RANJANG YANG TERNODA PART 34


Saat perang berkecamuk dalam batin Alya, tangan Paidi leluasa masuk ke dalam celana dalamnya yang mungil dan membiarkan rok Alya tetap di tempatnya. Kini ia lebih bebas bergerak merangsang sang nyonya majikan! Tangan Paidi meraih tempat yang lebih atas dan Alya membiarkan laki – laki yang bukan suaminya ini membuka kakinya lebar – lebar. Tubuh wanita cantik itu menegang ketika Paidi menemukan bibir vaginanya yang lembut bagai sutra. Alya melonjak kaget saat sang supir mulai membelai bibir kemaluannya secara perlahan – lahan.




Ya Tuhan! Tidak seharusnya ia mengijinkan Paidi melakukan ini! Tapi batin Alya berkecamuk… benarkah dia yang mengijinkan? Paidi walaupun kurus jelas lebih kuat dan perkasa, bahkan mungkin lebih kuat dari Mas Hendra saat ia sedang sehat sekalipun! Tangan, bibir dan gigi Paidi dibiarkan bebas berbuat apa saja dengan tubuhnya, bagaimanapun caranya Alya menolak, ia tidak mampu menahan keinginan Paidi. Namun… ia juga tidak diperkosa… ia mengijinkan Paidi menggumulinya!




Sekilas rasa takut menyambar batin Alya. Setelah semua peristiwa mengerikan yang ia alami dengan Pak Bejo, ia tidak ingin kehilangan kontrol atas situasi lagi. Apa yang ia alami saat ini adalah karena ia kehilangan kontrol atas dirinya sendiri. Ia tidak ingin jatuh ke dalam kubangan yang lebih dalam. Hanya saja… saat ini, di atas sofa ini, Alya jelas tidak sedang mengontrol apapun. Sensasi birahi berlebih membuat tubuhnya lemah atas semua rangsangan. Alya tidak ingin mengkhianati suaminya… tapi apa yang Paidi lakukan sungguh membuatnya terbang ke awang – awang.




Satu jari telunjuk masuk ke dalam memek Alya.




Wajah wanita cantik itu memerah karena malu saat ia menyadari memeknya sudah mulai basah. Sangat memalukan menjaga harga diri di hadapan supirnya kalau memeknya sudah mulai membanjir seperti ini. Dari wajahnya yang tersenyum, Alya yakin Paidi juga sudah tahu hal itu. Tangan Alya meraih lengan Paidi, ia berusaha mendorong tangan itu meninggalkan tubuhnya. Tapi Paidi jauh lebih kuat, bukannya tangan Paidi yang terdorong menjauh, malah justru tangan Alya yang kini digenggam oleh sang supir.




Paidi membimbing tangan Alya yang halus ke dalam selangkangannya. Jari – jari lentik Alya segera bersentuhan dengan batang kejantanan yang hangat, besar dan panjang. Kaget, Alya menarik tangannya mundur. Si cantik itu terkejut dengan kehangatan dan kerasnya batang kemaluan Paidi. Alya tidak tahu sejak kapan Paidi mengeluarkan kemaluannya dari dalam celana. Paidi tidak menyerah begitu saja, supir nakal itu menarik kembali tangan Alya dan membimbingnya lagi ke kontolnya yang besar dan hitam. Kali ini Alya tidak melawan. Jari – jari mungilnya mengitari batang besar kontol Paidi.




Ukuran kontol Paidi ini pas sekali dalam genggaman tangan mungil Alya, ukurannya yang besar tidak cocok dengan postur tubuh Paidi, tapi sangat mempesona ibu muda satu anak itu. Urat – urat yang mengitari batang kemaluan Paidi berdenyut dalam genggaman tangan Alya, wanita cantik itu berusaha mencari cara untuk menghindari kekagumannya pada alat vital Paidi, namun seperti anggota tubuh yang telah dipasangi susuk, Alya tidak bisa melepas pandangan dari kemaluan Paidi. Ingin sekali rasanya Alya merasakan kontol Paidi itu di dalam memeknya, ia tidak yakin benda besar dan panjang ini bisa masuk seluruhnya, tapi… Alya tidak akan mengijinkan Paidi menyetubuhinya. Ya. Itu pasti. Tidak mungkin. Tidak boleh.




Tangan Paidi meraih pergelangan tangan Alya dan membimbingnya mengocok kemaluannya secara perlahan. Kontol Paidi yang hitam, besar dan panjang membuat Alya sangat terpesona. Penis Paidi memang tidak segemuk milik Pak Bejo, tapi lebih panjang dan sangat keras. Panjangnya melebihi milik Mas Hendra. Hitam… besar… panjang…




Setelah beberapa saat membiarkan tangan Paidi membimbingnya, Alya tidak membutuhkan dorongan apapun lagi untuk terus menikmati kemantapan alat kelamin Paidi, ketika Paidi melepas tangannya, Alya masih terus mengocok kontol pria kurus itu. Apa yang dimiliki supirnya itu seakan – akan mengingkari hukum alam, bagaimana bisa orang sekurus dan sehitam Paidi memiliki penis yang seperti ini? Begitu besar dan panjang… tangan Alya bergerak turun ke pangkal batang kemaluan Paidi, mengagumi ukuran kejantanan yang sebelumnya belum pernah ia lihat. Nafas Alya makin berat, nafsunya mengambil alih, birahinya makin meningkat. Alya tidak akan keberatan kalau benda ini dicoba dimasukkan ke dalam liang kenikmatannya… tapi… tapi…




Saat itulah Paidi mendorong jarinya yang panjang ke dalam bagian terlarang milik Alya. Terpengaruh oleh rangsangan bertubi, Alya mencoba menyikapi dengan kesadaran yang tersisa. Hanya ada satu konsekuensi yang akan ia peroleh jika mengijinkan Paidi melakukan rangsangan lagi, dan hal itu tidak boleh terjadi.




Alya berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Dia telah menikah. Dia mencintai Hendra, suaminya. Dia tidak mencintai Paidi, dia tidak mencintai Pak Bejo. Tubuhnya hanya milik Hendra, suaminya. Dia tidak boleh membiarkan ini semua berlanjut!




“Lepaskan aku!” tuntut si seksi itu. Tapi Paidi tidak menghiraukannya. Bibir pria hitam dan kurus itu masih terus memagut leher putih mulus milik Alya. Jari jemari Paidi menusuk lebih ke dalam. Kaki Alya menggeliat dan menjepit tangan Paidi, ia berusaha menarik tangan Paidi keluar dari selangkangannya.


“Ini sudah keterlaluan, kita tidak boleh melakukan ini! Aku ini istri orang!”




Paidi malah nyengir ketika dia diingatkan bahwa tubuh molek yang menggiurkan yang sedang menggeliat di bawah tubuhnya ini adalah milik laki – laki lain, tubuh seorang majikan bahkan! Dengan nekat Paidi memutarkan jarinya di bibir kemaluan Alya yang makin lama makin basah, lalu menusukkan jarinya itu ke dalam memek Alya lebih dalam lagi.




Ketika jari Paidi melesak masuk, tanpa sadar Alya meremas kemaluan Paidi dengan kencang. Penis itu begitu besar dan keras, Alya seakan tak mampu menggenggamnya utuh karena ukuran lingkarnya yang sangat besar. Dia tak pernah menduga orang sekurus Paidi memiliki penis yang sedemikian besarnya, ia sudah memperkirakan ukurannya, tapi penis milik Paidi ini melebihi semua imajinasi lliarnya. Batang kemaluan hitam besar milik Paidi berdenyut dalam genggaman tangan Alya yang halus, si cantik itu bisa merasakan denyut yang bergerak di urat yang bertonjolan di batang yang terisi oleh desakan darah dan sperma yang siap diledakkan.




Paidi menarik jarinya dan merubah posisi. Ia mengangkat tubuhnya sehingga Alya kini bisa melihat langsung ukuran sebenarnya batang kemaluan laki – laki yang baru saja menindihnya. Mata indah si cantik itu langsung terbelalak!




Luar biasa besarnya!




Jauh lebih besar daripada milik Hendra atau bahkan Pak Bejo!




“Ya Tuhan!” desis Alya yang terkejut.




Paidi nyengir. Dia bangga dan bahagia melihat reaksi majikannya yang terkejut saat melihat ukuran kontolnya. Reaksi jujur yang ditunjukkan oleh Alya sungguh sedap baginya. Rasa ketakutan karena tak ingin ketahuan, perasaan bersalah, nafsu yang menggelegak yang sangat terlihat di wajah Alya adalah keindahan sempurna bagi Paidi. Inilah yang membuatnya terangsang hebat.




Alya memang bukan seorang perawan, tapi Paidi memperkirakan tusukan pertama penetrasinya akan seret sekali, karena walaupun sudah pernah berkali – kali melayani nafsu binatang Pak Bejo, memek Alya masih sangat mungil.




Alya memandang penis Paidi dengan penuh ketakutan sekaligus kekaguman. Seakan ia berhadapan langsung dengan seekor ular kobra dan takut untuk menggerakkan tubuh sedikitpun. Bagi Paidi, menyaksikan konflik batin ibu muda yang jelita itu sungguh suatu kenikmatan yang tak terkira.




“Apakah ini yang anda inginkan selama ini?”




Alya menatap Paidi bingung, apa maksud kata – katanya itu?




Paidi tersenyum dan mengulangi lagi ucapannya, “setelah selama ini ditiduri oleh laki – laki lemah seperti Pak Hendra dan laki – laki brengsek seperti Pak Bejo… apakah ini yang ibu inginkan? Kejantanan sejati seperti ini?”




Wajah Alya memerah karena malu. Ia marah dan kesal pada sikap Paidi yang arogan, tapi memang benar apa kata supirnya itu – Alya sangat tertarik mencicipi kejantanan milik Paidi yang luar biasa besarnya. Warna merah jambu karena malu menutup pipi hingga ke dada Alya. Kejantanan sejati… kejantanan sejati… kata – kata itu terus berulang di otak Alya yang dipenuhi kekalutan.




Tidak mungkin ada penis sebesar itu! Terlalu besar! Ini semua pasti rekayasa! Batin Alya dalam hati. Kalau mau hiperbola, tidak mungkin ada penis yang batangnya hampir sama besarnya dengan pergelangan tangan Alya! Ketika Paidi berpindah posisi dan kedua tangannya kini berada di bawah rok Alya, ibu muda yang jelita itu bisa melihat dengan jelas batang penis Paidi!




Alya terbata – bata melihat panjang penis Paidi. Tidak akan muat! Benda ini tidak akan muat masuk ke dalam kemaluannya yang mungil! Benda itu akan menghancurkan rahimnya! Batin Alya lagi.




“Terlalu besar…” desis Alya perlahan. Nafasnya kembang kempis, ada desakan berat di dalam dadanya, di tenggorokan dan dalam pikirannya. Panas menghentak – hentak membuat birahi Alya meninggi, ada kehausan luar biasa yang ditimbulkan pemandangan indah yang diberikan Paidi pada lubang kemaluan Alya. Paidi tersenyum penuh kemenangan ketika dia menarik celana dalam Alya, wanita cantik itu menggerakkan pinggulnya tanpa sadar, memudahkan Paidi melucuti celana dalamnya yang mungil.




Alya telah menyerah kepada supirnya…




Alya telah ditaklukkan…




“Ya Tuhan! Apa yang… suamiku…”




Paidi tersenyum, lagi – lagi laki – laki kurus berkulit hitam itu menempelkan bibirnya ke bibir tipis Alya, mengatupkan mulutnya ke mulut Alya dengan satu ciuman penuh nafsu. Apapun kata – kata yang hendak diucapkan Alya, semua permohonan dan penolakannya, luruh oleh ciuman itu. Alya menggeser kepalanya mencoba menghindar dari ciuman Paidi, tapi gerakan itu justru membuat Paidi mendapatkan akses ke arah telinganya yang seputih pualam. Setelah gagal mencium Alya, perhatian Paidi beralih ke arah lain. Bibir dowernya menyosor ke daun telinga Alya. Lidah supir itu bergerak lincah menjelajahi tiap sudut bagian dalam telinga Alya. Tubuh wanita cantik itu menggelinjang geli ketika merasakan sentuhan lembut lidah Paidi pada telinganya. Lidah Paidi bergerak lincah membuai Alya sementara tangannya bebas bergerak di bawah roknya. Jari – jari nakal milik lelaki kurus itu membelai tiap jengkal paha putih milik istri majikannya.




Paidi tidak berhenti di bibir Alya, lidahnya menjilat pipi dan telinga si cantik itu, masuk ke dalam daun telinganya, memutar dan merasakan tiap sisi kecantikan parasnya. Dada kurus Paidi bisa merasakan kehangatan yang dihadirkan buah dada Alya yang menempel kepadanya, mendorongnya naik turun seiring emosi dan nafsu yang menggelora di badan sang ibu muda. Alya tidak bisa menghindar dari rangsangan hebat yang dilakukan Paidi pada telinga dan pipinya, tubuhnya bergetar dan menggelinjang. Tangan Paidi merenggangkan kedua paha Alya, mengangkat roknya sampai ke lekuk pinggul.




Pria itu memposisikan dirinya di antara kedua kaki sang majikan.




Alya menyadari bahaya yang tengah ia hadapi. Godaan lidah Paidi yang terus menjilati wajah dan telinganya tak berbelaskasihan… sekaligus menggairahkan. Lelaki kurus berkulit gelap itu benar – benar tahu bagaimana caranya membuatnya bergairah! Sangat nakal, sangat… terlarang. Alya memiringkan kepala, membuat telinganya jauh dari jangkauan lidah Paidi, ia menatap pria yang tengah menggumulinya dan hendak memintanya berhenti. Ia menatap mata Paidi… mata yang penuh dengan hasrat dan nafsu.




Nafsu birahi untuk menggauli tubuh indah majikannya.




Batin Alya dipenuhi perasaan yang berkecamuk dan menggelora. Dia bingung, jantungnya berdebar kencang dan nafasnya kembang kempis naik turun. Bukannya menolak laki – laki yang bukan suaminya, Alya malah menggoyang pinggul karena tak tahan godaannya. Ia malu sekali. Ia ingin memaki – maki dirinya sendiri yang tak mampu menahan birahinya, namun ketika mulut Paidi mencium bibirnya, Alya tak mampu melawan sedikitpun. Bibirnya yang indah membuka sedikit untuk menerima serangan nafsu dari sang supir. Ketika lidah Paidi masuk ke dalam mulutnya, lidah Alya menyambut dan keduanya segera bertemu dalam pertempuran nafsu.




Ujung gundul penis Paidi menyentuh bibir vagina Alya, batang kemaluan laki – laki tua itu siap dilesakkan ke dalam liang cinta sang ibu muda yang jelita. Mata indah milik Alya menyala karena kaget. Dengan pandangan bingung, wanita cantik itu menatap mata buas penuh nafsu milik Paidi yang sedang memeluk dan menciuminya.




Paidi menatap mangsanya dengan senyum penuh kemenangan. Dia sangat menyukai saat – saat seperti ini, saat di mana wanita yang hendak ia tiduri menatap tak percaya kepadanya. Mata Alya terbelalak lebar karena tahu penis hitam milik sang supir sudah siap masuk ke dalam liangnya yang mungil. Paidi mendorong pantatnya ke depan dan melepaskan ciuman dari mulut Alya.




“Ja – Jangan! Jangan…!! Kamu tidak boleh…” Alya mencoba melawan.




Paidi menusuk lagi. Akhirnya ia benar – benar menembus gerbang kewanitaan Alya.




“Ahhhhhhhh!!!” jerit Alya tertahan.




Ia lalu berhenti. Paidi kaget sekaligus senang ketika tahu bahwa memek Alya ternyata masih cukup sempit dan rapat, batang penisnya yang masuk ke dalam liang kenikmatan Alya seperti dihimpit oleh dinding basah yang rapat dan nyaman, memberikan kehangatan yang lain daripada yang lain. Setelah tidur dengan Hendra dan Pak Bejo, memek mungil itu masih tetap seperti milik seorang pengantin baru. Paidi menggerakkan badan ke depan, menusukkan kontolnya ke memek Alya lebih dalam lagi.




Masuknya batang penis Paidi yang menjajah vaginanya sedikit demi sedikit membuat Alya secara refleks membuka kakinya lebar – lebar. Paidi mengangkat pinggul Alya yang seksi dan mengangkatnya tinggi sementara dia melanjutkan niatnya menumbuk sang bidadari. Hampir tiga perempat bagian batangnya sudah masuk ke dalam, melewati bibir vagina Alya yang basah dan merah. Paidi menusuk sekali lagi, menambah kedalaman batangnya.




“Ooooooh… jangan… aku tidak kuat lagi!”




Paidi tertawa penuh kemenangan dan mendorong kemaluannya lagi. Pinggul Alya mulai tersentak – sentak tak teratur di bawah pelukan sang supir, kakinya yang jenjang meronta – ronta. Alya mencoba mendorong tubuh Paidi, ia mencoba memberontak meskipun semuanya sia – sia, Paidi masih tetap bertahan. Justru karena Alya memberontak, batang kemaluan laki – laki kurus itu makin membenam di dalam liang cintanya. Akhirnya si cantik itu menyerah, batang kemaluan sang supir sudah terlalu dalam terbenam dan memeknya sudah menangkupnya dengan erat, tak akan ada gunanya melawan apalagi mencoba mendorong Paidi. Dia harus rela disetubuhi Paidi.




Kalimat itu membuat gemetar seluruh tubuh Alya. Dia tak mampu berbuat apa – apa lagi! Dia hanya bisa pasrah! Dia akan segera disetubuhi supirnya!




Nafsu birahi yang bercampur dalam benak sang ibu muda membuatnya sangat bergairah. Ada perasaan aneh yang menyapu tubuh Alya, gairah sensasi birahi yang menyelimuti dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Ia mulai terbiasa dengan ukuran kemaluan Paidi. Memeknya yang terus disiksa oleh kenikmatan mulai lengket pada batang penis sang supir, dinding memek Alya mulai merenggang dan menyesuaikan dengan ukuran penis yang menginvasi.




Namun… ketika Alya sudah bersiap, tiba – tiba saja Paidi berhenti.




Setelah beberapa detik tanpa ada gerakan, Alya akhirnya sadar Paidi sudah berhenti menusuk. Ketika mata indah ibu muda yang cantik itu melihat ke tubuh yang menguasainya, Paidi rupanya tengah terdiam dan menikmati saat – saat yang sangat diimpikannya, yaitu saat penisnya masuk ke dalam memek Alya. Vagina Alya meremas batang penis yang ditusukkan ke dalam, menyebarkan sentakan birahi ke seluruh tubuh Alya. Wanita cantik itu puas sekaligus malu karena bagian dalam tubuhnya seakan membelai batang kemaluan Paidi. Bagaimanapun caranya Alya mencoba untuk mengendalikan tubuhnya sendiri.




Ketika Alya melihat ke atas, ia melihat Paidi menatapnya tajam, merekapun saling bertatapan. Wajah Alya memerah karena malu.




“Su… sudah semua? A… apa sudah masuk semua?” tanya Alya.


Paidi menyeringai. “Belum.”




Pria kurus berkulit gelap itu mengeluskan tangannya di lekuk pinggang Alya, menikmati kehalusan kulit sang bidadari, naik ke atas, lalu menggenggam erat lengan mungil ibu muda itu.




“Belum, ini belum masuk semua,” tambah Paidi. Ia ketawa dan menusuk lagi.




Betapa nikmatnya melihat wajah Alya yang terkejut oleh jangkauan tusukannya. Kali ini Paidi memeluk erat Alya supaya posisi mereka tidak berubah dan ia bisa menusuk lebih dalam. Paidi sangat menyukai cengkraman vagina Alya yang seperti sarung tangan erat menangkup batang kemaluannya. Tusukan penis panjang itu bagai melawan dinding rahim Alya dan menembus terus ke dalam rintangan yang sebelumnya belum pernah ditembus oleh penis lain.




“Ooooooh… Ya Tuhan… oooooh.” Desah Alya.




Paidi melepas satu tangan dan meraih rambut panjang Alya, ia menjambak rambut si cantik itu dan membuat kepalanya tertarik ke belakang. Alya berteriak kesakitan, tapi rasa sakit itu seiring dengan gelombang nikmat sodokan di selangkangannya. Vagina Alya meremas penis Paidi tiap kali benda panjang yang keras itu masuk dan mencoba menjajah ke dalam.




Beberapa sat kemudian, Alya bisa merasakan tamparan kantung kemaluan Paidi yang mengenai pantatnya. Saat itulah Alya sadar, kalau kantung kemaluan Paidi telah menempel di pantatnya, itu artinya batang kemaluan sang supir telah masuk seluruhnya ke dalam memeknya! Secara insting, Alya mulai menggoyang pantatnya.




Paidi menatap ke bawah, dia menikmati kecantikan alami Alya, dia menikmati halusnya leher jenjang Alya, dia menikmati matanya yang melebar dan nafasnya yang kembang kempis. Mata si cantik itu kabur, Paidi memberi kesempatan pada Alya untuk mengembalikan kesadaran, ketika akhirnya mata indah itu menatapnya tajam, Paidi tersenyum penuh kemenangan pada Alya. Wanita cantik itu membalasnya dengan senyuman lemah.




“Sekarang,” kata Paidi, “saatnya menikmati memek Bu Alya.”




Mata Alya terbelalak melebar, dia terkejut oleh situasi dan kata – kata kasar yang dikeluarkan sang supir. Tapi Paidi lebih terkejut lagi ketika dia merasakan kaki jenjang Alya melingkar di pinggangnya.




Paidi tersenyum lagi, kali ini Alya membalasnya dengan gugup.




Lalu Paidi mulai menyetubuhinya.




Alya melenguh dan mengembik penuh nafsu ketika Paidi menarik diri dan kemudian menusuk dengan kekuatan penuh. Berulang kali Paidi mengangkat pinggulnya dan menjatuhkan diri ke dalam selangkangan Alya yang terbuka lebar. Paidi menikmati kelembutan paha dalam Alya yang bagaikan sutra ketika majikannya ini mengikat pinggulnya dan menariknya ke bawah. Majikannya yang seksi takluk akan kenikmatan birahi di bawah pelukannya! Apakah ada yang lebih nikmat daripada ini?




Tentu saja ada, bagi Paidi, kenikmatan puncaknya adalah ketika dia menyemburkan spermanya dan berharap ia bisa menghamili wanita sesempurna Alya. Itu akan jadi hal yang terindah baginya.




Paidi merenggut pundak Alya dan menikmati tiap jengkal kedalaman memeknya, ia terus mendorong penisnya dan mengobrak – abrik memek yang seharusnya hanya menjadi milik suami wanita cantik yang kini meringkuk dalam pelukannya. Bagi Paidi, sesaknya memek Alya adalah surga yang menjadi nyata.




Kenikmatan yang terlalu berlebih membuat Alya tak kuat lagi, ia melolong ketika cairan cintanya mengalir. Ratapan yang keluar dari mulut Alya bertolak belakang dengan orgasme yang keluar dalam liang kenikmatannya. Paidi merasakan getaran pada tubuh indah yang kini berada di bawahnya, ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan lagi genjotannya.




“Jangan Mas… sudah… sudah cukup… aku sudah keluar… sudah…”




Paidi hanya tertawa dan meneruskan gerakan maju mundurnya.




“Oh Tuhan! Sudahlah, Mas! Sudah cukup… aku tidak kuat lagi… kamu dengar tidak? Aku sudah keluar… aku tidak kuat…”




Paidi tidak mempedulikan rengekan Alya dan meneruskan gerakannya. Alya menggeliat dan meronta, mencoba mendorong tubuh Paidi. Tapi pria kurus itu lebih kencang memegang tubuhnya, ia juga lebih kuat dan lebih bernafsu. Tiba – tiba saja tubuh Alya mengejang, dengan satu lolongan kalah, Alya sampai di puncak kenikmatannya yang kedua. Wanita cantik itu tersentak – sentak dan bergetar akibat sensasi luar biasa yang berasal dari tubuh bagian bawahnya. Si cantik itu tidak percaya, kaget dan terkejut… belum pernah ia mengalami hal seperti ini sebelumnya…




Alya ambruk dalam pelukan Paidi, kalah dan pasrah. Tidak ada gunanya melawan. Paidi meneruskan aksinya menggoyang dan menusuk memek Alya sekuat tenaga, memberikan serangan bergelombang di antara selangkangan sang wanita idaman yang mengikat pinggulnya dengan kaki yang jenjang.




Gelombang orgasme membuat Alya lemas, ia tidak lagi melawan dan membiarkan Paidi melakukan apa saja dengan tubuhnya. Paidi adalah seorang pria kuat yang telah mengambil apa yang ia inginkan dan dari apa yang baru saja Alya alami, ia gembira sekali Paidi menginginkannya.




Kehangatan yang lembek terasa di sekitar selangkangan dan pinggang Alya, si cantik itu segera sadar kalau Paidi akhirnya mencapai puncak orgasme. Semprotan pejuh Paidi melesat jauh ke rahim Alya, tubuh wanita cantik itu bergetar seakan menunggu – nunggu bibit unggul yang ditanam oleh pria kurus berkulit hitam yang bukan suami sahnya ini.




Paidi menarik kontolnya dengan pelan, batangnya yang tebal dan panjang penuh dengan lumuran cairan cinta yang tercampur dari keduanya.




Untuk beberapa saat lamanya kedua tubuh telanjang itu diam tak bergerak di atas sofa. Paidi mengguling ke bawah dengan lemas, ia meninggalkan Alya yang masih diam tak bergerak. Sambil duduk dan menyalakan rokok Paidi melirik ke arah wanita jelita yang baru saja ia tiduri.




“Bagaimana? Ibu suka kan tidur sama saya?”




Alya mendengus keras dan berbalik, ia lebih memilih menatap tembok karena tak ingin melihat wajah puas Paidi yang telah berhasil menidurinya. Seluruh pikiran Alya terbagi menjadi dua bagian, saling bercampur dan bertarung. Alya tidak bisa memilah diri dan memutuskan apakah kenikmatan luar biasa yang telah ia raih sebagai hasil memuncaknya birahi ataukah rasa putus asa yang sangat mendalam yang saat ini sebenarnya ia rasakan. Dia gagal menjadi wanita yang tegar dan mampu berjuang demi diri sendiri. Ia selalu ditekan oleh keperkasaan lelaki bejat seperti Pak Bejo dan kini oleh nafsu binatang supirnya sendiri. Alya telah kalah dan ditundukkan.




Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi? Alya tidak tahu dan dalam hati kecilnya ia mungkin tidak peduli. Dia hanya tahu kalau dia kini sedang berbaring di samping seorang laki – laki yang telah membuatnya terbang ke langit ke tujuh dengan permainan cinta yang fantastis, penuh rasa cinta yang menggebu dan nafsu yang membuncah. Dia tidak peduli kalau laki – laki itu bukanlah suaminya yang kini tergolek lemah tak berdaya di salah satu kamar. Alya juga tidak peduli kalau laki – laki itu bukanlah pemerkosanya yang bejat dan tidak tahu diri. Dia tidak peduli.




“Sebaiknya Bu Alya segera kembali ke kamar sendiri. Bapak mungkin sudah menunggu.”




Alya menatap laki – laki di sampingnya dengan pandangan lemah. Entah kenapa dia lebih ingin menghabiskan malam ini bersama Paidi daripada harus kembali ke kamar dengan Mas Hendra. Tapi itu pemikiran yang salah dan bodoh. Si cantik itu bergegas bangkit dan mengenakan pakaiannya kembali.




Suaminya pasti sudah menunggu! Dengan buru – buru Alya mengenakan BH dan baju, ia mencoba mencari celana dalam tapi tak kunjung menemukannya. Dengan kebingungan Alya mencari kesana kemari, di mana celana dalamnya? Kemana tadi Paidi membuangnya?




“Celana dalamku…? Mana celanaku, Mas? Jangan diam saja! Ayo bantu cari!”


“Seandainya kita hanya bisa bercinta malam ini, biarlah celana dalam Ibu menjadi benda yang bisa saya bawa sampai kelak saya pergi, saya akan menyimpannya sebagai benda paling berharga yang pernah saya miliki.” Kata Paidi dengan tenang, “lebih baik sekarang Ibu kembali ke Pak Hendra.”




Dengan langkah cepat Alya keluar dari kamar Paidi, melewati taman dan masuk ke rumah induk, ia mencari Hendra ke kamar. Nafas Alya yang kembang kempis mengejutkan Hendra yang tengah mengetik dengan laptop. Hendra sudah bangun? Jangan – jangan ia sedang menunggu Alya? Sambil berusaha mengembalikan perasaannya yang kacau balau setelah disetubuhi Paidi, Alya duduk di samping sang suami. Alya berkeringat dingin, semuanya hancur. Dunianya kembali berantakan, bukan oleh ulah Pak Bejo… melainkan oleh ulahnya sendiri… yang tergoda laki – laki lain!




“Kamu baik – baik saja?” tanya Hendra dengan suara dingin. Ia hanya menatap Alya sekilas dan melanjutkan lagi pekerjaannya.




Alya memandang wajah Hendra dari samping dan menyesali perbuatannya. Ia sangat menyesal… ia telah bersalah kepada suaminya, ia telah mengkhianati cinta mereka. Bukannya berusaha meraih kembali hati suaminya yang tengah terpuruk, ia malah jatuh ke pelukan laki – laki lain! Ini lebih buruk daripada diperkosa Pak Bejo. Ini sama saja dengan selingkuh! Sudah pasti, kesalahan ada di pundak Alya.




“Mmmm… aku baik – baik saja.” jawab Alya lirih.


“Kamu kok kebingungan begitu? Apa ada yang kamu pikirkan?”


“A… anu… aku… aku tadi sakit perut… dan… aku dari kamar mandi… dan…”, Alya tidak kuat menanggung ini semua, lagi – lagi dia harus berbohong kepada Mas Hendra. Yang lebih parah, kali ini dia menutupi ulahnya sendiri yang mau – maunya menerima rayuan Paidi dan bukan atas paksaan Pak Bejo. Dia benar – benar telah berubah menjadi seorang wanita gampangan! Ingin menangis rasanya Alya kalau ingat apa yang baru saja terjadi.


“Kamu sakit perut?”


“Mmm… sudah baikan… aku tidak apa – apa.”


“Tidur saja kalau sakit.”


“Iya mas…”




Tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Hendra meneruskan pekerjaannya tanpa mempedulikan kehadiran Alya. Dengan tubuh yang masih gemetar ketakutan Alya berbaring di ranjang dan mencoba memejamkan mata. Pengkhianatannya dan tanggapan dingin Hendra membuat tubuhnya menggigil.




Tanpa sepengetahuan Hendra, setetes air mata mengalir di pipi Alya, sementara setetes air mani yang tersisa mengalir di pahanya.










BERSAMBUNG









Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar