Mbak Rini yang telah duluan bangun, terlihat sibuk dengan pekerjaan rumah pada pagi keesokan harinya. Menyapu dan mencuci peralatan masak di dapur. Tentu saja juga memasak menyiapkan sarapan untukku. Saat akan pamit berangkat kerja, aku memberi isyarat agar sang ibu kos mengikuti. Meninggalkan ruang makan, yang biasanya juga selalu dipenuhi penghuni kos yang lain saat pagi, untuk kuberi kecupan.
Di tempat kerja, semangatku lebih daripada biasanya. Aku mengerjakan pemeriksaan data dengan lebih cepat, pengarsipan kutata dan pelaporan yang diberikan kepadaku pun telah updated-checked. Setelah itu selesai, aku bahkan mendiskusikan sistem kerja di dalam divisi dengan para staf untuk pembenahan dan maksimalisasi. Sesuatu yang aku sebagai pimpinan divisi tidak pernah lakukan sebelumnya. Semua ini karena ungkapan cinta sang ibu kos dalam persetubuhan kami semalam. Penerimaan dan kasih sayangnya padaku saat bercinta, sangat menyentuh. Terlebih dia telah memperlakukan aku seperti suami tadi pagi. Hingga saat menjelang jam pulang, aku duduk sambil membayangkan penyambutan seperti apa yang akan ia berikan.
“Permisi duluan ya, Pak!”
Seorang staf berdiri di depan pintu untuk menyapa. Dari sekian banyak orang di divisiku, ia yang menjabat sebagai kepala kasir, memang yang paling sering berhubungan denganku. Staf itu selalu berpamitan pulang.
“Ya, ya. Hati-hati di jalan!”
Aku tak sengaja berseru karena gelagapan. Kaget karena fokus perhatian bukan ke komputer di depan yang ada di meja, walau masih menyala. Sesosok perempuan cantik paruh baya yang ada di rumah kos yang jadi bahan lamunan.
Setelah tidak terdengar lagi suara staf satu pun dari luar ruangan, aku matikan komputer. Perlahan bangun untuk merapikan meja, kemudian beranjak ke luar untuk pulang. Di sepanjang perjalanan, pikiranku masih berkutat tentang penyambutan seperti apa yang akan sang ibu kos kesayangan berikan saat sudah di rumah.
Memasuki halaman, motor langsung kuarahkan ke tempat parkir di samping rumah induk. Pintu masuk di situ adalah yang terdekat menuju dapur. Aku berinisiatif untuk memeluk dari belakang seandainya nanti melihat sang ibu kos kesayangan sedang memasak.
Nsmun ternyata, di dapur tidak ada seorang pun yang kutemui. Juga tidak terlihat tanda-tanda telah selesai memasak atau menyediakan makanan. Aku sedikit kecewa dan meneruskan langkah menuju ruang tengah. Melewati ruang makan, aku melihat piring dan mangkok berisi penganan yang tertutup tudung saji. Aku yang memandang sekeliling sambil mengernyit, meneruskan saja langkah menuju kamar tidur. Saat melihat pintu kamar tidur sang ibu kos kesayangan terkuak sedikit, langkahku langsung berbelok ke situ.
“Sayang sakit?”
Aku mendadak cemas saat melihat sang ibu kos kesayangan terbaring dengan mata terpejam di kasur. Ia berbaring dengan tubuh miring. Satu tangan menjadi alas untuk kepala di bantal. Bergegas kudekati. Ia yang membuka mata saat mendengar suaraku, langsung mengulurkan kedua tangan.
“Sayang baru pulang?” tanya Mbak Rini.
Tubuhnya terangkat untuk menarik dan memegang kedua tanganku yang menerima sambutannya. Aku mengangguk dan tersenyum. Duduk di tepi ranjang di sampingnya, aku langsung dihadiahi pelukan dan kecupan.
“Sayang sakit?” tanyaku lagi.
Aku yang cemas langsung mengecup kening sang ibu kos kesayangan untuk mengetahui suhu tubuh. Beruntung bibirku tidak merasakan panas di keningnya dan Mbak Rini sendiri, juga menggeleng sambil tersenyum.
“Aku kangen Sayang!”
Pelukan sang ibu kos kesayangan saat mengucapkan itu, sangat menyentuh hati. Aku biarkan ia membenamkan kepala di pelukan dan kuusap-usap pula punggungnya dengan lembut.
“Aku juga kangen Sayang,” bisikku.
Mbak Herini mengetatkan pelukan. Napas sang ibu kos kesayangan terasa menyelusup ke dada dari sela kancing kemeja. Tanganku yang mengusap-usap punggung, tidak merasakan tali pengikat bra.
0 Komentar