Mbak Rini masuk dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman. Setelah meletakkan di meja dekat pintu masuk, ia tersenyum memandang. Pakaian langsung ditanggalkan begitu saja dan sang ibu kos kesayangan berjalan telanjang ke arahku.
“Sayang udah setel krannya? Pakek air anget?”
Mungkin karena melihat uap menguar dari tubuhku yang diguyur air shower, Mbak Rini bertanya. Aku tersenyum mengiyakan. Begitu bersama-sama berdiri terguyur di bawah kran shower, bibir tipis berwarna merah muda itu mengerucut. Dengan mata terpejam, kedua tangan ditadahkan menerima air yang jatuh menyirami. Tubuhnya disandarkan padaku, lalu membilas rambut dan wajah. Ia tampak gembira. Aku pandangi cermin yang memperlihatkan diriku sedang memeluknya dari belakang. Buah dada yang sekal membulat itu, kuremas lembut memutar. Putingnya yang terasa mengeras, sengaja kugosok-gosokkan dengan telapak tangan. Sontak kedua tangan Mbak Rini terulur ke belakang melingkari leherku.
Sepintas aku bertanya dalam hati, bukankah sang ibu kos cantik kesayangan sering mandi di sini? Kenapa tingkahnya seperti orang yang baru menikmati fasilitas mandi mewah saja? Namun rasa sayang pada Mbak Rini, membuatku membiarkannya bermanja-manja.
“Oooooooh, Sayaaaang!”
Mbak Rini tak dapat menahan desahan saat aku menunduk, memagut kulit lehernya dari belakang. Ujung gigi yang menggesek-gesek lembut bersama hisapan bibir, tampaknya ia sukai. Kedua tangan yang terulur ke belakang melingkari leher pun disertai dengan jambakan di rambutku. Sebatang otot kejantanan yang kekar di selangkanganku, telah keras berdiri mengacung. Terjepit belahan bongkahan pantatnya yang besar. Seperti ditempatkan di tengah-tengah untuk digesek-gesek. Tubuhnya pun bergerak-gerak ke kanan-kiri, naik-turun dan seperti berputar, dengan menyorongkan bongkahan pantatnya yang membulat besar. Sesekali menurunkan tubuh dengan mengarahkan pantat ke belakang, agar belahan liang kewanitaan di selangkangannya tersentuh kepala batang kejantananku.
“Oooooooh, Sayaaaaang!”
Mbak Rini akan mendesah panjang saat kepala batang kejantananku menyentuh belahan liang kewanitaan di selangkangannya. Pantat diam bergerak sesaat lalu, disorongkan ke belakang. Namun sesaat kemudian, tubuhnya bergerak kembali. Bergoyang ke kanan-kiri, naik-turun dan seperti berputar.
“Oooooh, Sayang! Masukin!”
Tubuh Mbak Rini tiba-tiba berbalik. Meraih batang kejantanan kesukaannya, lalu menatapku dengan sorot mata sayu. Aku yang mengerti kemauan sang ibu kos kesayangan, langsung mencium bibirnya yang terbuka. Merundukkan tubuh sambil kini melumat mulut, kedua tanganku menyelusup ke bawah lipatan dengkul kedua kakinya untuk mengangkat.
“Peluk leherku, Sayang!”
Saat tubuh Mbak Rini kuangkat, dengan kedua tangan yang menahan di bawah lipatan kakinya, sang ibu kos langsung mengerti. Satu tangannya melepas pelukan di leher dan terulur ke bawah, untuk memasukkan batang kejantananku ke dalam belahan liang kenikmatan di selangkangan.
“Ooooooh, Sayaaaaaang!”
Mbak Rini menjerit panjang saat tubuh menggelosor ke bawah mengikuti posisinya yang kugendong. Kumelirik pantulan tubuh telanjang kami berdua di cermin. Dengan kepala yang menengadah, ia terus menjerit, “Ooooooh … dalem bangeeeeeet!”
Mbak Rini tampak hanya pasrah bergayut dengan batang kejantananku yang menjejali liang kewanitaannya hingga ke ujung rahim. Walau menggelinjang dalam gendongan, bibirku dilumat dengan ganas.
Lalu, Mbak Rini kusandarkan ke dinding shower yang dilapisi cermin. Dengan begitu, bibirku bisa membalas lumatannya yang ganas. Pagutan disertai hisapan yang lama, membuatnya mengeratkan pelukan di leher. Uap yang menguar dari tubuh sang ibu kos kesayangan pun, mengaburkan pantulan tubuh telanjang kami berdua.
Refleks, sambil membalas lumatan bibir Mbak Rini yang ganas, otot pantatku yang berkedut-kedut menaikkan pinggul. Pantat pun maju untuk membenamkan lagi batang kejantanan di dalam liang kewanitaannya. Perlahan, kocokan pun kumulai.
0 Komentar