Dia berniat untuk segera menikahi aku.
Dia membawaku menemui keluarga besarnya, yang ada di kampung halamannya, tepatnya di kota Purwokerto. Dan ini pertama kalinya juga, aku diperkenalkan kepada keluarganya. Selama ini kami menjalani hubungan tanpa sepengetahuan keluarga Andra.
Pikiranku berkecamuk kala itu, memikirkan banyak hal yang sebenarnya tidak perlu. Maklumlah, saat itu aku hanyalah seorang wanita berusia 23 tahun. Yang belum pernah menghadapi orang tua dari pasanganku.
Namun sesampainya di sana, ternyata keluarganya Andra sangatlah sederhana dan ramah. Kedua orang tuanya
begitu menyambutku layaknya tamu istimewa. Aku disuguhi banyak makanan, bahkan diberikan banyak pakaian baru yang bagus- bagus.
Di sanalah untuk pertama kalinya, aku bertemu dengan Dharma. Aku melihat Dharma yang masih berusia 18 tahun. Dia begitu tampan, gagah, tinggi, terlihat sangat dingin
dan cuek. Dan dalam pertemuan pertama itu juga, aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
... ...
“Dharma, ayoo kenalan sama calon istri Mas. Namanya
Mbak Danilla. Iyaa kamu manggilnya Mbak Danilla, Danilla kenalin ini adek kandung aku satu-satunya. Namanya Dharma,” ungkap Andra yang memperkenalkan Dharma kepadaku.
Saat itu aku dan Dharma bersalaman, saling bersentuhan dan berjabat tangan. “Waah, Mas Andra tumben pilih calon istrinya
pinter banget. Mbak Danilla ini cantik banget loh. Mbak, kenalin aku Dharma. Adek kandungnya Mas Andra, kapan rencana kalian nikah?”
Aku yang saat itu berjabat tangan dan bersalaman dengannya, mataku terpaku memandangi wajahnya yang sangat tampan. Dulu, sewaktu dia masih SMA kelas 3,
Dharma bisa dikatakan lebih tampan dari Andra.
Wajahnya sangatlah manis, tubuhnya waktu itu belum segagah sekarang. Tapi tubuhnya tinggi tegap, kulitnya putih bersih, dari wajahnya sepertinya Dharma memiliki darah orang barat. Andra dan Dharma wajahnya memang terlihat campuran orang barat dan jawa.
“Mbak? Kok Mbak diam saja? Mbak Danilla gak nyaman kah di sini?” tanyanya lagi yang menatapku dengan sorot mata bingung.
Aku berusaha mengembalikan kesadaranku, dan berhenti berkhayal yang tidak-tidak. “I-Iyaa, nama aku Danilla. Salam kenal juga, Dharma. Ngomong-ngomong kenapa wajah kamu dan Mas
Andra, kaya agak mirip orang bule gitu yaa?”
Ibunya Andra yang mendengar pertanyaanku, dia pun menyahuti. “Iyaa soalnya Kakeknya Andra dan Dharma, itu berasal dari Belanda. Kakek dari Bapaknya mereka berdua. Makanya banyak yang bilang mereka berdua mirip bule, hehehe.”
“Ohhh, begitu toh Bu? Iyaa soalnya saya ngeliat Andra itu wajahnya agak kebarat- baratan. Tapi wajahnya Dharma terlihat lebih kaya orang barat lagi.” Untung saja aku bisa menyembunyikan sikap anehku, yang saat itu jatuh cinta kepada Dharma.
Aaahhh, ini benar-benar kacau! 3 bulan lagi aku akan menikah dengan Andra, tapi
sekarang aku malah jatuh cinta dengan anak kelas 3 SMA. Padahal usiaku sekarang sudah 23 tahun, aku benar-benar merasa bingung. Tapi lebih baik aku abaikan saja perasaan ini.
Aku yang saat itu berusaha mengendalikan perasaanku sebagai wanita. Justru malah semakin merasa kebingungan, karena Andra dan Dharma
begitu akur dan akrab. Mereka berdua bisa dibilang brother goals.
Karena sangat terlihat kasih sayang di antara mereka berdua. Dharma terlihat sangat menyayangi Andra, begitu juga Andra yang terlihat sangat menyayangi Dharma. Mereka berdua juga obrolan dan candaannya nyambung banget.
“Mbak Danilla, kamu sudah pacaran sama Mas Andra berapa tahun? Mas Andra gak pernah cerita apa-apa, ehh pulang ke kampung halaman bawa cewe cantik banget,” ujar Dharma bertanya sekaligus memujiku.
“Be—Berapa lama yaa? Aku sama Mas Andra itu udah pacaran 3 tahun. Kebetulan Mas Andra kan sudah sangat
mapan. Dia juga sudah punya rumah dan mobil, iyaa aku sih gak masalah dia mau nikahin aku,” jawabku kepada Dharma.
Andra yang mendengar Dharma bertanya seperti itu kepadaku, dia melancarkan komentarnya. “Ngapain juga Mas punya pacar cerita-cerita ke kamu toh? Nanti yang ada kamu iri, malah pengen
ngerasain pacaran juga. Gawat masih sekolah pacaran.”
“Loh? Aku udah punya pacar loh Mas di sekolah. Iyaa tapi Ibu dan Bapak memang gak tau sama sekali. Kalo tau yang ada aku pasti dimarahi habis- habisan. Uang masih minta ke Mas Andra malah pacaran. Hahaha,” sahut Dharma dengan candaan.
“Iyaa kamu kalo mau pacaran minimal kerja dulu. Pacaran pakai uang orang tua itu gak pantes. Itu aja pesan dari Mas, kalo kitanya kerja keras perempuannya juga pasti senang. Karena merasa kita perjuangkan.”
“Iyaa, Mas. Nanti setelah lulus sekolah aku cari kerja dulu. Kalo susah dapet kerja di Purwokerto, yaa paling aku
nyusul Mas ke Jakarta. Biar aku kuliah sambil kerja di
sana,” jawab
Dharma dari
menerima Kakaknya itu.
nasehat
Andra memang memberikan nasehatnya kepada Dharma. Dan Dharma pun selalu terlihat menerima nasehat Andra dengan baik. Dharma sama sekali tidak
sering
pernah terlihat membantah perkataan Andra.
Hal ini juga diperkuat oleh Bapak dan Ibunya Andra, yang selalu bilang bahwa Dharma sangat penurut kepada Andra. Bahkan Dharma jauh lebih penurut kepada Andra, ketimbang kepada Bapak dan Ibunya sendiri, hahaha.
Aku berada di kampung halaman Andra selama 1 minggu lamanya. Di sini aku diajak Dharma ke sawah, ke kolam ikan, dan ke berbagai tempat yang jarang aku temui di perkotaan. Iyaa lokasi tempatnya memang gak jauh dari rumah sih.
Dan Andra mempercayakan aku begitu saja kepada Dharma. Karena ketika Andra
pulang ke kampung halaman, dia akan disibukkan dengan pekerjaan rumah setiap harinya. Andra sangat rajin dan telaten membantu kedua orang tuanya.
Dan ketimbang aku hanya bengong diam di rumah, Andra meminta Dharma untuk mengajakku jalan-jalan. “Maa, Mbak Danilla diajak jalan-jalan. Ini Mas masih
0 Komentar