(EXTRA POST) APAKAH INI SELINGKUH? (END)

 



Hari dimana Rizal pulang terasa istimewa buatku dan mama. Meskipun ada konflik antara mama dan Rizal, tapi mama terlihat bahagia saat melihat anak angkatnya itu datang. Sepertinya mama memang merindukan sekali kehadiran adik sepupuku itu.




“Mam, jangan protes yah kalo ngeliat aku ngedeketin Rizal” bisikku ketika kami duduk berdua.




“Ohh, iya.. mama bakal diam kok.. kalian nikmati aja lahh”




“Hihihi, makasih mam”




Semenjak itu rencanaku mulai aku jalankan lebih gencar. Setelah seharian berada di rumah, sore harinya Rizal aku ajak pergi ke mall dengan alasan ingin mengajak jalan-jalan anakku. Untungnya dia setuju, meski Luki tak mau ikut. Rupanya suamiku juga tidak mau ikut, karena dia baru saja pulang dari tempat kerja. Aku biarkan saja keputusan Luki dan suamiku untuk tidak ikut, karena rencanaku akan berjalan lebih bagus ketika mereka tidak ada.




Saat berada di Mall, aku jadi sering memeluk Rizal, menggandeng tangannya, bahkan sampai berbalas ciuman di pipi. Mama yang tahu aku punya rencana hanya senyum-senyum saja. Di mata orang lain, aku dan Rizal sudah nampak seperti pasangan suami-istri yang sedang pamer kemesraan.




Akhirnya setelah pergi belanja, Rizal memintaku untuk memilih baju. Akupun memilih baju tidur model kimono dengan lengan panjang. Saat melihat baju itu aku yakin diriku akan terlihat seksi saat memakainya. Bagaimana tidak, kalau talinya tidak diikat pasti tubuh bagian depan akan terbuka. Sedangkan ujung bawahnya hanya satu jengkal di bawah selangkanganku. Tentunya paha putih mulusku akan sering terbuka.




“Wow, kakak pinter milihnya” ungkap Rizal kagum.




“Iya dong.. eh, udah cepetan bayar sana”




“Hehe.. beres kak”




Selesai belanja kamipun pulang ke rumah. Setelah menidurkan Nadia, suamiku pergi ke teras belakang rumah untuk ngobrol dengan Rizal. Aku yang masih berada di dalam kamar mulai mencoba baju tidur model kimono yang dibelikan Rizal tadi. Kulepas semua pakaianku sampai telanjang, kemudian barulah aku pakai baju tidur itu. Seperti yang aku pikirkan, tubuhku jadi terlihat seksi dengan memakai baju itu.




“Hihihi, ternyata tubuh kamu masih pantas dapetin brondong, Sari” gumamku sambil melihat bayanganku di cermin.




Selesai berganti pakaian, akupun segera menyusul suamiku dan Rizal di teras belakang. Sengaja aku membawa dua gelas kopi untuk memberi alasan keberadaanku diantara mereka berdua. Saat aku muncul, baik suamiku maupun adik sepupuku itu sama-sama terpana. Meski mereka masih pura-pura cuek tapi aku bisa merasakan ketertarikan mereka pada tubuhku. Pesona mamah muda beranak satu memang gak ada lawannya.




“Gimana pah? Bagus gak?” tanyaku sambil memutar badan.




“Bagus.. baru nih ma?”




“Iya, tadi Rizal yang beliin..” jawabku dengan sengaja.




“Hehehe.. buat kakak yang cantik ini apa yang tidak aku kasih..” celetuk Rizal sambil terus menatapku.




Jelas Rizal semakin tertarik melihat tubuhku, apalagi dengan memakai baju tidur itu belahan dadaku jadi sering telihat tanpa sengaja. Sebaliknya suamiku rupanya jadi kurang suka ketika tahu kalau baju itu ternyata dibelikan oleh Rizal. Sepertinya suamiku mulai cemburu. Aku cuek saja karena itulah reaksi yang aku inginkan darinya.




“Gerah ya kak? apa emang biasanya begini?” tatap Rizal ke arahku.




“Iya, gerah banget.. kalian laki-laki sih enak, bisa pake kolor doang..”




“Ohh, lah kenapa ga ikutan ga usah pake baju aja, gimana mas? Hehehe...” canda Rizal sambil minta pendapat suamiku.




“Hahaha.... bisa.. bisa juga.. kalo berani sih”




Aku tersenyum kecut, kupikir kalau aku buka bajuku disini suamiku pasti panik. Dia hanya asal ngomong saja, kalau aku benar melakukannya pasti dia yang akan kalah. Suamiku belum tahu kalau aku dan Rizal masih sering mandi bersama sampai kami lulus SMA. Bahkan aku juga sering tidur sekamar dengan adik sepupuku itu. Tentunya Rizal sudah sering melihat tubuh telanjangku, akupun juga sering melihat tubuh telanjangnya.




“Sudah, lepas aja talinya... biar kebuka dikit itu bajunya” saran suamiku kemudian.




“Eh, iya.. coba yah..”




‘Sreett..’ kutarik tali pengikat baju tidurku sampai lepas.




“Eeehhh.. aduhh..” jeritku pura-pura kaget.




Saat suamiku tak memperhatikan, aku lepas tali pengikat baju tidur itu. Bagian depan tubuhku sempat terbuka bebas. Aku tahu Rizal sempat melihat toket dan memekku meski hanya sekilas. Itulah sebab kenapa dia semakin melongo karena pemandangan dariku tadi.




Selesai menggoda kedua lelaki itu, akupun kembali masuk ke dalam rumah. Tali pengikat bajuku kubiarkan tetap terbuka. Sambil jalan kurasakan hembusan angin menerpa tubuh bagian depanku yang tak tertutup apa-apa. Aku puas mendengar pujian dari Rizal dan binar cemburu dari suamiku. Ternyata memang tubuhku masih menarik di hadapan para lelaki.




***




Hari itu kebetulan mama pergi ke tetangga sebelah bersama Nadia. Di rumah hanya ada aku, Luki dan Rizal saja. Sepertinya ini kesempatanku untuk semakin membuat Rizal dekat denganku lagi. Sehabis keluar dari kamar mandi tadi aku hanya membelitkan selembar handuk di tubuhku selain sebuah celana dalam yang menutupi area kewanitaanku.




“Luk, suami kamu ada dikamar gak?”




“Ada kok kak, rebahan aja dari tadi”




“Ohh, yaudah.. aku mau bicara sebentar... ntar kalo papanya Nadia datang tolong kamu temenin makan yah Luk”




“Iya kak, siapp..”




Akupun jalan ke lantai dua dan langsung saja masuk ke dalam kamar Rizal. Dia melihatku sebentar lalu senyum. Dadanya yang bidang dan perutnya yang rata terumbar bebas karena saat itu Rizal hanya memakai kolor saja. Semakin lama tubuh Rizal semakin terbentuk bagus, mungkin di tempat kerjanya dia masih rutin olah raga juga. Aku jadi semakin ingin menyentuh tubuhnya.




Dengan alasan minta dipijijt, aku relakan Rizal menyentuh semua permukaan tubuhku. Memekku rasanya semakin basah dan nyut-nyutan, untungnya masih tertutup celana dalam. Saat Rizal memijit tubuhku, kurasakan beberapa kali tonjolan penisnya menggesek paha dan pinggangku. Rupanya dia sudah mulai horni juga, kini tinggal selangkah lagi aku akan bisa menikmati batang kemaluan adik sepupuku itu.




Pijatan Rizal memang enak, sedari dulu aku sudah mengetahuinya karena dia sering diminta mama untuk memijat tubuhnya. Lagi enak-enaknya dipijit, suamiku datang dan menanyakan apa yang kami lakukan.




“Kak Sari minta dipijitin mas.. gapapa kan?” ucap Rizal pada suamiku.




“Eh, emm.. gapapa kok.. yaudah kalian lanjut aja... aku mau makan”




“Papa makan sedirian gapapa yah? mama lagi enak nihh..”




Suamiku pergi dengan muka kusutnya. Aku tak peduli karena kami sudah terikat perjanjian. Rizal meneruskan lagi pijatannya setelah suamiku menutup pintu kamarnya lagi. Aku masih tengkurap di atas tempat tidur, sedangkan Rizal masih berdiri di atas lantai. Sebentar kemudian dia memintaku untuk melepas celana dalamku. Aku setuju saja karena inilah jalan masuk untuk mendapatkan apa yang aku inginkan darinya.




“Kak, aku naik aja yah, biar gampang mijitnya” kata Rizal kemudian.




Inilah saatnya aku bisa merasakan batang penisnya. Dengan alasan naik ke atas tubuhku, Rizal sepertinya sedang berusaha menusukkan penisnya ke belahan memekku. Aku tahu itu, tapi aku malah bersorak gembira. Sudah sedari dulu aku ingin merasakan batang penis Rizal menusuk lobang memekku.




“Masukin aja kontolmu.. ahh.. aku pengen kontol sekarang.. ayo..” aku mulai merengek tak tahan.




“Apa? Beneran boleh nih kak? ntar mas Aan gimana?” balas Rizal seakan iseng menggodaku, sialan!




“Aahh.. gapapa.. ahh.. dia ga bakalan marah.. dia udah kasih ijin”




“Hah!! Kok bisa? Tapi.. tapi.. beneran nih aku masukin?”




“Iyaahhh.. udah jangan banyak bacot.. masukin!” ujarku memaksa.




“Hooohhh.. enak banget kak.. ahhh”




Rizal melenguh, meracau saat penisnya sudah keluar masuk liang senggamaku. Memang ukuran penisnya lebih kecil dari milik suamiku, tapi sensasi ngentot dengan lelaki lain membuatku semakin horni. Tanpa sadar liang vaginaku membasah dan semakin becek rasanya. Sensasinya itu tak bisa aku dapatkan saat ngentot dengan suami sendiri. Kini aku paham kenapa selingkuh itu membuat ketagihan.




Puas memacu birahi dengan Rizal, aku dan adik sepupuku itu kini terbaring lemas di atas tempat tidur. Cairan sperma lelaki yang bukan suamiku kini terasa meleleh dari celah kemaluanku. Aku tenang saja karena sperma Rizal tak akan membuatku hamil. Badanku terasa lemas tapi tak sepuas aku ketika ngentot dengan suamiku. Entahlah, mungkin karena aku sudah terbiasa ditusuk dengan batang penis besar milik suamiku dan sekarang mendapat yang lebih kecil. Tapi Rizal punya banyak gaya dan posisi untuk kami lakukan, itulah yang beda.




“Zal, udah puas kan bisa ngentot sama kakak?” tanyaku dengan suara pelan.




“Hehe, kalo sama kak Sari mana ada rasa puas sih”




“Masak sih dek?”




“Iya dong kak, udah dari dulu aku penasaran sama memeknya kak Sari.. tiap hari cuma ngeliat aja, trus coli sambil ngebayangin ngentot sama kakak”




“Hihi, bisa aja kamu.. makanya kamu tetap tinggal di rumah ini.. biar kita bisa ngentot terus” ujarku mulai memberi rayuan padanya.




“Hhh.. ga bisa kak, aku udah gak bisa bertahan lagi.. mama pasti akan marah besar kalau sampai dia tau yang sebenarnya”




“Soal mama jangan dipikirin, biar kakak yang urus masalah itu”




“Trus, mas Aan gimana?”




“Hihihi, aman itu.. dia udah dapetin gantinya”




“Hhhh.. ntar aku pikirin lagi”




Pembicaraanku dengan Rizal belum menemui titik berhasil. Sepertinya dia memang ingin sekali meninggalkan rumah ini. Mungkin ada seseorang yang mempengaruhi pikirannya untuk mengorbankan semuanya demi kebersamaan mereka. Aku tak menyerah, aku akan terus berusaha merayu Rizal untuk merubah keputusannya.




Semakin lama bukannya berhasil mempengaruhi keputusan Rizal, aku malah semakin larut dalam kenikmatan yang kita dapatkan berdua. Setiap kali ada kesempatan pasti aku dan adik sepupuku itu ngentot habis-habisan. Bahkan aku sudah tak peduli lagi meski ada Luki di dekat kami, padahal Luki itu adalah istri sahnya Rizal.




“Gapapa kak, mainin aja yang kecil, kalo aku sih sukanya yang gede, hihihi..” celetuknya suatu hari ketika kami ngobrol berdua.




Bukan Luki saja yang melihatku ngentot dengan Rizal. Pernah satu waktu mamaku sendiri memergoki kami sedang bermesraan di atas tangga lantai dua. Biarpun kami belum ngentot tapi saat itu Rizal sudah membuatku ‘topless’, tubuhku cuma ketutup celana dalam saja. Mama yang melihat kami hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.




“Mama kok jadi inget pas kalian masih sekolah dulu yah”




“Ehh, masak sih mam?” tanya Rizal tanpa merasa canggung sedikitpun. Tangannya terus meremas-remas bulatan payudara montok milikku, sambil sesekali memilin putingnya.




“Iya dong, inget gak dulu kalian pas pulang sekolah ga mau pake baju? Ternyata lanjut sampe sekarang yah, hihihi..”




“Hahaha, badannya kak Sari ga berubah mam.. aku jadi tambah suka, apalagi nih toketnya... montok banget”




“Hihihi, ada-ada aja kamu Zal..” balas mama sambil berlalu membiarkan apa yang kami lakukan.




Mama sepertinya sudah memberiku kebebasan melakukan apa saja asal rencanaku berjalan. Bahkan dia juga sudah meminta ijin pada suamiku supaya aku dekat dengan Rizal selama dia di rumah. Aku semakin berbuat aneh-aneh dengan minta ijin pada suamiku untuk bertukar teman tidur. Karena mama dan suamiku mengijinkan, akhirnya keterusan aku tidur sekamar dengan Rizal. Jadilah kesempatan itu kami gunakan buat ngentot sepuas-puasnya.




“Aahhh.. aahh... terus Zalll.. ahh.. mmhh.. enaakk.. teruss” desahku ketika Rizal menyodokkan penisnya berulang-ulang ke dalam lobang memekku.




“Hhoohh..memek kakak enak bangetthhh.. ahhh... bikin nagihh”




Secara terang-terangan kami ngentot di luar kamar. Siapapun yang naik ke lantai dua bisa melihatnya. Di dekat kamar ada sofa usang yang masih layak pakai, di tempat itulah aku dan Rizal memacu birahi tanpa peduli pada siapapun. Aku yakin tak ada yang mengganggu karena mama sudah tidak peduli dan suamiku tidur sekamar dengan Luki. Mereka juga melakukan seperti apa yang kami lakukan, hanya saja mereka tak bebas memperlihatkannya seperti aku dan Rizal.




Selama aku terus dekat dengan Rizal, rupanya anakku mulai dekat juga dengan Luki. Beberapa hari itu, Luki mengantarkan anakku sekolah. Sedangkan aku dan Rizal baru turun setelah lewat jam 7 pagi. Biasalah, setelah bangun tidur kami memang menyempatkan ngentot satu ronde dulu, baru turun ke lantai bawah. Itulah kenapa beberapa kali mama melihat kami turun dari lantai dua masih telanjang bulat.




“Duhhh, pengantin baru.. kerjaannya ngentot terus siih” celetuk mamaku ketika melihat kami. Tentu saja aku dan Rizal cuma bisa nyengir mendengarnya.




“Hehehe, habisnya memek kak Sari enak banget sih mam” balas Rizal kemudian.




“Eh mam, papanya Nadia udah berangkat kan?” giliranku bertanya.




“Udah, tuhh.. barusan pamit”




“Ohhh, sipp..”




“Kak, mandi bareng yukk” ajak Rizal sambil menarik tanganku.




“Hihihi, boleh.. tapi kita ngentot lagi yah”




“Hahaha.. siapp.. nihh, kontolku masih ON terus”




Sungguh aku dan Rizal tak peduli lagi pada mama yang mendengar pembicaraan mesum kami. Akupun terang-terangan minta ngentot lagi meski mama melihat kami. Mungkin sekarang ini sudah hilang urat malu di otakku.




"Ma.. mamaa.. mama dimana sih?"




Lagi enak-enakknya menikmati genjotan penis Rizal, terdengar suara suamiku sedang mencariku. Aku diamkan saja tak menjawabnya karena aku masih sibuk menungging menerima tusukan demi tusukan penis Rizal dari belakang.




“Mas Aan cari tuh kak..” bisik Rizal kemudian.




“Aahh.. ahh.. udah biarin.. ahh.. ajaahhh.”




“tanya dulu maunya apa kak”




“Hhh.. emmhh.. iya.. ehh.. iya”




Rizal mendiamkan penisnya di dalam liang senggamaku. Akupun mendekatkan kepalaku ke arah pintu kamar mandi.




"Di sini paa, di dalam kamar mandi.." teriakku.




“Ehh.. kayak sama orang lain, siapa sih? mama ga sendirian kan?”




"Ummm... ini mama lagi sama Rizal di dalam, paa...." kutoleh Rizal di belakangku, dia seperti jengkel dengan kelakuanku.




Ternyata suamiku mau pergi keluar kota. Dia menawariku untuk ikut dengannya. tentu saja aku gak mau, lebih enak di rumah bisa manja-manjaan sama adik sepupuku. Kemudian Rizal malah menawarkan Luki untuk menemaninya. Dengan terpaksa suamiku pun menerima tawaran Rizal untuk mengajak Luki saja.




“Ahh, biarin dia ikut.. ga ada gunanya juga dia di rumah terus” Rizal sepertinya memang sudah tak mau lagi dekat dengan istrinya.




“Tapi, kalo Luki pergi sama suamiku.. ntar mereka ngentot dong”




“Ya gapapa kak, asal disini masih ada memek yang siap aku entot balik, hahaha..”




“Hihihi.. mantab! Yuk dek, genjot lagi”




“Ohh, siap kak..”




Selama suamiku pergi, aku dan Rizal terus memacu birahi kami tanpa henti. Dimanapun kami suka, kami akan ngentot dengan bebasnya. Rizal yang memang minum obat kuat itu tentu saja bisa ngaceng terus-terusan. Kalau Rizal tidak minum obat itu, cuma lima menit langsung crottt.




***




Sehebat apapun rencana manusia, sudah pasti akan kalah dengan yang namanya takdir. Sekuat apapun aku dan mama menahan Rizal untuk tetap kembali ke rumah, pada akhirnya dia lepas juga. Usahaku selama ini untuk mempertahankan adik sepupuku itu ternyata gagal juga.




“Mama sudah tau semuanya. Rupanya adikmu itu sudah kawin lagi sama janda”




“Hah! Apa??” kagetku bukan main ketika mama bicara seperti itu.




“Mama kecewa Sari.. mama tak habis pikir dengan kelakuan Rizal, kenapa dia lebih memilih janda daripada istrinya sendiri? mungkin beneran dia sudah gila!” ucap mama dengan emosi meledak-ledak.




Di penghujung hari itu, mama dan Rizal bertengkar hebat. Tak pernah aku lihat adik sepupuku itu berani membantah apa yang mamaku katakan. Sedari kecil dia dirawat dan disayang seperti anak sendiri tapi pada akhirnya dia malah mengecewakan keluarga.




“Pergi! Kamu pergi dari rumah ini!” teriak mama mengusir Rizal dari rumah.




“Oke.. kalau itu yang mama mau, aku pergi! Jangan harap aku akan kembali kesini”




“Dasar anak tak tau diuntung!”




Aku berada di kamar sambil melindungi anakku dari suara-suara pertengkaran antara mama dan Rizal. Sengaja dia aku dekap anakku supaya ingatannya tak tercemari dengan luapan emosi dan kata-kata kasar yang terdengar. Dalam kondisi seperti itu, aku hanya ingin suamiku ada bersamaku dan anakku sekarang. Kutelfon dia lalu aku minta segera pulang.




“Haloo paaahh..”




“Eh, iya maa.. ada apa?”




“Paa.. buruan pulang paa.. Rizal sama mama ribut terus dari tadi.. aku takut paa” aku panik sejadi-jadinya.




“Oke.. oke.. mama tenang aja dulu, jangan biarkan Nadia ikut mendengar” pintanya dengan suara tegas. Aku jadi sedikit merasa tenang.




“Iya, ini dia udah di kamar... aku larang keluar”




“yaudah, aku pulang sekarang”




Meskipun akhirnya suamiku dan Luki pulang, namun tetap Rizal teguh dengan pendiriannya. Dia sudah tak lagi ada rasa dengan Luki. Perempuan yang dinikahinya secara diam-diam ternyata mantan pacarnya dulu, sekarang sudah jadi janda dengan anak satu. Sepertinya Rizal memang masih berharap bisa bersatu dengan perempuan yang pernah dia pacari dulu. Rasa sukanya ternyata tak padam meski keduanya sudah sama-sama menikah.




Sore itu adalah sore bencana di keluargaku. Rizal yang sudah dianggap anak oleh mama juga adik bagiku, akhirnya pergi dan tidak mau lagi kembali menemui kami. Baik aku, suamiku, maupun Luki, sudah sama-sama ikhlas pada keputusan Rizal. Sedangkan mama tetap saja kecewa karena sakit hatinya begitu mendalam. Dua hari lamanya mama memilih tinggal di dalam kamar dan tak mau keluar menemui siapapun.




***




Beberapa hari ini suamiku tak ada di rumah. Dia bersama dengan Luki pergi ke kampung halamannya untuk melangsungkan pernikahan. Kurasa aku dan mama tak perlu menghadirinya supaya tak ada komentar aneh dari keluarga Luki. Pagi hari setelah mengantar anakku ke sekolah, aku jadi ada waktu luang sekitar 3 jam. Hingga aku bisa menikmati waktu berdua dengan mama di rumah.




“Jilat yang bener.. jangan kena gigimu dong” ucap mama yang kini duduk mengangkang di sampingku.




“Yaaahh.. emmhh.. terusinn.. ahhh..” rintihku.




Aku dan mama sudah duduk mengangkang di atas kursi dengan tubuh telanjang. Di depan kami nampak seorang pemuda sedang jongkok berusaha mengerjai lobang memek kami berdua. Yah, dia adalah cowo yang aku pergoki sedang mengintipku di kolam renang dulu. Dia sekarang aku jadikan selingan pemuas nafsu setelah Rizal tak ada lagi di rumah.




“Kamu baring aja di atas lantai.. biar tante yang di atas”




“Hehe, oke tante.. aku selalu siap buat tante pokoknya”




Mama kemudian mengangkangi pangkal paha pemuda itu. Dengan posisi di atas tubuhnya, mama dengan leluasa menggoyangkan pinggulnya untuk membuat penis cowo itu mengaduk-aduk rongga vaginanya.




“Aaahhh.. ahhh.. ahh.. hhaahhh..”




“Ehhh, sini dong.. gantian kamu jilatin memekku” suruhku kemudian.




Cowo ganteng itupun wajahnya aku duduki. Tanpa aku suruh pun dia mulai menjilati dan menghisap belahan memekku yang sudah becek sedari tadi. Pemuda itu tak ada pilihan lain kecuali harus membuat kami puas. Aku pikir dia juga menikmatinya, kalau tidak kenapa dia selalu datang kalau kupanggil ke rumah.




“Hohhhh.. kontol cowo ini enak banget Sariii... ahhh... mama pengen cepet-cepet ngecrit nihhh.. ahhh..”




“Hihihi.. mama belum ngerasain kontol papanya Nadia sihh..”




“Aahh.. kamu.. ahh.. kamu kasih dong mama”




“Mama mau ngentot sama mas Aan?”




“Hhhh.. yaaahh.. mau dong.. ahhh..”




Sepertinya aku punya kerjaan lain sekarang. Aku harus menyusun rencana lagi untuk membuat suamiku mau ngentot dengan mama. Tapi sepertinya itu mudah bagiku. Tak ada yang akan kecewa kalau sudah Sari yang bikin rencana.




END


Posting Komentar

0 Komentar