“Gimana tadi kerjaan, Sayang?”
Selama ini, Mbak Rini sama sekali tidak pernah menanyakan pekerjaanku di kantor. Mendengar ia kini menanyakan itu, hatiku berbunga-bunga. Aku senang dengan perhatiannya yang seperti seorang istri. Aku tersenyum.
“Karena cinta dan penerimaan Sayang waktu kita bercinta semalam, aku jadi semangat banget kerja hari ini.”
Sambil bicara, tanganku membelai rambut sang ibu kos cantik kesayangan yang tergerai ke belakang. Lalu berganti, kuusap pipi dan dagunya. Ia tersenyum mendengar kata-kataku. Mata yang berbulu lentik itu, menatapku membinar.
“Sebenarnya,” kataku tapi terputus. Aku menatap sambil tersenyum dan tangan yang mengusap dagu, berpindah mengusap pipi kembali, kemudian kataku, “perhatian Sayang dari awal aku ke sini, udah bikin suka.”
Sang ibu kos cantik kesayangan mendengarkan sambil melebarkan mata. Alisnya terangkat dan ia tersenyum. Tampak seperti menunggu kata-kataku selanjutnya, ia diam sambil menatap.
“Cuma, aku gak berani mulai atau ngomong Takut salah.”
Kata-kataku berakhir diikuti oleh tawa kecil sang ibu kos cantik kesayangan. Kepalanya tertunduk sambil digeleng-gelengkan. Bibirnya bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu.
“Ah, Sayang ….”
Ternyata sambil menundukkan kepala, Mbak Rini hanya mengatakan itu. Tangannya meraih tanganku yang diturunkan setelah mengusap-usap dagu. Dielus sambil kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Bibir merahnya yang tipis, tampak menyunggingkan senyum.
“Aku sejak awal liat Sayang,” kata Mbak Rini tapi terputus. Ia tetap menunduk sambil mengelus-elus tanganku, lalu katanya, “udah suka sama Sayang.”
Kini aku pula yang tersenyum lebar. Kata-kata itu sangat menyenangkan hati. Refleks, kuangkat kembali tangan untuk mengusap-usap dagu sang ibu kos cantik kesayangan. Lalu kupegang dan mendekatkannya ke bibir untuk kupagut.
“Oooooohh, Sayaaaaang!”
Lirih terdengar suara desah Mbak Rini. Wajahnya mendongak dengan mata terpejam. Dibiarkannya gigi memagut dan bibirku kemudian menghisap dagu yang berkulit halus. Tangannya refleks meraih pahaku dan diremas dengan kuat. Kepasrahan di saat-saat seperti itu, bagiku terlihat seperti penerimaan yang total. Sebagaimana penerimaannya saat bercinta tadi malam.
“Aku cinta Sayang.“
Bibirku berpindah ke telinga. Dengan berbisik, kuucapkan kata-kata itu. Mbak Rini pun memejamkan mata saat mendengar. Ia diam tapi bibir merahnya yang tipis kembali menyunggingkan senyum.
“Tadi aku beli makanan untuk Sayang,” katanya kemudian dengan mata terbuka yang memerhatikan reaksiku. Melihat aku tersenyum saat mendengarkan, ia kembali berkata, “Sayang mau makan di sini aja atau di ruang makan?”
“Di sini aja mungkin. Ama Sayang makannya,” jawabku.
Mendengar itu, Mbak Rini beringsut dan turun dari ranjang. Namun, ia bukan berjalan ke arah pintu. Ia malah mendekati lemari pakaian dan membukanya. Diambil sebuah handuk yang masih terlipat dari dalam dan memberikan padaku.
“Sayang mandi di kamar mandi itu aja,” katanya dengan bibir yang dimonyongkan menunjuk ke sebuah pintu yang lanjut lagi katanya, “aku mau ambil makanan yang tadi dibeli, sambil bikin kopi.”
Kuanggukkan kepala dan mengambil handuk itu. Lalu, berjalan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar tidur sang ibu kos kesayangan. Ruangan yang baru kali itu kumasuki, cukup membuat kagum. Perangkat alat mandi yang ada, seperti di kamar hotel bintang lima. Sangat memanjakan orang untuk berlama-lama. Ada sudut dengan dinding dilapisi cermin dan shower. Ada jaccuzi bathtub yang cukup untuk dua orang berendam. Lalu yang istimewa, di sudut dekat pintu masuk tempat menggantung pakaian ada sofa dengan meja majalah, ada vas bunga, ada piring buah dan vas untuk lilin.
Sebelum melepas pakaian dan menggantungkan di sudut dekat pintu masuk, handuk kuletakkan di meja. Kemudian melangkah ke arah pemandian. Terlebih dahulu kusetel suhu air shower dan menghidupkan krannya. Guyuran air yang membasuh kulit sangat terasa menyenangkan. Aku nikmati sambil menggosok-gosokkan sabun cair yang sudah dituang di tangan. Melihat pintu kamar mandi terbuka, aku berpaling menoleh
0 Komentar