ADIK IPARKU PART 5

 


Waahh? Itu cowo kamu yang baru? Gagah dan ganteng amat. Bawa mobil besar dan keliatan mewah lagi. Pinter kamu bisa dapetin cowo kantoran kaya begitu?” Mama terlihat sangat senang, karena laki-laki yang mengajakku pergi terlihat berbeda dari biasanya.


“Iyaudah yaa Bu, aku mau pergi dulu. Andra udah




nunggu di depan, nanti pulang aku bawain martabak manis kesukaan Ibu.” Aku bergegas keluar dari rumah dan berjalan menemui Andra.


Saat itu, aku menyapanya dengan senyuman yang sangat tulus. “Haloo, Andraa. Aku kira kamu gak akan pernah hubungin aku lagi. Soalnya udah lama banget yaa, dari terakhir kali kita




ketemu. Kayanya udah 1,5 bulan lebih, sejak pertemuan kita yang pertama.”


“Aaahh, iyaa hahaha. Maaf yaa, aku nelfon dan dateng ke rumah kamu malam- malam begini. Aku kebetulan lagi buka-buka dompet, dan nemuin kartu nama kamu,” jawab Andra.


Aku seketika merasa tertegun, berarti selama ini Andra




menyimpan kartu namaku dengan baik. Dia tidak langsung membuangnya, seperti yang aku pikirkan selama ini. Mungkin dia berpikir, suatu saat dia akan membutuhkan aku.


“Jam setengah 10 malam, belum terlalu malam kok buat aku. Kadang kalo shift siang, aku bisa pulang di atas jam 11. Dan baru sampai rumah




jam 12 tengah malam. Iyaudah yuk, kita mau kemana?” tanyaku kepada Andra.


“Iyaa kita masuk ke mobil dulu aja. Sambil jalan, kita pikir bareng-bareng enaknya nongkrong di mana.” Andra kemudian membukakan pintu mobilnya, dia memperlakukan aku dengan sangat baik.




Dengan senyuman manis, aku mengucapkan rasa terima kasihku kepadanya. Aku masuk ke dalam mobilnya, dan tidak lama Andra juga masuk ke dalam mobil. Dia tancap gas membawaku ke sebuah taman jajan di tengah kota.


Meskipun ini taman jajan, tapi harga makanan di sini terbilang cukup mahal. Tapi




harga makanannya sebanding dengan visual tempatnya, yang terlihat romantis dan terkesan cocok untuk dijadikan tempat berbincang kami berdua.


Di sana, Andra bercerita bahwa dia sebentar lagi akan ditinggal nikah oleh pacarnya. Yang kebetulan berusia 3 tahun lebih tua darinya. Usia Andra saat itu 22 tahun, dan




usia kekasihnya sudah sekitar 25 tahun. Sementara usiaku? Iyaa masih 20 tahun, hahaha.


Malam itu, dia menceritakan hatinya yang begitu hancur. “Andra, aku merasa gak seharusnya kamu membenci pacar kamu itu. Dia sudah cukup dewasa, usianya sudah 25 tahun. Sangat wajar jika dia memutuskan untuk




menikah dan tidak bisa menunggu kamu.”


“Iyaa, aku mengerti apa yang dia lakukan tidaklah salah. Aku sama sekali tidak menyalahkan Diana. Iyaa hanya saja, aku tidak bisa menahan rasa sakit di hatiku,” jawabnya yang sepertinya memang hanya butuh teman curhat.




Di malam itu, kami berdua berbincang banyak hal. Aku dengan sengaja menceritakan berbagai hal tentang diriku dengan terbuka. Aku melakukannya agar Andra juga mau menceritakan tentang dirinya dan terbuka kepadaku.


Untungnya cara ini berhasil dan berjalan dengan baik. Andra menceritakan banyak




hal tentang dirinya. Dia bercerita tentang dirinya bekerja sebagai seorang IT System Network. Dia juga bercerita jabatannya yang sudah berada di supervisor, di usianya yang masih 22 tahun.


Dilihat dari caranya bicara dan gesture tubuhnya, Andra adalah orang yang jujur dan pekerja keras. Dia juga bercerita bahwa baru saja




membeli mobil yang dia gunakan hari ini. Dia membelinya bekas secara cash, dengan mengumpulkan uang selama dua tahun.


Singkat cerita, hubungan kami berdua semakin dekat. Aku pun mulai semakin menyayanginya dan jatuh cinta kepadanya. Kami berdua jadi sering bertemu dan jalan bareng, dia juga sering




menjemputku pulang kerja jika sudah sangat malam.


Bahkan Andra aku perkenalkan kepada ibuku, di mana aku juga menceritakan tentang ibuku yang seorang single parent. Yang penuh dengan daya juang tinggi, untuk menghidupi ketiga anak perempuannya. Andra pun terlihat terkesima dan kagum dengan hal itu.




Setelah 3 bulan kami saling dekat dan sering bertemu, Andra pun menyatakan perasaannya kepadaku. Dia mengajakku menjalin hubungan asmara, dan tentu saja dengan penuh kebahagiaan aku menerima cintanya itu.


Semenjak pacaran, aku mulai terbuka tentang pekerjaanku. Aku merasa harus




mengatakannya, bahwa aku takut akan sangat melukai perasaannya. Bagaimana tidak? Tidak ada seorang laki- laki pun, yang bisa menerima kekasihnya berhubungan intim dengan pria lain.


Namun lagi dan lagi, reaksi Andra di luar perkiraanku. Andra sama sekali tidak marah, meskipun dia mengakui dirinya kecewa.




Dia bilang akan berjuang untuk


mendapatkan penghasilan yang lebih besar, agar aku tidak perlu bekerja di tempat seperti itu lagi.


Hatiku pun sebenarnya sangat hancur, sudah memiliki kekasih yang terlihat begitu sempurna di mataku. Tapi setiap hari masih harus bekerja, melayani pria hidung




belang untuk melampiaskan hawa nafsunya itu.


Karena aku memang sudah tidak mungkin lagi merepotkan ibuku, ibuku sudah fokus membiayai pendidikkan adik bungsuku. Ditambah aku juga sudah diberi tanggung jawab untuk membayar listrik rumah, serta setengah biaya kontrakan yang kami tinggali.




Namun untungnya, Andra benar-benar sangat mempedulikan diriku. Dalam waktu dua bulan setelah kami berpacaran, Andra melakukan pekerjaan tambahan di luar sepulang bekerja. Dia mencari project-project IT di internet, serta mencari project dari teman- temannya.


Dari sanalah, Andra mulai memberikan aku uang




bulanan rutin untuk biaya hidup. Uang yang diberikan memang tidak tentu, kadang dia memberikan 2 juta sebulan. Tapi kadang dia jug bisa memberikan 4 sampai 5 juta. Uang yang lebih besar dari gaji bulananku di panti.


Setelah Andra bisa mencukup kebutuhanku di bulan keempat, aku pun keluar dari tempat kerjaku. Dan sejak




saat itu aku sudah tidak pernah bekerja mencari uang lagi. Meskipun masih pacaran, keuanganku sepenuhnya ditanggung oleh Andra.


Dan hal ini terus berlanjut hingga usia hubungan kami mencapai 3 tahun. Di sinilah awal mula permasalahan itu muncul, Andra yang saat itu sudah menjabat sebagai manager IT di perusahaannya.

Posting Komentar

0 Komentar