Carla kepada Gabriel.
Dan Gabriel pun tertawa mendengar perkataan Carla. “Bahkan cinta seorang suami kepada istrinya gak memiliki konsep seperti itu. Apa lagi cinta orang tua kepada anak. Mana mungkin bisa ada nafsu di dalamnya? Aku kecewa punya kakak yang otaknya sebodoh ini.”
Gabriel pun melanjutkan perkataannya. “Papaku tidak pernah menyentuhku sekali pun. Begitu juga mamaku, gak pernah menyentuh Kak Natan. Orang tua yang bener mana mungkin bisa punya nafsu sama anaknya? Kamu gak bisa kah pake otak kamu sedikit aja?”
Setelah perdebatan panjang mereka, Calista pun datang
membawa makanan masuk ke dalam kamar Carla. Meski Calista tau, dia akan dimarahi oleh suaminya jika melakukan hal seperti itu. Carla, Natan, dan Gabriel. Mereka bertiga memiliki sifat yang sama persis.
Punya karakter yang keras kepala, pendirian yang sangat kuat, dan sulit untuk dirubah oleh orang lain. Namun
Calista yang sudah berpengalaman menghadapi tiga Alvin sekaligus. Dia paham bagaimana caranya memperlakukan Carla, yang dianggap Alvin ke-4.
“Carlaa? Ini Mama bawakan makanan untuk makan malam kamu. Mama tau kamu pasti sangat lapar yaa. Seharusnya memang gak boleh makan malam dibawa
ke kamar. Karena aturan di sini sangat lah ketat. Tapi untuk kamu gak masalah,” ucap Calista saat itu.
Carla yang memang sangat kelaparan, karena sudah 12 jam tak makan. Dia pun akhirnya menyantap makanan itu dengan sangat lahap. Terakhir dia makan sekitar jam 8 pagi sebelum berangkat kuliah. Egonya
untuk menahan rasa laparnya mulai turun perlahan.
Dia sangat paham, untuk bisa kabur dari rumah itu dia membutuhkan tenaga yang besar. Mengingat rumah di mana dia berada saat ini. Memiliki pertahanan yang sangat tinggi. Saking laparnya, Carla menghabiskan makanan itu hanya dalam 3 menit saja saat itu.
“Makasih banyak sudah memberi aku makan. Meski ini bukan berarti aku bisa menerima kalian. Lagi pula aku bukan sepenuhnya keluarga kandung kalian. Ibu kandungku sudah wafat. Dan hanya tersisa seorang ayah yang gak bertanggung jawab!” sergah Carla.
Calista pun merangkul Carla, dan dia meminta maaf atas
segala hal yang terjadi. “Mama minta maaf yaa. Atas segala kejadian yang sudah kamu lalui. Papa kamu memang sosok yang keras. Dan ada banyak kejadian yang membuat kami sulit untuk bawa kamu.”
Epilog 5
Alvin menarik nafas panjang, duduk di meja kantornya sambil membayangkan wajah
Carla. Yang begitu mirip dengan Martha. Dia mulai kembali mengenang momen kebersamaan dengan ibunya sewaktu masih hidup. Dia bahkan gak bisa fokus kerja saat itu.
Kedua kakinya dia taruh di atas meja, sambil punggungnya bersandar di kursi direktur utama. Tempat di mana jabatan posisi Alvin
saat ini. “Lagi banyak kerjaan, bisa- bisanya gua ketemu sama tuh anak. Mana mukanya mirip banget sama nyokap gua anjirr!”
Dia melihat ke langit-langit ruangan kantornya. Sambil mengenang kembali moment saat dia bersama ibu tirinya. “Mama... Mama terlahir kembali kah di dunia ini? Apakah di dalam tubuh Carla
ada Mama? Yaa gak mungkin sih, Carla lahir Mama kan masih hidup.”
Di malam yang begitu larut, di mana waktu sudah menunjukkan jam 11 malam. Tiba- tiba handphone Alvin berbunyi. Di sana tertulis panggilan dari Pak Yudho yang menghubungi dia. Alvin sempat membiarkan handphonenya bordering,
namun Pak Yudho menelfon lagi.
“Selamat malam, Pak Alvin. Saya baru aja dapet kabar, tim saya sudah menangkap Yudha Sardhana bersama ayahnya sekitar jam 7 malam tadi. Kedua orang itu sudah kami tahan di rutan. Operasi penangkapan sudah selesai ya Pak,” ucap Pak Yudho melaporkan.
“Kerja bagus, Pak Yudho. Karena kalo malam ini dia gak tertangkap. Besok pagi bisa saya pastikan dia hanya tinggal nama. Bisa dikirimkan foto wajah mereka? Kebetulan saya udah lama gak melihat wajah dua pecundang itu,” jawab Alvin sambil meminta foto saat itu.
Pak Yudho dengan senang hati mengirimkan foto kedua
orang itu kepada Alvin. “Sudah saya kirim barusan fotonya. Pak Alvin ini kan teman baik saya. Pokoknya semuanya pasti akan beres dengan mudah. Asal jangan lupa pesanan yang tadi saya minta ya, Pak.”
Alvin pun mengangguk pelan, dan dia mengirimkan sejumlah uang kepada Pak Yudho. Sebagai tanda rasa
terima kasih. “Done, Pak. Silahkan diperiksa rekeningnya. Terima kasih atas kinerjanya yang begitu hebat. Saya sangat puas dengan pelayanan Pak Yudho.”
***
Seminggu kemudian...
Carla sudah mulai menerima nasibnya untuk tinggal di
keluarga barunya. Tangannya yang lembut dan amat sangat terawat itu. Dia gunakan untuk mencuci piring bekas makannya sendiri. Ini bahkan pertama kalinya Carla cuci piring dalam seumur hidupnya.
Meski hanya mencuci peralatan makan bekas yang dia gunakan sendiri. Carla merasa sangat keberatan.
“Terus fungsinya apa ada pembantu tiga orang di sini! Kalo anak tetep di suruh cuci piring sendiri! Habis ini aku harus cuci baju lagi! Kalian tolong cuciin baju aku!”
Carla memberi perintah kepada tiga orang pembantu yang saat itu sedang bersamanya di dapur. Namun mereka pun menolak. “Mohon maaf, Nona Carla.
Kami tidak berani melakukan hal itu. Karena kalo ketauan, kami nanti bisa dipecat dan diberhentikan.”
“Belajar untuk mandiri, Nona Carla. Tuan Natan dan Nona Gabriel juga mengurus diri mereka sendiri di sini. Pak Alvin sangat tidak mau anaknya hidup manja dan gak bisa apa- apa. Dia ingin semua anaknya bisa hidup
mandiri,” jawab pembantu lainnya pada saat itu.
“Gimana kalo aku menolak cuci piring? Aku taro aja piringnya di wastafel dan aku tinggalin gitu aja? Kalian pasti terpaksa harus nyuci piring ini kan?” tanya Carla yang malah mengutarakan ide di kepalanya. Para pembantu itu pun menertawai Carla sangat keras.
Salah satu dari mereka kemudian menjawab. “Kalo Nona Carla nekat melakukan itu. Kami akan menaruh piring itu tepat di atas tempat tidur Nona Carla. Kami diminta untuk mengotori kasur Nona Carla jika tidak mau cuci piring. Ini sudah aturan yang ada di sini.”
Carla pun menghela nafas panjang. Dia merasa dirinya
sangat direndahkan dengan disuruh cuci piring seperti ini. “Ketat banget aturan di sini. Bahkan setiap kelalaian ada hukumannya masing-masing. Siapa sih yang buat aturan seperti itu di rumah ini? Ayah kah?”
“Yang buat peraturan di sini Ibu Calista. Dan Pak Alvin menyetujui aturan yang disarankan oleh istrinya.
Meski Ibu Calista tidak punya hak dan kuasa untuk membuat aturan. Namun Pak Alvin terbuka atas saran dari istrinya,” jawab salah satu dari mereka.
Selesai mencuci piring, Carla pun langsung menuju ke ruang keluarga. Karena dia gak bisa memakai gadget sama sekali. Gak ada pilihan lain baginya untuk mendapat
hiburan dari menonton tv. Dia menunda mencuci pakaian kotornya. Karena Carla merasa agak lelah.
Calista juga sedang berada di sana. Dia adalah orang pertama yang bisa diterima oleh Carla di rumah itu. Ketika melihat Carla datang dan duduk di sampingnya. Dia langsung merangkul Carla dan mencium pipi Carla. Bagi
Calista, Carla adalah Imada kecil yang lucu.
“Udah selesai cuci piringnya, sayaang? Cape yaa? Aduuh sampai keringetan kaya gini. Sini Mama usap keringatnya yaa. Kamu hebat, udah bisa cuci piring sendiri sekarang. Gimana rasanya cuci piring?” tanya Calista sambil
mengusap yang banyak.
keringat Carla
Carla pun menyandarkan kepalanya ke dada Calista. “Aku capee, aku di rumah ayah tiriku gak pernah kerja kaya gini. Tapi aku juga gak bisa kabur keluar. Gelang ini akan menyetrum aku. Aku juga masih belum siap mati. Mama, kondisi ayah gimana di penjara?”
Calista pun mengelus rambut Carla dan sudah bisa
menyayangi Carla seperti anaknya sendiri. “Ayah? Iyaa dia sedang menjalani hukuman tahanan. Minggu depan persidangan mereka akan dimulai. Ada kemungkinan ayah kamu akan dijatuhi hukuman penjara juga.”
“Bisa kah aku bertemu dengan ayah? Meski dia mungkin bersalah secara
hukum. Tapi aku sangat menyayangi dan mencintai dia. Dia adalah ayah sekaligus kekasihku. Aku ingin ketemu sama dia,” tanya Carla sambil menitikkan air matanya. Dia merasa amat sedih.
“Nanti yaa. Mama gak bisa bantu kamu banyak, sayaang. Tapi Mama pastikan suatu saat kamu bisa ketemu dengan ayah tiri kamu. Mama
ambilin cemilan dulu yaa. Kita nonton film bareng sambil makan ice cream,” jawab Calista yang sama sekali gak bisa membantu.
Carla sangat kepikiran dengan nasib ayahnya. Meski dia tau dia gak bisa berbuat apa- apa. Carla sendiri sudah mulai merasa nyaman tinggal di sana. Hidup di rumah yang tiga kali lebih besar dari
rumah ayah tirinya. Mendapat banyak fasilitas yang sangat membantu dia.
Di sisi lain Carla juga merasa sangat horny, sudah seminggu dia gak melakukan seks. Padahal sebelumnya, dalam sehari dia pasti melakukan seks dengan ayah dan kakek tirinya. Bisa tiga sampai empat kali dalam sehari. Namun sudah
seminggu, dia gak melakukan itu.
Carla merasa sangat bingung, harus melampiaskan nafsunya kemana. Vaginanya saat itu terasa mulai becek dan basah. Dia gak mungkin meminta Natan untuk menyetubuhinya. Karena Natan terbilang sangat sensitif dan galak. Sama sekali belum bisa menerima Carla.
Epilog 6
Akhirnya Carla pun masuk ke kamar, dan dia menggunakan kedua jarinya sendiri untuk mengocok lubang vaginanya. Sambil menonton rekaman video di mana saat dia disetubuhi ayah tirinya itu. Carla terlihat sangat menikmati, dan mengenang masa masa itu.
“Aaahhh... Aaahhh... Ayaahh... Ayaahh... Aku ingin disetubuhi olehmu, Ayaah. Aaahhh... Aaahhh...” Hal ini terpaksa Carla lakukan, karena dia sudah tak mampu menahan hasrat seksualnya lagi. Seks sudah menjadi candu baginya, dan sulit untuk Carla bisa lepas.
Sementara itu Alvin baru saja pulang. Mendengar
perkataan Calista bahwa Carla sangat ingin bertemu ayah tirinya untuk terakhir kali. Alvin pun memutuskan untuk menemui Carla dan berbincang empat matanya dengannya. Alvin pun naik ke lantai dua.
Menuju kamar Carla yang saat itu tertutup dan sudah dikunci. Namun setiap pintu kamar di sana menggunakan
handel pintu dengan teknologi terbaru. Di mana Alvin memiliki akses terhadap semua kamar yang ada di sana. Dan bisa membuka pintu kamar mana pun.
Meski pintu kamar dalam keadaan terkunci, Alvin pun menempelkan sidik jarinya ke handle pintu. Dan pintu kamar pun langsung terbuka. Alvin masuk ke kamar Carla,
dan betapa terkejurnya dia melihat Carla sedang tanpa busana sedang mengocok kemaluannya.
“Apa yang kamu lakukan? Pakai bajumu! Ada yang ingin aku bicarakan! Cepat aku tidak punya banyak waktu lagi!” sergah Alvin yang langsung menutup pintu. Sementara Carla sontak menutup seluruh tubuhnya
dengan selimut. Dia terlihat sangat marah saat itu.
Karena Alvin main membuka pintu kamarnya begitu saja tanpa permisi. “Padahal pintu udah dikunci! Kenapa dia bisa masuk ke kamarku! Siaal! Dia ngeliat aku lagi masturbasi barusan! Dia bahkan melihat tubuhku! Menjijikan! Benar- benar menjijikaan!!”
Carla pun tak punya pilihan lain, meski dia saat itu belum orgasme. Dia memakai
tanktop dan celana pendeknya kembali. dan membuka pintu untuk alvin. Masuk, mau bicara apa sama aku? Kenapa masuk gak pakai ketuk pintu dulu! Gak bisa hargai anak kah?”
“Ini rumahku, salahmu kenapa melakukan masturbasi di jam sore seperti ini. Aku gak melarang anakku melakukan masturbasi. Silahkan itu hak kalian. Tapi setidaknya kamu harus kenal waktu! Kamu tinggal di rumah orang tuamu!” sergah Alvin masuk ke kamar.
“Iyaudah iyaa. Ada apaa? Mau bicara apa sama aku? Tumben banget, biasanya juga gak pernah nemuin aku
sama sekali! Kenapa hari ini bisa sok peduli sama aku?” tanya Carla sambil menyergah. Dia terlihat waspada dengan Alvin. Meski dia tau Alvin tak berbahaya.
Alvin pun berdiri di belakang pintu, dia masukkan kedua tangannya ke kantong jasnya. “Ibumu bilang bahwa seminggu ini kamu sudah ada kemajuan. Mulai bisa bersikap
dengan baik. Minggu depan aku akan memenjarakan ayah tirimu. Kamu mau menemui dia?”
Carla pun tercengang mendengar tawaran Alvin, dan dia pun langsung mengangguk pelan. “Iyaa, aku ingin bertemu ayah dan kakekku. Terlepas dari tindakan mereka dianggap kriminal. Tapi aku bahagia
bersama mereka. Dan mereka meninggalkan bekas di hatiku.”
“Iyaa kamu bahagia karena kamu gak mengerti apa-apa. Tidak ada orang yang waras dan pintar. Yang bisa merasakan bahagia saat berada di posisimu. Kamu dijadikan budak pemuas nafsu. Dijadikan tempat
buang sperma,” jawab Alvin mengatakan kebenarannya.
“Wanita normal di luar sana akan merasa dilecehkan! Merasa dirinya dihina, diperlakukan dengan sangat buruk! Tapi isi pikiranmu itu didoktrin begitu parah oleh mereka! Sehingga kamu anggap itu sebagai kebahagiaan!” sergah Alvin nasehatin anaknya.
Carla sebenarnya ingin melawan, sebagai perempuan pada umumnya. Dia ingin berkilah dan berdebat habis- habisan meski posisinya salah. Namun dia mengurungkan niatnya karena dia tau dia takkan menang. Alvin bisa membantai habis isi pikirannya itu.
Dan berujung Carla hanya bisa menerima keblunderan
dan kebodohannya sendiri. Itu sebabnya dia hanya diam, dan menerima seluruh perkataan Alvin. Yang terlihat bahwa Alvin sangat siap untuk berdebat habis-habisan dengan dirinya. Carla memilih diam saat itu.
Dan Carla pun berusaha menghentikan perkataan ayah kandungnya itu. “Iyaa aku tau itu salah. Sudah,
jangan bicarakan itu lagi Papa! Lalu apa yang ingin Papa bicarakan sama aku? Aku udah pake baju! Aku udah menyediakan waktuku untuk dengerin Papa bicara!”
Alvin pun menghela nafas panjang, dan dia berusaha untuk berdamai dengan Carla. Dia memeluk Carla dengan satu tangannya, dan menaruh wajah Carla di ulu hatinya.
“Temui ayah tirimu besok, itu kesempatan terakhirmu. Aku akan mengantarkanmu ke sana besok.”
“Apakah aku tidak akan bisa bertemu mereka lagi? Selamanya? Setelah ini apakah aku tidak akan diizinkan bertemu mereka?” tanya Carla sambil meneteskan air matanya dipelukan Alvin. Selama satu
minggu ini, Carla mulai bisa menerima bahwa dirinya salah.
“Enggak, karena kamu bukan keluarga mereka. Dan sebagai orang tua, aku gak bisa membiarkan kamu terjerumus terus menerus. Besok adalah hari terakhirmu menemui mereka. Itu saja yang ingin aku katakan,” jawab Alvin
sambil memeluk Carla lebih erat lagi.
***
Keesokan harinya, Carla pun dibawa ke rutan tempat ayah dan kakek tirinya ditahan. Saat itu dia datang bersama Calista dan Alvin. Alvin juga ingin menemui Yudha, setelah 20 tahun lamanya mereka tidak bertemu pasca
kematian Imada. Dia ingin menyudahi masalah.
Yudha dan kakek tirinya pun dibawa ke ruang besuk dengan menggunakan baju tahanan. Dan mereka terkejut saat bertemu Carla. “Ca— Carlaa? Carlaa kenapa kamu bisa datang ke sini? Apa kamu berhasil kabur dari rumah Alvin? Apakah kamu bisa bebasin diri?”
Yudha pun saat itu memeluk Carla dengan sangat erat. Wanita yang sangat dia cintai sebagai calon istri. Dan tak lama Alvin pun muncul di hadapan Yudha bersama Calista. “Iyaa dia telah bebas, Yud. Bebas dari hasrat nafsu lu yang selalu lu lampiasin ke anak muda ini.”
“A-Alviin!! Kenapa lu bisa ada di sini! Tolong bebasin Carla!
Carla anak gua, Vin! Yang udah gua gedein dan gua urus dengan tangan gua sendiri! Lu gak pernah gedein dia! Lu gak berhak ambil dia dari guaa!” sergah Yudha yang dia langsung berlari mendekati Alvin.
Namun kedua bodyguard Alvin langsung maju dan menodongkan senjata ke kepala Yudha. “Hentikan
langkahmu, bajingan! Jangan mendekati dan menyentuh Bos sesuka hatimu! Tanganmu kotor, penuh dosa! Mundur, menjauh lah!” Yudha tak ada pilihan lain.
Dia pun berjalan mundur, dan petugas rutan saat itu berusaha untuk mengendalikan sikap Yudha. Dan akhirnya Yudha pun bersedia untuk duduk tenang
di sana. Sementara Carla duduk di hadapannya. Menangis melihat nasib kedua orang tua tirinya yang ngenes.
“Ayaah, aku tidak akan kembali padamu lagi. Sudah selama 8 hari aku tinggal di rumah Om Alvin, Papa kandungku. Dan aku menerima semua nasehat serta kebenaran yang ada.
Aku minta maaf, Ayaah. Aku tidak bisa pergi dari mereka,” ucap Carla netesin air mata.
TAMAT
0 Komentar