IBU KOST KESAYANGAN (TAMAT)

 

“Aaaaaaaah, Sayaaaaaang!” jerit Mbak Rini.


Guyuran shower ke wajahku yang ternyata mengendalikan deru napas dan jantung, sangat berguna membantu menunda desakan orgasme. Kini aku tidak lagi mendiamkan kekasihku itu tetapi terus menaik-turunkan pinggul untuk mengocok-ngocokkan otot kekar yang mengacung dari selangkangan ke liang kewanitaan sang ibu kos kesayangan.


Rahim sang kekasih yang terasa hangat karena cairan cintanya kembali mengguyur kepala batang kejantananku, memacu mengocok-ngocokkan tiada henti. Denyutan dinding liang kewanitaan Mbak Rini saat orgasme itu, kurasakan bagai memijat aliran cairan cintaku naik mendesak ke ujung otot kekar yang akan menyembur ke luar.


“Aku hampir keluar, Sayang. Aaaaarghh!”


Mata Mbak Rini membuka mendengar kata-kata itu. Ia mendongak lalu mencium bibirku. Lalu, pelukan di leher diketatkan sambil pinggulnya digerakkan ke kanan-kiri. Ia tampak menginginkan aku pun segera meraih puncak kenikmatan. Buah dadanya yang terjepit sontak tergesek-gesek di dadaku. Hal itu justru menaikkan kembali birahinya.


‘Aaaaaah! Aaaaaaaaaah!”


Berulang kali desahan sang kekasih kembali terdengar berlomba dengan eranganku. Birahi kami kian memuncak dan bertambah tinggi. Hingga akhirnya tanpa ingin kucegah, desakan dari batang kejantanan menuju pelepasan.


“Aaaaaaarghhh, Sayaaaang! Aaaaaaarghhh, Sayaaaaaaaaaaang!”


Kuangkat pinggul tinggi-tinggi. Melesakkan batang kejantananku dalam-dalam di liang kewanitaan sang kekasih. Membiarkan cairan cinta menyembur ke rahim yang ternyata diikuti olehnya juga.


“Sayaaaaaaang! Sayaaaaaang! Sayaaaaaaang!”


Mbak Rini menyambut luapan cairan cintaku, menyampur dengan cairan cintanya di dalam rahim. Tubuh kami menggelinjang. Batang kejantananku berdenyut-denyut di dalam liang kewanitaan sang kekasih yang berkedut-kedut. Otot pantat kami pun mengencang untuk mengeraskan bersatunya kemaluan dengan saling menyemburkan cairan cinta.


Mbak Rini meluapkan puncak kenikmatan dengan melumat bibirku. Dicium dan dihisap lama-lama sambil mengetatkan pelukan tangan di leher. Kedua kaki yang tertahan tanganku, erat pula dilingkarkan ke pinggang. Pinggul dimajukan agar pantat dapat turun untuk membenamkan batang kejantananku di liang kewanitaannya.


Lama kami diam dalam posisi seperti itu. Membiarkan shower mengguyur tubuh di bawahnya. Hanya dengkus napas yang perlahan diatur, kami lakukan. Hingga rasa lelah yang mulai terasa, membuatku perlahan menurunkan tubuh Mbak Rini.


Dengan menyandarkan tubuh yang telanjang ke dinding kaca, sang ibu kos kesayangan kembali merengkuh leherku. Kepala pun menunduk mengikuti tarikan tangan yang mengarahkan bibir kami bertemu untuk berciuman. Tengkuk dan punggung yang terguyur shower, memberi sensasi yang menarik. Gairahku tetap terjaga untuk melayani Mbak Rini. Saat membalas lumatan bibir kekashku itu, aku sempat pula memikirkannya.


“Aku cinta Sayang.”


Kulepas pergumulan bibir kami dan sambil tersenyum, kutatap Mbak Rini. Ia yang balas tersenyum, mengelus pipiku.


“Aku juga cinta Sayang,” katanya.


“Udah yuk? Aku ambil handuk ya?”


Melihat sang ibu kos kesayangan mengangguk, aku membalikkan badan dan berjalan ke arah sudut dekat pintu masuk. Handuk kuambil dan kembali mendekati shower. Kutunggu Mbak Rini yang sedang membasuh tubuh di bawah guyuran air. Saat satu tangan terulur untuk meminta handuk, kusambut untuk membawanya menjauh dari percikan air. Lalu, handuk kubalut ke tubuh telanjang kekasihku itu dan menggendongnya ke sofa di sudut dekat pintu masuk. Di situ ia kubaringkan dan memberi gelas minuman yang tadi dibawa.


“Sayang beli makanan ini di mana?” tanyaku kemudian.


Penganan yang ada di piring terlihat menggugah selera. Kuambil satu dan mengunyah perlahan. Terasa renyah dan adonan mentega bercampur dengan gula merah yang ada di dalam. Bibir kukecap-kecapkan untuk menikmati kelezatan adonan mentega yang tercampur dengan gula merah di dalam mulut.

“Enak, Sayang?”

“Hmmmm … enak, Sayang! Renyah! Dikunyah, langsung lumer gula  merahnya di mulut.”

Mbak Rini tersenyum melihat caraku makan. Begitu mendengar jawabanku, ia langsung mengambil satu dari piring. Giliranku pula yang kemudian tersenyum melihatnya makan. Kekasihku itu mengunyah sambil mengangguk-angukkan kepala. Aku yang semula hendak menyodorkan penganan di tangan ke mulutnya, refleks mengurungkan niat.

“Aku beli ini di warung dekat bengkel motor itu,” kata Mbak Rini dengan satu tangan menunjuk ke luar, lalu katanya, “pas tadi udah selesai nyuci.”

Begitulah hubunganku dengan Mbak Rini. Kami semakin dekat dan mesra setelah percintaan yang diawali dengan memijat malam itu. Aku pun semakin memanjakan sang ibu kos. Walau umur yang terentang beberapa tahun di atasku, tetapi tidak menghalangi untuk menjalin hubungan serius dengan sang kekasih. Saat libur kerja, ia kuajak menginap di sebuah villa sewaan tepi pantai. Kami menghabiskan waktu berdua, mengakrabkan diri dan saling lebih mengenal. Kini, kami telah menjalani pernikahan selama sebelas tahun.


Tamat

Posting Komentar

0 Komentar