Setelah kejadian malam itu aku dan Mita masih seperti biasa. Seakan tak ada hal penting yang terjadi diantara kita. Rencananya hari ini Mita masuk kerja untuk pertama kalinya, meskipun dia masih dalam status training, tapi toh sudah mulai dibayar. Pagi sekali Mita sudah berdandan, kulihat dia memakai kemeja lengan panjang warna cream dengan paduan rok panjang warna hitam. Tak lupa jilbab berwarna selaras dengan bajunya setia menutupi kepalanya.
Sore harinya aku pulang agak cepat karena ini weekend. Harusnya sore ini aku langsung pulang kampung menemui istriku seperti biasanya, tapi karena ada Mita yang ikut denganku jadinya kuputuskan untuk pulang besok pagi. Begitu aku membuka pintu rumahku langsung kutahu kalau Mita belum pulang karena kondisinya masih sepi.
Kulepas bajuku dan kubelitkan handuk sebatas pinggangku. Rencananya mau mandi tapi ada telfon dari istriku makanya aku kembali duduk di ruang tamu. Setelah istriku menutup telfonnya, gantian aku membalas chat dari temenku. Tiba-tiba Mita muncul dari balik pintu depan dan menjumpaiku yang tengah bertelanjang dada di ruang tamu. Wajahnya nampak kusut lagi, dengan pakaian yang agak kucel-kucel gimana gitu. Aku yakin dia mengalami hari yang berat di tempat kerjanya.
“Eh, baru pula ya sayang?” entah kenapa sekarang aku terbiasa panggil Mita dengan kata sayang, dia juga gak pernah protes.
“Iya Om.. huhh... nyebelin banget deh temen-temen Mita” balasnya sambil melempar tas ke depan pintu kamarnya. Diapun menghela nafas panjang setelah kerudung di kepalanya dia lepaskan.
“Ada apa sih? Temennya kenapa emang?” tanyaku sambil membaca chat di Hpku.
Mita kemudian duduk membanting tubuhnya di sebelahku. Bau tubuh Mita langsung menyeruak di hidungku, baunya asem-asem wangi gimana gitu. Aku masih membaca chat yang masuk di Hpku sambil sesekali melihat ke arah Mita.
“Pada pinter cari muka semua tuh Om.. padahal kan baru training, belum jadi karyawan beneran loh...” omelnya. Sambil tangannya mulai melepas kancing kemejanya sampi habis kemudian melepasnya. Nampaklah tubuh bagian atas mita kini hanya tertutup bra warna hitam saja.
Aku yang melihatnya sedikit panik, tapi aku tak mau membuat Mita merasa tidak nyaman.
“Ehh... itu tutup pintunya dulu napa..”
“Hihihi.. iya Om, Mita lupa” kemudian dia melangkah kedepan dan menutup pintu rumahku.
“Kamu kalo di rumah pasti kebiasaan gini ya sayang?” selidikku.
“Apa Om?”
“Langsung buka baju di ruang tamu...”
“ya enggak lah Om..”
“Trus kalo mau tidur?”
“kalo dirumah aku biasa tidur ga pake apa-apa”
“Lho emang kenapa gitu?”
“Ya kebiasaan aja, mulai dari kecil mama udah biasakan Mita tidur ga pake apa-apa”
Aku terdiam sesaat untuk mencerna perkataan Mita. Rupanya bener dugaanku, selama ini dia pasti tidurnya telanjang. Fiuhh.. jadi makin berdebar jantungku.
“Trus.. emangnya dirumah kamu semua begitu ya kalau tidur?” lanjut selidikku.
“Iya Om.. semuanya.. papa.. mama.. sama...”
“Ohhh...” mulutku ternganga mendengar ucapannya.
“Eh, trus kalau badan kamu kelihatan sama papa kamu gimana?”
“Yah gapapa Om... udah biasa kok papa liat Mita telanjang..”
“Hah?? Biasa gimana maksud kamu?”
“Ya gitu deh Om.. pokoknya kalau masih dalam rumah aja kami di bebasin mau pake apa aja terserah, ga pake apa-apa juga boleh.. hihihi..” ungkap Mita sambil terkekeh.
Entah kenapa pikiranku jadi membayangkan bu Anik, mamanya Mita sedang berjalan-jalan dalam keadaan bugil di depanku. Anjriitt... aneh banget sepertinya.
“Mita.. mandi dulu sono.. biar seger..” ucapku mengingatkannya.
“Bentar Om.. lagi mager nih..” kini dia senderan di tubuhku dan kepalanya diletakkan di pundak kiriku.
“Besok kita pulang yah Om?”
“Iya, kamu masuk kerja gak?”
“Enggak Om, senin baru masuk lagi..”
“Yaudah ntar siap-siap aja apa yang mau dibawa pulang”
Mita terdiam sebentar. Lalu mengambil Hp nya dan membuka chat yang masuk.
“Om.. Mita boleh nanya gak?”
“Iya boleh dong..”
“Umm, om kalo lihat aku bugil napsu gak?”
“Heh? Apaan sih kamu ini? Ya jelas tertarik lah, Om kan laki-laki normal”
“Ohh... kirain.. hihihi...” balasnya sambil terkekeh centil.
“Tapi Om masih ingat kalau kamu itu anak tetangga Om, makanya sebisa mungkin Om juga ikutan jaga diri kamu, bahkan Om sudah anggap kamu ini keluarga sendiri“
Mita tak membalas ucapanku. Dia kemudian menegakkan tubuhnya dan meletakkan Hp di atas meja. Tangannya lalu dengan terampil menggulung rambutnya yang terurai dan mengikatnya dengan gelang karet.
“Om.. boleh gak aku lepas rok disini, gerah banget deh...” ucap Mita yang membuatku tertegun tak percaya mendengar ucapannya.
“Boleh... kamu telanjang aja sekalian.. hahaha...” tawaku membalas pertanyaan lucu Mita.
“Beneran Om?”
“Iya beneran.. tapi kalo gerah itu ya mandi sana sayang.. “
“emang Om sudah mandi?”
“Belom..”
“Helehh.. sama gitu..”
“Hehehehe... males banget Ta, ga tau kenapa..”
Tanpa disangka-sangka Mita bener-bener melepas rok yang dipakainya. Aku diam saja tak berkomentar apapun. Setelah dia melepas rok hitam yang dipakainya kini terlihatlan celana dalam warna hitam yang menutupi kemaluannya. Berarti hari ini Mita memakai Bra dan celana dalam berwarna hitam semua. Moga aja dia gak sedang berduka.
“Eh..eh.. anak gadis kok ga punya malu gini sih!?”
“Haha, biarin.. harusnya Om yang malu.. ada gadis telanjang diliatin, wekkk....”
“Hadeuhh.. kamu bikin pusing aja...” balasku, yang pusing pala bawah maksudnya.
“Kalo pusing diobatin Om..”
“Hehhh... yaudah bawa sekalian ke mesin cuci sana dong sayang.. ngapain ditumpuk disitu !?”
“Biar sekalian aja Om, Hihihi...” balasnya sambil memungut rok panjang, kemeja dan kerudungnya kemudian dia bawa ke belakang.
Aku kira Mita langsung menuju kamar mandi setelah memasukkan baju kotornya, tapi ternyata dugaanku meleset. Dia kembali lagi muncul di depanku, namun kali ini dengan penampakan yang beda. Berani sekali anak ini telanjang bulat di depanku.
Ahh, tubuh itu.. betapa sempurnanya. Ngidam apa dulu mamanya hingga melahirkan anak sesempurna dia. Postur tubuh yang ideal, tidak terlalu kurus apalagi kegemukan. Bokongnya padat serta naik keatas, tidak turun atau tepos. Buah dadanya yang masih dalam fase pertumbuhan tidak bisa dibilang terlalu besar, tapi kelihatan kencang, membuat kedua gunung kembar itu seakan membusung menantang.
Batang penisku langsung bereaksi melihat pemandangan seorang gadis cantik bugil di depanku ini. Rasanya handuk yang melilit di pingganggku benar-benar semakin menyiksaku. Aku yang sebenarnya kelabakan mencoba menahan sekuat tenaga dan pura-pura tidak terjadi apa-apa, meski aku juga menikmatinya.
“Lhoh, kok gak cepet mandi malah keluyuran ga pake baju gituu...”
“Bentar Om..”
“Nunggu apa sih? Apa mau om pijitin lagi? Hehe...”
“Weehh... mau dong Om..”
Haduh, apa sih yang kupikirkan tadi? Ngapain aku malah nawarin dia dipijit segala? Bisa mampus aku nahan gejolak birahiku nanti.
“Yaudah duduk sini, om mau ambil minyaknya dulu..”
“Eh, ga usah Om.. ga usah pake minyak, ntar mau mandi kan..”
“Okelah kalo gitu... kamu kesini”
Entah kenapa aku malah menepuk pahaku saat menyuruhnya duduk. Anjriiittt... bisa berabe nih urusan. Apalagi Mita juga mau-mau aja menuruti ajakanku.
“Udah siap Om?”
“I.. iya.. udah..” jawabku terbata-bata saat kaki Mita mulai melangkah untuk duduk di atas pangkuanku.
“Mita gak berat kan Om?” tanya Mita lagi. Aku hanya menggelengkan kepala, tubuhnya yang lumayan langsing membuat beban di pangkuanku tak sampai menyulitkanku.
“Masih berat nahan nafsu buat ngentotin memek kamu yang berbulu tipis itu Mita” suara di otakku.
Dengan tenang Mita duduk di pangkuanku. Posisinya menghadap ke arahku hingga kami berdua saling berhadap-hadapan. Mukaku pas sekali di depan payudaranya yang mengkel itu. Ingin rasanya cepat-cepat aku remes lalu kuemut putingnya yang imut-imut dan berwarna merah muda itu. Tapi tenang, Everything is Under Contol, eh.. Control.
“Enak gak sayang?”
“Uhhh... enak banget Om, bener-bener bisa melepas stress di kepala... uuuh”
“Bilang yah kalo pijatan Om terlalu keras”
“Siap..” balasnya centil.
Tanganku dengan terampil memijat dan mengurut kedua payudara Mita bergantian. Sebenarnya agak susah juga kalau gak licin tanpa minyak, agak keset gimana gitu. Tapi aku lakukan saja pelan-pelan, sambil menikmati pemandangan susu gratis di depan wajahku.
“Berenti dulu Om..”
“eh, ada apa lagi sih sayang?”
“Gak enak Om, pantat Mita kegesek handuknya Om nih..”
Mita kemudian berdiri dari pangkuanku kemudian menarik handuk yang membelit pinggangku. Entah kenapa aku malah membiarkan perbuatannya itu tanpa sempat mengingat kalau di balik handuk itu aku sudah tak memakai apa-apa lagi.
“Eh.. eh.. jangan sayang...” ucapanku tak mampu menghentikan gerakan tangan Mita yang dengan paksa menarik handuk yang kupakai sampai terlepas.
“Nahh... gini kan bagus Om.. hihihi...”
Lama-lama kok berani banget anak ini yah? Trus sepertinya Mita ini melihat batang penisku yang sedang tegak mengacung seperti bukan sesuatu yang membahayakan. Mungkin dia belum tau kalau batang itu sudah menerobos lobang peranakannya bisa bengkak 9 bulan perut kamu Mita, Hahaha...
“Ayo dong Om mulai lagi ahh...”
“I.. ii.. ya..”
Jawabanku terbata-bata karena sekarang ini posisi celah vagina Mita tepat berada di depan batang penisku yang tegak mengacung. Kumulai lagi dengan tanganku meraba buah dadanya yang mengkal itu lalu memijitnya seperti tadi. Kuteruskan pola pijitanku bergantian kiri-kanan pada buah dada Mita lalu kulanjutkan dengan mengurut permukaannya dan berakhir di puting susunya.
“Uuhhh.... enak banget nih Om.. ahh..” desahan Mita mulai terdengar.
Sebenarnya tanpa kusadari juga pinggulnya sudah merapat kedepan dan bertemu dengan perutku. Otomatis ujung batang kejantananku bertemu dengan celah memeknya. Belum lagi dadanya yang terus mendekati wajahku semakin membuatku kesulitan untuk memijitnya.
“Ahhh... kok enak banget sih Om.. ahh.. ini... enak...” racaunya.
“Hemppphh.. “ akupun langsung mencaplok puting susunya dengan mulutku karena tanganku sudah kesulitan mengerjai payudaranya.
“Ihh.. kok di isep sih Om... aduuh... ngapain di isep Om?” rengeknya.
“Emmppphh.. slurrpp... emang gak boleh ya Ta?” balasku
“Ahhh.. jadi.. tambah enak banget Om.. aduhh... kurang ajar banget nih rasanya..”
Pinggulnya secara reflek mulai bergoyang maju mundur. Mungkin karena ujung penisku menggesek klitorisnya jadinya dia mencari posisi yang enak menurutnya. Kubiarkan saja dia meng-explore titik rangsangan pada celah vaginanya karena aku juga masih sibuk mengenyot puting susunya kiri-kanan bergantian.
“Ayo Om terus.. ahhh... Mita mau pipis lagi nihh...”
“Hemm... emphh...emphh...emphh...” kuhisap dan kujilati puting susu Mita sampai terlihat basah banget.
“Iya.. Iya... ini Om.. Ahhh... aku pipis.. aahhh... ahhh... ahhh...” tubuh Mita kembali bergetar karena gelombang orgasmenya.
Tangannya yang berada di pundakku kini merangkul leherku dengan erat. Sedangkan di bawah sana ujung kelaminku bertemu dengan celah vagina Mita yang kurasakan sangat basah. Mungkin hanya butuh satu kali hentakan saja penisku bisa langsung masuk kedalam memeknya.
Napas Mita masih tersengal-sengal dan tubuhnya masih bergetar halus. Kedua tangannya juga masih merangkul erat di pangkal leherku. Kupandangi wajahnya yang sayu namun tetap cantik, dia juga sama menatap mataku. Pelan-pelan wajahnya mendekat ke wajahku lalu bibir kami bertemu dan berciuman. Kupikir Mita baru pertama kali ciuman dengan laki-laki tapi ternyata perkiraanku salah. Lidahnya sudah bisa mencari lidahku, hingga akhirnya sekitar 5 menit kami saling mencumbu.
“Om hebat banget deh.. cuma dipegang aja bisa buat aku begetar hebat.. uhh”
“Hehe.. iya dong.. kan sudah level master gitu Ta..”
“Aduhh.. jadi lemes lagi nih Om..”
“Yaudah.. kamu mandi aja dulu sana.. biar seger lagi..”
“Trus, punya om apa gak mau dikeluarin?”
“Santai aja Ta.. besok pasti dikuras sama tante Ana.. hahaha...”
Akhirnya kubiarkan Mita mandi duluan, meskipun sebenarnya kalau kuajak mandi bareng juga dia pasti tak menolak. Tapi aku masih menghindari kehancuran yang lebih fatal, kalau diteruskan mungkin saja aku bisa menjebol perawannya Mita saat itu juga. Itulah yang ada dalam pikiranku.
Seperti yang aku rencanakan sebelumnya, weekend itu aku gunakan untuk pulang ke rumah. Mengobati rasa kangenku pada istriku dan juga anakku yang masih berusia 3 tahun. Sedang lucu-lucunya kata orang. Mita juga sama, begitu turun dari mobil dia langsung berjalan masuk kedalam rumahnya yang lokasinya berdempetan dengan rumahku.
Malam harinya, sebagai seorang suami akupun harus memberikan nafkah bathin juga pada istriku. Istriku sehari hari mengenakan hijab terutama saat di luar rumah, sedang saat di rumah hanya kadang-kadang saja. Istriku ini mempunyai paras yang cantik sesuai seleraku. Karena kata orang ukuran cantik itu sesuai dengan selera yang melihatnya.
Tinggi istriku 166 cm, aku sendiri 172 cm, tubuhnya lebih montok dan lebih berisi dibanding saat kami belum menikah yang cenderung agak kurus. Payudara istriku terbilang besar berukuran 36 C dan karena menyusui anak kami sehingga puting istriku ikut membesar dan berwarna kecoklatan.
Istriku seorang yang mudah bergaul, dalam urusan seks dia tak segan mengungkapkan keinginannya, fantasinya dan tidak mengenal tabu untuk berbicara kotor saat sedang aku setubuhi meski sehari-hari menggunakan hijab.
Seperti malam ini kami sedang melakukan hubungan badan, anakku sudah tertidur, kondisi rumah sudah sepi dan kami berdua juga sudah telanjang. Akupun sudah menyiapkan matras di atas lantai, sebab kalau kita main di atas tempat tidur anakku jadi ikutan bangun karena getarannya. Saat itu aku aku sedang menyetubuhi istriku dari belakang dengan posisi berdiri dengan satu kakinya di atas kursi.
"Ah.. kencengin pah... aku mau keluar"
"Iya mah.. memek mamah makin hangat aja nih"
Aku percepat kocokanku sambil kuremas remas payudara istriku bergantian, air susunya pun mulai merembes keluar lagi meski hanya beberapa tetes.
"Pah, cupang leher mamah...” istriku ini paling suka kalau disetubuhi sambil dicupang, mau itu leher, susu, atau ketek sekalipun. Aku cupangin lehernya sampai berwarna merah.
"Ahhh pah.. mamah gak kuat lagi, mamah keluar.. ohh... ohh... oohh... aaahhhhh.."
Istriku mengejang beberapa kali dan tubuhnya ikutan bergetar menerima gelombang orgasme yang menyerangnya.
"Papah juga mau nyampe mah.. Ahhh... sssshhhh... uuhh"
Tak berselang lama pejuku pun keluar di dalam memeknya yang masih berkedut kedut, lau kami berbaring kelelahan di atas tempat tidur.
"Pah.. banyak banget keluarnya? ini sampai meleleh dari memek aku" kata istriku.
Memang sempat kulihat pejuku sebagian keluar dari memek istriku yang berbulu rapi itu. Memang istriku rajin merawat kemaluannya.
"Haduhh mah.. soalnya mamah hot banget malam ini".
"Bukannya mamah tiap kali ngentot pasti hot pah? hehe.. “
Aku hanya diam dan memeluk tubuh telanjang istriku. Padahal kenyataannya saat aku menyemburkan spermaku tadi kubayangkan tubuh Mita yang ada di depanku. Entahlah, apa aku mulai bernafsu pada gadis cantik itu hingga terbawa dalam kehidupan seks antara aku dan istriku.
“Pah.. gimana seminggu bersama Mita?” tanya istriku yang membuat jantungku berdesir saat mendengar nama Mita disebutnya.
“Ahh, biasa aja mah, dia sudah diterima kerja kok “
“Syukurlah kalau begitu, eh tapi papa gak ngerjain Mita kan?”
“Ngerjain gimana sih mah?”
“Papa sama Mita kan tinggal serumah berdua, masak ga ada rasa gitu, hihi..”
“Huss... jangan berprasangka buruk mah, ntar kejadian beneran lhoh, hehehe..”
Istriku ini kalau sudah bicara tentang fantasi seks dia akan betah dan panjang lebar membahasnya. Aku juga tak pernah menutupi fantasi-fantasiku pada istriku, tapi aku juga masih menyaring hal-hal yang bisa membuat dirinya tak nyaman.
“ya gapapa sih Pah, asalkan papa tanggung jawab kalo Mita hamil.. hihi...”
“Apasih mamah ini? Kok bicaranya gitu? Beneran kejadian awas loh..” ancamku.
“Hahaha, mamah cuma bayangin aja kalau beneran papah ngentotin Mita... pasti seru tuh pah, apalagi dia kan masih perawan pah..”
“Trus kenapa mah kalau masih perawan?”
“Pasti memeknya sempit tuh pah.. papa pasti puas deh ngentotinnya”
Aku terbengong sendiri mendengar ucapan-ucapan istriku ini. Fantasi seks istriku ini memang sukanya ane-aneh, masak suaminya sendiri dibayangkan ngentot dengan anak gadis tetangga. Padahal memang beberapa kali aku hampir melakukannya.
“Ahh.. mama ini aneh-aneh aja... sudah-sudah...”
“Aneh gimana sih pah? lihat nih kontol papa keras lagi... hayo.. pengen ngentot sama Mita beneran yah?” ledek istriku.
Aku jadi tidak enak sendiri, memang harus kuakui kalau bayangan tubuh telanjang Mita masih membekas di ingatanku. Bahkan saat ini pun masih membuatku bernafsu.
“Sudah ah mah, papah capek nih, besok pagi lagi aja maennya...” kutarik selimut dan kututupi tubuhku dan tubuh istriku yang masih sama-sama telanjang.
“Tapi bentar pah... kalau Mita diajak maen bertiga mau gak yah?”
“Apa?? Mamah sudah dulu ahhh... besok lagi aja bahasnya..” gerutuku.
“Wuahh.. kalu bisa maen bertiga pasti papah yang dapet enaknya tuh..”
“Emang mamah gak enak kalo maen bertiga?” celetukku.
“Hihihi.. ternyata pikiran papah nyambung juga yah.. kita ini memang cocok pah...”
“Iya lah.. papah juga suka punya istri nakal kek gini... hehe..”
Akhirnya kami lanjut tidurnya. Aku jadi bertanya-tanya gimana nanti reaksi isriku kalau benar-benar Mita mau kita ajak main seks bertiga. Tapi aku mengira yang diucapkan istriku tadi hanyalah sekedar fantasinya saja, karena tak ada wanita di dunia ini yang benar-benar mau dimadu.
***
Weekend sudah berlalu dan saatnya aku kembali bekerja. Rasanya waktu berjalan sangat cepat hingga tak terasa aku harus meninggalkan anak dan istriku lagi. Mita juga masih ikut kembali ke kota denganku karena sudah mendapat pekerjaan. Entah kenapa istriku malah menyarankan pada Bu Anik, mamanya Mita agar anaknya tidak usah mencari tempat kos. Dia disuruh ikut saja tinggal di rumahku, namun dengan membayar uang makan perbulannya. Alasannya juga Mita bisa bantu aku bersih-bersih rumah bila aku malas mengerjakannya. Akupun tak bisa berkutik lagi kalau nyonya permaisuri sudah bertitah seperti itu.
Pukul 06:15 pagi hari aku sudah sampai di kota. Kukeluarkan motorku dari garasi dan kumasukkan mobilku. Setiap hari aku pulang pergi ke tempat kerja memang memakai sepeda motor. Mita sudah masuk kedalam rumah begitu kami sampai tadi. Kali ini kulihat yang dia bawa bukan makanan lagi, tapi beberapa baju tambahan. Hari ini Mita masuk kerja dalam jadwal shift untuk pertama kalinya. Kebetulan masih diikutkan shift pagi terus selama dia dan teman-temannya masih training.
*Skip*
Seperti biasa sore ini akulah yang pertama pulang kerumah setelah seharian kerja. Belum kutemukan keberadaan Mita di rumahku. Akupun langsung mengganti pakaianku dengan selembar handuk yang melilit di pinggangku seperti biasanya. Kunikmati alunan musik slow rock kegemaranku dari sma sampai sekarang, sambil membalas chat yang masuk di ponselku. Tiba-tiba pintu depan terbuka dan muncullah bidadari dari balik pintu, bukan cuma satu namun ada dua. Rupanya Mita mengajak temannya datang kerumahku.
Aku yang menyadari tubuhku bagian atas tak tertutup apa-apa sempat panik. Kalau yang datang Mita aku biasa-biasa saja, tapi kali ini ada temannya. Melihatku yang sempat panik membuat Mita tersenyum geli. Namun begitu aku berusaha tetap bersikap wajar dan tenang.
“Sore Om... saya Riska, temennya Mita satu SMA dulu..”
“Eh, iya... aku Andra, yuk silahkan duduk...” tawarku pada Riska temannya Mita itu.
Riska ini wajahnya tak kalah cantik dengan Mita. Hanya saja pandangan mata Riska ini terasa teduh dan menenangkan, kalau Mita itu punya pandangan mata yang menyenangkan. Riska saat itu memakai hijab warna biru langit, dengan baju kaos yang dilapisi sweater warna cream. Pokoknya sangat terlihat keibuan banget deh Riska ini.
“Dibuat nyaman yah Ris, om mau mandi dulu nih..”
“Iya Om silahkan..”
Akupun segera menuju ke kamar mandi karena memang agak malu duduk di depan gadis cantik hanya memakai handuk saja. Ketika di dapur aku sempat ketemu dengan Mita yang sedang membuat minuman untuk temannya.
“Om.. maaf Mita gak bilang kalo ada teman mau numpang nginap, bole kan Om?”
“Iya boleh dong sayang.. gapapa kok..”
“Makasih Om, palingan juga besok siang sudah pergi, soalnya sore ini dia baru datang dari kampung, trus rumah kos yang dipesannya baru dibersihkan” Aku hanya mengangguk mendengar penjelasannya. Kemudian kutinggalkan Mita menuju kamar mandi.
Malamnya kami setelah makan kami ngobrol bertiga di ruang tamu. Kami sedikit membahas pola kehidupan di kota dan perbedaannya dengan hidup di desa. Aku jelaskan juga pada Riska daerah-daerah yang rawan kejahatan supaya dia bisa menghindarinya. Kurasakan Riska ini anak yang menarik untuk diajak bicara. Gestur tubuhnya kulihat selalu memberi perhatian pada lawan bicaranya.
Sekitar pukul 9 malam Mita dan Riska pamit masuk kedalam kamar. Aku juga masuk dalam kamarku setelah mematikan lampu dapur dan ruang tamu. Malam itu entah kenapa aku teringat omongan Mita yang katanya biasa tidur telanjang, itulah kenapa malam ini aku juga ikutan mencobanya.
Agak lama aku tertidur sampai suatu saat aku merasakan pinggangku terbebani sesuatu yang membuat perutku terasa agak sakit. Namun betapa kagetnya aku ketika membuka mata.
“Mita!! Apa-apaan sih kamu ini?” kagetku ketika melihat Mita sudah menduduki pinggangku.
“Hihihi.. Mita kangen dipijitin Om.. makanya aku kesini...”
“Tapi...tapi.. eh.. kan ada teman kamu itu..”
“Sssttt... makanya Om jangan keras-keras suaranya, biar gak kedengaran sama Riska”
Lancang beneran Mita ini mengganggu istirahatku. Sudah begitu dia duduk di atas tubuhku tanpa menutupi tubuhnya lagi alias telanjang bulat. Aku berada diantara rasa gembira, bingung, horni dan ngantuk. Kutatap wajah cantiknya, mungkin suatu saat nanti beneran terjadi apa yang istriku bayangkan kemarin. Namun segera kusingkirkan semua perasaan buruk dan aneh-aneh dari pikiranku.
“Kamu kok gak pake baju sih sayang?”
“Tadi sih pake Om, pas Mita lihat Om tidur ga pake apa-apa jadi aku ikutan, hihi..”
“yasudah, sekarang maunya diapain?”
“Hemm... aku ikut aja sama Om, yang penting enak...”
“ahh.. kamu ini.. jangan macem-macem deh sayang...” balasku.
Aku mulai meremas-remas buah dada Mita seperti biasa, dengan gerakan yang lembut dan teratur. Kulihat wajahnya begitu menikmati tiap gerakan tanganku di payudaranya. Aku menghindari menyentuh puting susunya selama aku bisa, karena puting susu kalau sering dipegang akan berubah jadi gelap warnanya dan bentuknya akan membesar.
“Ahh.. om.. enak banget sih, jadi kangen loh..”
“Masak sih sayang? Kan hanya dua hari aja gak ketemu”
“Uhh... tapi bikin nagih Om.. ahh...”
Mita mulai menggoyangkan tubuhnya kekiri-kekanan, mungkin dia merasa geli bercampur enak. Lama-lama badannya condong ke depan dan mendekati dadaku. Pada posisi begitu belahan pantatnya semakin menghimpit batang penisku yang sudah tegang mengacung sedari tadi. Aku masih fokus untuk mengurut kedua payudaranya sampai aku menyadari kedua alat kelamin kami sudah bertemu.
“Om... bantu garukin yah..” katanya dengan tatapan sayu.
Aku tak mengerti maksudnya, tapi beberapa saat kemudian Mita menggoyangkan pinggulnya maju-mundur. Otomatis belahan memeknya menggesek batang penisku yang masih tegak mengeras. Bisa kurasakan belahan memeknya begitu lembut, hangat dan becek. Ini kalau istriku yang berbuat begini pasti penisku sudah masuk kedalam memeknya. Aku jadi khawatir kalau itu yang terjadi pada Mita.
“Eh, sayang.. awas lho yah.. jangan sampe masuk!” kataku memperingatkan.
“Ahh.. aah.. iya Om.. kalau dikit gapapa..”
“Isshh.. jangan nekat kamu...” kataku sambil mencubit puting susunya.
“Aaahhh... apa sih Om?? Sakit tauukk..” protes Mita.
Dalam pergumulan kami malam ini Mita lah yang paling aktif. Dia terus menggoyang pinggulnya maju-mundur agar batang penisku menggesek celah vagina dan klitorisnya. Kata istriku, saat seperti inilah seorang wanita akan semakin larut dalam kenikmatan birahinya.
“Ohh... om.. Ahh.. itunya om enak banget” ujar Mita
“Apanya Om?” tanyaku sambil kembali mencubit puting susunya.
“Ahh.. itu .. titit “
“Titit apa sih sayang?” godaku masih mencubit putingnya.
“Kontol om.. ahh... kontol....”
“Hehehe... iya bener.. kontol” godaku pada Mita, entah kenapa aku terbiasa dengan kata-kata macam itu semenjak mulai bersetubuh dengan istriku.
“Kalo yang digaruk sama kontolnya Om apa Mita?”
“Hemm... memek.. ahhh.. memek Mita...”
“Bagus...” jawabku sambil tersenyum bangga.
Belum selesai aku menggodanya tiba-tiba badan Mita ambruk kedapan dan mendekap dadaku. Lalu bibirnya mencium bibirku dengan ganas.
“Hhhemmp.. aahh... ehhmmmpp...” desah Mita dibarengi tubuhnya yang bergetar dan mengejang beberapa saat lamanya. Aku yakin dia sudah mendapatkan orgasme.
“Hahh.. hahhh.. hah.. huuufffhh...” nafas Mita tersengal-sengal begitu bibir kami terlepas.
“Enak sayang?”
“Aahh.. enak Om.. banget.. hhuhh...”
Tubuhnya masih diatas tubuhku dengan dada kami saling menyatu. Kepalanya dia sandarkan pada pundak kiriku dengan tangan kirinya masih memegang kepalaku. Di bawah sana kurasakan batang penisku yang masih tegak mengeras terasa sangat basah, seperti baru saja tersiram air.
“Kalau udah gantian kamu bantuin Om dong ...”
“bantuin apa Om?”
“keluarin peju nya Om...”
“Hihihi.. mau.. tapi ada syaratnya..”
“Anak nakal.. pake syarat lagi.. emang apa syaratnya?” sambil kupencet hidungnya.
“Mita mau bantu asal ngelakuinnya di kamar Mita, hihi..”
“Ahh, kamu ada-ada aja, enggak ahh..”
“Ayolah Om.. pliisss...”
Aku mulai berpikir keras, di kamarnya Mita kan ada temannya yang malam ini ikutan menginap di rumahku. Kalau nanti dia bangun trus melihat perbuatan kita, apa kata dunia?? Namun di satu sisi ada rasa ingin mencoba sensasi hampir ketahuan, pasti seru seperti cerita-cerita di forum semprot itu.
“Hayukk...” jawabku sambil tersenyum.
Jadilah aku dan Mita berjalan ke arah kamar Mita sama-sama masih telanjang bulat. Dibukanya pintu kamar itu pelan-pelan supaya Riska yang tengah tidur di dalam tidak ikutan bangun. Setelah dirasa aman Mita memberikan kode padaku untuk segera masuk kedalam. Akupun langsung mengikutinya.
“Kamu yakin sayang?” bisikku
“Udah Om sini aja...”
Aku mendekati Mita yang sudah dalam posisi tidur terlentang di atas ranjang. Sekali lagi aku harus berusaha sekuat tenaga agar aku tak menjebol segel perawan milik Mita. Itulah kenapa aku berusaha agar semua ini cepat selesai.
“Om... sini...” telunjuk Mita memberi tanda supaya penisku kembali mengarah ke vaginanya. Sudah nekat beneran nih anak, pikirku.
Kumajukan posisiku mendekati Mita yang terbaring, lalu kuarahkan kejantananku menggesek celah vaginanya yang merah merekah itu. Untung saja celah memek Mita masih rapat jadi agak susah buat ujung penisku menerobos masuk lobang kemaluannya itu. Akhirnya aku hanya menggerakkan pinggulku maju-mundur supaya penisku terus menggesek klitorisnya.
“Ahh... Ahh... duuhh... enak Om...” desah Mita namun seperti berbisik halus. Mungkin supaya Riska tidak terbangun dari tidurnya lalu memergoki kami berbuat mesum.
Riska kulihat tidur dengan tenang, wajah teduhnya nampak cantik dan menenangkan. Tubuhnya tertutup selimut kain warna ungu bercorak bunga sepatu sebatas leher.
“Riska cantik gak Om?” tanya Mita masih berbisik
“Cantik.. “ jawabku sambil menganggukkan kepala.
“Kalau gini Om? hihihi..” tiba-tiba tangan Mita menarik selimut yang dipakai oleh Riska hingga terjatuh ke lantai.
“Ca.. can... cantik...” jawabku terbata-bata.
Rupanya dibalik selimut itu Riska sudah tidak memakai apa-apa lagi. Ohh.. semakin nambah terus siksaan bathin yang kuderita. Kulihat tubuh bugil Riska tergolek dengan tenang, payudaranya kulihat memang lebih besar daripada punya Mita. Perutnya rata dengan hiasan bulu-bulu halus yang tumbuh di atas celah memeknya. Aku balik melotot pada Mita seakan tak menyetujui pada tindakannya.
Mita tak merespon protesku pada tindakannya tadi. Sekarang dia mengajakku turun dari tempat tidur. Dia berjongkok di depanku dan memberi tanda supaya penisku siap menghadapnya.
“Uhhh.. mantabbb...” desahku mengikuti kuluman batang kejantananku oleh bibir tipis Mita.
Kurasakan gerakan Mita mengulum dan mengocok penisku terasa luar biasa. Aku rasa dia sudah pernah melakukan ini sebelumnya, entah dengan pacarnya atau siapa. Kocokan tangannya begitu lembut dan nyaman, hingga aku terbuai dalam kenikmatan. Aku yang berdiri di depannya kini berkacak pinggang seakan bicara ‘Akulah Tuannya’.
“Sluurrpp... Sluurrppp.. ehmmpp... sluurppp.. ehmmpp “ suara sedotan mulut Mita pada penisku terus terdengar bagai alunan musik yang menghanyutkan dalam birahi.
Sekilas kulihat lagi tubuh Riska di atas ranjang. Kini kedua kakinya mengangkang, seakan mempersilahkanku untuk menikmati celah kewanitaannya. Memang celah memeknya terlihat menggairahkan, warnanya merah muda dan bentuknya agak tembem, beda dengan milik Mita yang tipis tapi rapat. Sungguh bahagianya aku bila suatu saat nanti bisa benar-benar menikmati vagina dua bidadari ini secara utuh.
“Ahh.. Om mau keluar sayang.. ahh...” desahku merasakan desakan spermaku ingin segera keluar.
“Iya Om keluarin yang banyak yah... ayo...ayo..” ucap Mita ikut gembira.
Croot... croottt.. crott... Akhirnya setelah perjalanan yang panjang dan menantang, cairan spermaku menyembur keluar.
Semburan maniku benar-benar memberikan sensasi lega pada tubuhku. Mataku sampai terpejam untuk lebih menikmatinya. Begitu kubuka mataku kulihat wajah dan dada Mita penuh dengan lelehan pejuhku. Sungguh erotis dan menggairahkan melihat wajah Mita yang cantik tersiram cairan putih kental yang tak lain adalah spermaku.
“Udah Om?”
“Udah.. ahh.. udah sayang.. lemes nih..”
“Bentar yah..”
Mita kemudian berdiri tanpa membersihkan mukanya, dia kemudian mendekati Riska yang masih lelap dalam tidurnya. Kemudian tangannya mengambil lelehan spermaku di dadanya lalu diberikan pada Riska tepat di mulutnya. Kulihat Mita hanya tertawa tanpa suara saat spermaku masuk kedalam mulut Riska dan tanpa sadar ditelannya.
“Sudah-sudah.. kamu ini nakal banget..” bisikku pada Mita lagi.
“Gapapa Om.. hihihi...”
Kukira dia akan berhenti menjahili Riska, namun ternyata kini Mita bergeser ke daerah vagina Riska. Dia kembali mencolek lelehan spermaku di tubuhnya lalu dengan sengaja dia oleskan pada celah vagina Riska. Aku hanya bisa melongo melihat kelakuan isengnya itu.
“Om.. ntar kalo Riska hamil tanggung jawab yah...”
“Iya gampang, tapi kamu nanti jadi istriku yang ketiga lhoh, hehehe...”
“Hihihihi...”
Kami berdua tertawa namun tetap berusaha menahannya supaya tidak terdengar oleh Riska. Sebenarnya ini sesuatu yang membuatku berpikir panjang, bilang istri ketiga lagi, kalau kejadian beneran mana mampu aku menghidupinya. Namun ada juga sesuatu yang membuatku nyaman bersama Mita, dia sepertinya memang punya bakat binal, itulah kenapa dia sangat cocok denganku yang berotak mesum. Hahaha...
“Udah.. Udah... kita keluar yuk..” ajakku.
“He’em..”
Akhirnya aku dan Mita berjalan keluar kamar. Mita menuju kamar mandi utuk membersihkan mukanya sedangkan aku kembali masuk kedalam kamarku untuk lanjut tidur lagi.
0 Komentar