IBU KOST KESAYANGAN PART 10

 

“Oooooooooooh!”


Mbak Rini seperti terhenyak. Bibir kami terlepas. Ia melenguh pelan. Namun, pelukan di leherku mengetat saat kedua kakinya yang tertahan di tangan kemudian melingkari pinggang untuk menguatkan gendongan. Terasa otot pantat sang ibu kos kesayangan berkedut-kedut.


Plak! Plak! Plak!


Kocokan batang kejantanan di dalam liang kewanitaan Mbak Rini pun kupercepat. Bunyi benturan selangkangan kami berdua terdengar seperti berlomba dengan suara deru shower yang jatuh ke lantai dan desahan sang ibu kos kesayangan. Riuh tapi menambah nafsuku untuk mengantarkan sang kekasih menjemput puncak kenikmatan.


“Oooooh, Sayang! Oooooh, Sayang!”


Berulang kali Mbak Rini mendesah bersama tubuh telanjangnya yang terguncang-guncang. Denyutan dinding liang kewanitaan pun terasa bagai remasan bagiku. Mengantar desakan yang menumpuk di pangkal menuju puncak batang kejantanan untuk pelepasan. Rasa hangat di dalam liang kewanitaan Mbak Rini pun melumuri kepala otot kekar itu untuk membesar. Menenuhi dan menyesak di dalam rahim. Namun tanpa kenal lelah, pinggul naik-turun dengan pantat yang terus kumajukan.


Plak! Plak! Plak!


“Oooooh, Sayang! Aku mo keluaaaar!”


Tak butuh lama bagi sang ibu kos kesayangan untuk meraih puncak. Desakan kenikmatan yang ingin menyeruak dari dalam liang kewanitaan, langsung memenuhi rahim. Otot belahan kenikmatan miliknya kian terasa berdenyut, meremas batang kejantananku yang menjejali. Namun jepitan kedua kaki yang kutahan dengan tangan yang semakin mengetat di pinggang itulah, yang menandakan kekasihku itu akan segera orgasme.


“Sayaaaaaang! Sayaaaaaang! Sayaaaaaaaaaang!”


Jeritan panjang Mbak Herini membuatku menghentikan kocokan. Pantat kudiamkan terangkat dan pinggul dimajukan. Kubenamkan dalam-dalam batang otot kekar yang mengacung dari selangkangan di liang kewanitaan sang kekasih. Bibirnya kucium lama sambil menyandarkan tubuh telanjang sang ibu kos kesayangan yang digendong, ke dinding cermin shower. Kubiarkan ia memelukku dengaan erat, menikmati puncak kebahagiaannya bersetubuh denganku.


“Ooooooh …!”


Desahan yang terdengar lirih itu sangat merangsang. Mbak Herini membenamkan wajahnya di lekukan ketiakku. Hangat napas yang terembus keluar terasa mengembusi kulit. Rasa cinta yang muncul melihatnya terpuaskan, mendorongku mencium pucuk kepala sang ibu kos kesayangan.


“Aku cinta Sayang,” bisikku kemudian.


Bersamaan dengan pelukan Mbak Herini yang mengetat setelah mendengar bisikan itu, pantat perlahan kunaik-turunkan lagi. Kembali mulai mengocok-ngocokkan batang kejantanan di liang kewanitaan sang kekasih. Kepala yang dibenamkan di lekukan ketiak, terasa bergerak. Mbak Rini menggigiti kulit dengan gemas. Ia mendengkus sambil mengerang keenakan.


“Eeeerghh!”


Aku menggeram lirih merasakan perih. Namun, kocokan batang kejantanan di liang kewanitaan sang ibu kos kesayangan tidak terhenti. Kupercepat sambil menekan tubuh telanjang yang kugendong ke dinding agar tangan yang menahan kedua kakinya tidak lelah. Oleh karena mendongak, wajahku yang tersiram shower menjadi segar. Bagai terpacu, tiada henti kunaik-turunkan pinggul mengocok-ngocokkan otot kekar yang mengacung sehingga selangkangan kami berdua berbenturan.


Plak! Plak! Plak!


Bunyi itu berpadu dengan suara erangan kami berdua dan shower yang riuh. Gigitan Mbak Rini tiada kuhiraukan. Pelukannya pun mengetat. Namun denyutan dinding liang kewanitaan yang meremas batang kejantanan itulah yang mengarahkan tujuan kami untuk akan bersama-sama meraih puncak kenikmatan.


“Aaaaaaah, Sayaaaang! Aku mau keluar lagi!”


Mbak Rini melepaskan gigitan. Namun, ia mengetatkan pelukan tangan di leher dan jepitan kaki di tangan sambil menjerit panjang. Denyutan dinding liang kewanitaan pun berubah menjadi jepitan saat kedua kakinya di tanganku mengapit erat pinggang. Ia memajukan pinggul untuk membenamkan batang kejantananku dan mendiamkan dengan tubuh yang menggelinjang.

Posting Komentar

0 Komentar