Senin terpaksa aku izin karna kondisiku yang masih lemah, apa lagi aku dari jam 2 malam terjaga sampai sekitar jam 4 baru aku tidur karna sudah gak kuat menahan kantuk. Shina masih tetap asik dengan filmnya dan belaian lembutnya untukku. Satu hari ini aku habiskan bersama Shina dirumah, dia lebih bawel dari biasanya, tinjunya sering melayang ketika aku terlalu lama menguyah makanan. Mulutku masih terasa pahit, walaupun aku coba makan sambil memandang wajahnya yang manis, tapi kok gak berubah manis ya makanan di mulutku, tetap pahit.
" Sam, hhmmmmm....... " ucap Shina tertahan, entah apa yang ingin ia katakan.
" Kenapa ? " tanyaku.
" Gak jadi deh " ucapnya singkat, terlihat wajahnya mulai memerah.
" Aneh " ucapku agak ketus.
" Sam, kamu ngerasa gak sih apa yang kita alami berdua tuh kayak ada benang-benang yang menyambungnya " ucap Shina, aku sedikit bingung dengan ucapannya, aku coba berfikir sejenak memahami setiap kata yang terucap.
" Maksudmu ? " tanyaku, masih bingung dan gak bisa ngerti juga.
" Pertama saat kita ketemu di rumah sakit " ucap Shina, diam sejenak kemudian menatapku " Saat itu aku benar-benar merasa sepi gak ada satu orangpun yang tau keberadaan aku. Begitu juga kamu, baru aja putus dengan cara yang tragis. Jadi kita sama-sama membutuhkan Sam, sama-sama butuh orang yang ada disisi kita saat itu " sambungnya dengan meyakinkan.
" Tapi kan kamu bukan orang " ledekku.
" Aku serius jangan bercanda deh "
" Tapi emang bener kan kamu ini roh bukan orang " ucapku coba berargumen walaupun gak serius.
" Oke, aku ralat. Kita sama-sama butuh sosok yang ada di sisi kita, butuh sosok yang menemani keseharian kita, sosok yang bisa menghilangkan kesedihan kita saat itu " ucapnya dengan penuh semangat.
" Berarti sekarang kamu udah gak sedih donk ? " tanyaku, Shina tersenyum manis menggeleng kepalanya.
" Aku senang kok ada seseorang yang menemaniku menunggu takdirku, paling gak, aku gak sendirian saat menerima takdirku nanti, entah sadar atau mati " ucap Shina sedikit lirih, rasanya seperti tertusuk di dada mendengar ucapan Shina.
" Kalo kamu Sam ? " tanyanya.
" Sama, aku juga gak sedih " ucapku tersenyum.
" Lalu benangnya itu dimana ? " tanyaku masih gak ngerti dengan yang tadi diucapkan
" Benangnya itu ya ' butuh '. Semakin hari kita saling mengisi, saling membantu walaupun gak ada satupun usaha kita saling membantu yang berhasil " ucapnya. Aku mulai paham, iya juga ya gak ada yang berhasil.
" Tapi ketidak berhasilan kita justru malah mempererat kita lho, sadar gak sih kamu " ucapnya kembali. Bener banget yang diucapkan Shina, aku ngerasa udah deket banget sama arwah pecicilan satu ini. Aku ngerasa ada semacam ikatan antara kami berdua, dan yang jelas aku akui sekarang aku mencintainya, bahkan bila dibandingkan dengan cinta-cinta sebelumnya, yang ini jauh lebih besar. Mungkin karna setiap hari bersama rasa itu tumbuh semakin besar, walaupun aku gak tau yang dia rasakan sama atau tidak denganku.
" Iya aku sadar " ucapku singkat.
Setelah seharian beristirahat ditemani Shina, tubuhku sudah mulai baikkan. Sepertinya besok aku sudah bisa kembali bekerja. Ada perasaan bingung saat mengingat kembali perkataan Shina tadi, apa itu semacam isyarat bahwa ia juga memiliki rasa yang sama denganku. Tapi apa gak aneh ya jika kami saling mencintai, dia kan roh tapi kan tubuhnya masih hidup. Ah sudahlah aku nikmati saja kebersamaanku dengannya saat ini.
*************************************************
Selasa pagi, saat aku sampai kantor, setelah briefing dengan anak buahku, aku duduk di mejaku. Rasanya ingin buru-buru cepat pulang dan bertemu kembali dengan arwah pecicilan itu, ah walaupun baru 2 jam kita gak bertemu tapi rasanya lama banget. Bayangan senyum dan segala macam tingkahnya kini menghiasi pikiranku. Lama aku termenung menatap langit-langit ruanganku hingga suara telpon berdering membuyarkan lamunanku.
Aku lihat dari line atasanku, direktur perusahaan ini, Pak Yoga yang menghubungiku. Aku angkat dan dia menyuruhku untuk keruangannya segera. Huft mengganggu saja orang lagi jatuh cinta, dengan langkah berat aku bergegas menuju ruangannya. Setelah masuk, aku duduk dihadapannya saat dipersilahkan.
" Sam, 4 tahun lagi aku pensiun " ucapnya menatap kearahku, maksudnya apa.
" Dalam rapat pemegang saham, aku harus merekomendasikan seseorang untuk menggantikan posisiku " ada firasat gak enak nih, tapi kok gak enak ya harusnya kan enak " orang yang aku rekomendasikan itu musti bertugas dahulu di Inggris, di kantor pusat selama 3 tahun. Disana juga akan melanjutkan kuliahnya agar saat datang kemari orang itu udah benar-benar siap menggantikanku " sambungnya.
Kini pak Yoga berdiri lalu berjalan menujuku, ditepuk pundakku dengan sedikit tekanan " Aku pengen rekomendasikan kamu, Januari tahun depan kamu sudah harus berangkat ke Inggris " ucapnya dengan suara meyakinkan.
Ah Januari, sekarang pertengahan november berarti tinggal satu setengah bulan lagi. Tunggu-tunggu kenapa secepat ini ya, harusnya kan ada beberapa proses yang harus dilalui untuk bertugas di kantor pusat. Dan entah kenapa aku jadi terbayang sosok Shina, apa ini yang membuatku berfirasat gak enak. Bagaimana nasibnya 3 tahun aku pergi, dia pasti kembali ke rumah sakit dan berdiam diri menunggu takdirnya. Dan aku juga pasti merasa kehilangan dan menanti-nanti kabar darinya selama 3 tahun.
" Aku boleh berfikir dulu Pak ? " tanyaku sedikit ragu.
" Hhmm " terlihat Pak Yoga berfikir sejenak " Aku beri waktu 1 minggu, senin depan kamu sudah harus bisa memberi keputusan, ini untuk bahan pertimbanganmu, bacalah " sambung Pak Yoga seraya memberi setumpuk file untukku.
Setelah tidak ada yang perlu dibicarakan, akupun keluar ruangannya. Baru aku memantapkan hati dan mengakui bahwa aku benar-benar nyaman dengan kehadiran Shina, dan kini aku sudah harus dihadapkan oleh sebuah pilihan, karir atau cinta. Gak gampang untuk memutuskan, disatu sisi aku sangat bermimpi dapat bertugas dikantor pusat yang ada di marseyside, Inggris. Ini kesempatan langkah yang mungkin hanya aku dapatkan 1 kali dalam hidupku. Tapi di sisi lain aku gak mau berpisah dengan Shina walaupun juga aku memilih tetap ada disini bersamanya, aku gak tau apa aku bisa bersama dengannya untuk selamanya.
Tapi jauh dari rasa ingin memilikinya, aku sangat tidak ingin dia kembali lagi ke rumah sakit, dan menghabiskan waktunya menunggu takdir dalam kesendirian. Aku masih ingat jelas raut wajahnya ketika pertama aku melihatnya, nampak murung, sedih, tak ada sinar yang memancar di wajahnya, raut wajah yang tak memiliki harapan. Aku juga masih ingat bagaimana ekspresi terkejutnya ketika ia tau bahwa aku dapat melihatnya, aku masih ingat sinar perlahan mulai keluar dari wajahnya. Aku masih terngiang jelas di kepalaku ucapan-ucapan Shina selama bersamaku, aku tau kalo dia sangat senang ada yang menemaninya.
***************************************************
Aku pulang dengan wajah muram, pikiran yang campur aduk antara senang karna mendapatkan kesempatan yang aku impikan selama ini, serta sedih karna memikirkan berbagai macam hal tentang Shina.
Sesampainya di rumah aku lihat Shina sedang asik mendengarkan tetangga yang ngobrol, walaupun dia gak ikutan ngobrol. Setelah melihatku pulang ia langsung tersenyum dan kembali kerumah untuk menemuiku. Aku duduk di depan TV, tak lama kemudian ia menyusul.
" Hai Sam, kok keliatannya murung gitu sih " sapanya dengan sangat ceria, dia belum tau sih yang aku pikirkan.
Aku tatap wajahnya yang ceria, aku tatap matanya dalam-dalam coba membaca pikirannya, coba menebak reaksinya jika aku ceritakan tentang pekerjaanku. Aku hela nafas panjang-panjang lalu mulai menceritakannya. Terlihat ada sedikit perubahan di raut wajahnya, aku tau kalo dia takut kesepian lagi.
" Bagus donk, bukannya kemaren kamu bilang pengen banget kesana " ucap Shina ceria tapi gak bisa nutupin ketakutannya.
" Lalu bagaimana denganmu ? " tanyaku.
" Gak usah dipikirin, paling aku kembali ke rumah sakit, yah kalo bosen aku main-main kerumahmu walaupun gak ada kamu, gak ada yang nyalain TV, gak ada yang mindahin channel kesukaanku, gak ada yang nemenin aku nunggu bintang jatuh, gak ada yang aku siksa, pokoknya gak ada apapun yang bisa ngilangin sepiku. Tapi paling gak, ada kenangan yang menemaniku saat aku kesini tanpamu " ucap Shina dari mulai ceria hingga terdengar lirih.
Aku hanya bisa terdiam mendengar ucapannya, ada sebuah kesedihan yang amat dalam mendengarnya berkata seperti itu. Aku dapat merasakan yang ia rasakan. Matanya nampak berkaca-kaca, dengan senyuman dia menepuk pundakku.
" Bukannya ini impian kamu Sam, jarang lho dapet kesempatan seperti ini. Aku pernah kesana, dapat aku pastikan bahwa disana sangat menyenangkan, silahkan buktikan kalo gak percaya " ucap Shina sedikit terbata, seperti menahan sesuatu yang sangat berat di dadanya.
" Aku gak bisa ngebiarin kamu sendirian, aku tau rasanya kesepian seperti apa. Dan kamu berkali-kali bilang bahwa sangat menyenangkan ada sosok yang menemani keseharian kamu, walaupun Cuma 1 orang aja " ucapku.
" 2 tahn aku udah terbiasa kesepian kok, jadi aku gak akan kaget lagi bila nanti gak ada kamu disini " ucapnya tersenyum perih.
" Tapi bukannya itu sangat menyiksa buat kamu " ucapku agak kencang.
" Hei, kita ini baru beberapa bulan kenal, kenapa kamu peduli denganku "
" Karna ada benang yang menghubungkan kita, itu yang kamu bahas kemaren kan "
Shina terdiam, bahunya nampak bergetar matanya terlihat nanar " Lalu apa karna benang itu kamu bisa melupakan impian kamu. Benang itu baru terhubung selama beberapa bulan, sedangkan impian kamu, aku yakin sudah ada sejak bertahun-tahun " ucapnya.
Air mata mulai keluar dari mata indahnya, isak tangis mulai terdengar " Sudahlah, aku mau jalan-jalan dulu sebentar " tanpa memperdulikan reaksiku, Shina berdiri lalu pergi keluar. Aku biarkan dia mencari ketenangan diluar, gak akan ada bahaya untuknya di luar.
***************************************************
Aku masih berkutat dalam kebingungan, aku baca file yang diberikan Pak Yoga, lembar perlembar aku cermati. Isinya sangat bagus, jika tidak ada Shina pasti aku sudah menerima tawaran ini. Aku benar-benar gak mau meninggalkannya disaat seperti ini, aku benar-benar cinta padanya.
Satu minggu ini aku ngerasa pekerjaanku jadi membosankan, aku jadi tidak terlalu fokus, entah sudah berapa kali Shina meyakinkan aku agar mengambil tawaran itu. Aku bingung apa yang musti aku pilih, hingga pada suatu kesimpulan.
Minggu malam, seperti biasa kami berdua asik menonton TV. Tapi ada yang gk biasa antara kami berdua, Shina nampak lebih ceria dari biasanya, walaupun ada kekhawatiran jelas terlihat diwajahnya, mungkin ia ingin menikmati saat-saat terakhirku berada disini. Sedangkan aku sedang memantapkan diri dengan pilihanku.
" Seishin " panggilku, dengan sigap Shina menoleh dan tersenyum " tentang keputusan yang bakal aku ambil besok " sambungku.
" Nah gitu donk, impian itu harus diraih " ucapnya bersemangat, aku hanya menggeleng.
Shina terlihat bingung dan mengkrenyitkan dahinya " maksudmu ? " tanyanya kemudian.
" Aku tetap disini " ucapku mantap, Shina semakin bingung.
" Kok gitu Sam, kalo aku yang menjadi alasan kamu menolak itu, kan bisa ketemu 3 tahun lagi. Siapa tau aku udah sadar, aku yakin lho kalo aku pasti sadar, umurku panjang. Dan saat itu aku pasti akan menyambut kepulanganmu kesini, hhmm jangan lupa oleh-olehnya ya " ucap Shina sangat bersemangat dengan senyum lebar. Aku tau itu hanya ucapan kosongnya belaka untuk meyakinkanku.
Aku menggeleng pelan " Aku gak mau membuang waktuku tanpamu, walau Cuma 1 hari saja. Aku mau menemani hari-harimu menunggu takdir dari Tuhan. Aku gak mau kamu ngerasa kesepian lagi seperti dua tahun yang kamu lewati kemarin " ucapku setengah lirih.
Seketika pandangannya menjadi sayu, bibirnya bergetar, matanya terlihat basah " kenapa Sam ? " tanya Shina terbata.
" Karna.......karna aku mencintaimu " ucapku. " Mungkin ini terdengar konyol, tapi aku benar-benar mencintaimu "
Tanpa bisa berkata apapun Shina langsung memelukku erat, kubalas pelukannya dengan melingkarkan tanganku ketubuhnya. Erat sangat erat kami berpelukan, gak terasa air mataku juga ikut menetes. " Aku gak peduli kamu memiliki tunangan yang sedang menunggu kesadaranmu, aku gak peduli dengan sosokmu yang Cuma aku yang bisa melihat, yang aku pedulikan saat ini adalah penderitaanmu bila kembali ke neraka yang bernama kesepian. Aku gak mau kamu kembali ke hari-hari sulit yang kamu jalani selama dua tahun " ucapku ditengah isak tangis.
" Aku....aku juga mencintaimu Sam " ucap Shina juga diselingi isak tangis. Aku pererat pelukanku begitu pula dia " Sam, kamu masih inget kan tentang soal kehidupan. Mungkin ini adalah jawaban dari soal pertama, ya Tuhan menjawab doaku dengan mengirimmu, orang yang mengerti banget diriku, kamu satu-satunya orang yang dapat merasakan keberadaanku, menyentuhku dan dapat paham betul perasaanku " sambungnya.
" Bersama bisa kita ketahui jawabannya, makanya aku ingin bersamamu selama mungkin. Paling gak, aku bisa melihat bagaimana takdirmu nanti " ucapku. Aku benar-benar gak nyangka ternyata dia juga mencintaiku, aku benar-benar bahagia bagaimanapun keadaan dan kondisinya saat ini.
" Sam, tubuhku " ucap Shina dengan nada terkejut, aku perhatikan tubuhnya seperti sinar lampu yang meredup. Tubuhnya tiba-tiba menjadi transparan, tipis semakin tipis dan hilang dari dekapanku. Aku seperti merangkul diriku sendiri, sosoknya menghilang.
" seishin....seishin kemana kamu " teriakku, aku lari mengitari setiap sudut rumah tapi tak dapat kutemui sosoknya, aku lari keluar melihat keatap rumah, kesetiap sudut area rumahku tetap tak dapat kutemui. Aku berlari keluar, keliling area sekitar rumahku, tapi sama sekali aku tak mendapatkannya. Apa Shina telah sadar atau mati, aku langsung berlari kerumahku, kemudian masuk ke mobil, starter mobil lalu aku arahkan kemudi menuju rumah sakit, disana aku bisa tau jawaban kenapa Shina tiba-tiba menghilang.
0 Komentar