ANAK LURAH PART 8

 

KAKEK GURU DATANG




Malam itu hujan deras. Rumah Ki Asmoro Dewo telah basah diterpa hujan dan angin yang kencang. Bulan bersembunyi di balik awan gelap, menjadikan bumi tanpa penerangan. Bahkan lampu depan rumah Ki Asmoro Dewo tidak membantu penglihatan karena kalah oleh gelapnya malam. Kilat menyambar-nyambar di udara, menebar ancaman yang mendebarkan dada, namun kilas cahaya ketika ia menyambar untuk beberapa saat menerangi bukit itu.




Namun sesosok bayangan manusia bergerak perlahan di jalan setapak itu. Sesekali tubuhnya terlihat dalam kilasan cahaya yang sekejap menerangi dari kilat yang menyambar-nyambar ditengah hujan yang lebat itu. Seorang lelaki yang memakai ponco hijau tua yang kuyup oleh air hujan. Kepalanya selain dilindungi topi ponco itu, juga memakai topi caping lebar.




Butuh waktu yang cukup lama sampai orang itu sampai di serambi rumah Ki Asmoro Dewo. Ia memasuki serambi itu lalu mengetuk pintu sesudah membuka capingnya. Ia hanya mengetuk beberapa kali dan lalu menunggu di depan pintu sambil bertelekan tongkatnya yang kini dipindahkan ke tangan kiri.




Lelaki itu sudah tua. Rambutnya sudah putih semua. Wajahnya penuh keriput yang seakan menunjukkan bahwa usianya sudah sangat lanjut. Matanya jernih namun dalam. Pandangannya seakan menembus sanubari orang yang membalas tatapannya. Walaupun tua dan keriput, tubuhnya tidaklah rapuh melainkan tegap, walaupun kurus.




Akhirnya pintu dibuka. Ki Asmoro Dewo sendiri yang membukanya. Ketika melihat tamunya, Ki Asmoro Dewo serta merta berubah mukanya menjadi kaget yang secara cepat pula berubah menjadi raut yang gembira sekali. Tampang Ki Asmoro Dewo kini bagaikan seorang anak yang baru dibelikan hadiah dari orangtuanya.




Guru!!




Ki Asmoro Dewo segera menyambut gurunya dengan mencium tangan kanan lelaki itu. Guru Ki Asmoro Dewo hanya tersenyum sekilas, namun matanya memancarkan perasaan kasih sayang kepada muridnya. Ia hanya mengangguk melihat penyambutan muridnya itu. Lalu, Ki Asmoro Dewo dengan sedikit membungkuk menyilahkan sang guru untuk masuk tanpa memperdulikan pakaian yang basah maupun sandal yang penuh lumpur.




*****




Ki Asmoro Dewo ketika mudanya adalah seorang anak berbakat. Anak indigo, sebutannya. Kemampuannya dalam berkelahi sudah terlihat semenjak usia delapan tahun. Selain itu, ia memiliki suatu wibawa dan kharisma bawaan sehingga disegani teman-temannya. Karena itu ia memiliki bakat dalam mempengaruhi orang lain.




Karena bakat inilah Ki Sangga Jagat memilih Ki Asmoro Dewo sebagai muridnya. Nama asli Ki Asmoro Dewo adalah Dewanto. Setelah Dewanto menguasai hampir seluruh ilmu Ki Sangga Jagat, maka ia diberikan gelar Ki Asmoro Dewo. Ini dikarenakan kecenderungan Dewanto dalam bertualang asmara, sehingga ilmu yang dikuasainya dengan sempurna adalah ilmu yang berhubungan dengan asmara.




Hal ini sangat disayangkan Ki Sangga Jagat. Ki Sangga Jagat memiliki dua orang murid. Ki Asmoro Dewo adalah murid ke duanya. Murid pertamanya bernama Pardji. Seluruh ilmu beladiri dan santet dikuasai murid pertamanya ini. Sirep dan pelet dikuasainya juga, walaupun tak sehebat adik seperguruannya. Yang membuat Ki Sangga Jagat sedih adalah sebelum lulus dari pendidikan dengan Ki Sangga Jagat, Pardji menunjukkan watak aselinya.




Akhirnya Pardji diusir oleh Ki Sangga Jagat. Kemudian Ki Asmoro Dewo diajarkan seluruh ilmu pribadinya. Namun, entah karena bakat yang kurang ataupun karena memang tidak jodoh, ilmu pamungkas Ki Sangga Jagat tidak dapat dikuasai Ki Asmoro Dewo. Sudah puluhan tahun Ki Sangga Jagat mencari murid ketiga, namun tidaklah mudah mencari seorang anak dengan bakat yang besar.




Ilmu Ki Sangga Jagat bukanlah ilmu temuan sendiri, melainkan ilmu yang sudah ada semenjak jaman kerajaan Jawa dahulu kala. Bila dirunut pada silsilah perguruan, para pendahulunya adalah para punggawa kerajaan-kerajaan besar. Ada yang menjadi salah satu perwira dari Panembahan Senopati di Kerajaan Mataram, ada yang menjadi perwira pada jaman Joko Tingkir berkuasa di Kerajaan Pajang.




Sementara, ilmu perbawa dan sirep disempurnakan ketika salah seorang pendahulu Ki Sangga Jagat itu menjadi bawahan Panembahan Senopati. Kono menurut catatan di daun lontar itu, Panembahan Senopati menghadiahkan ilmu perbawa dan sirep kepada pendahulu Ki Sangga Jagat sebagai hadiah atas jasanya yang besar kepada kerajaan.




Ilmu asal perguruan terutamanya adalah beladiri dan kebatinan. Konon ilmu ini adalah ilmu campuran antara silat keraton Majapahit dan ilmu dari negeri Cina yang didapatkan dari salah seorang perwira yang datang ke singosari untuk menghukum Kertanegara karena memotong telinga utusan dari Cina. Seperti tertulis di sejarah, Raden Wijaya menggunakan pasukan dari Cina ini untuk menghukum kerajaan Kediri (dengan Jayakatwang sebagai penguasanya) yang memberontak dan membunuh Kertanegara.




Ketika perang usai, Raden Wijaya menusuk dari belakang dan mengocar-kacirkan pasukan dari Cina. Banyak perwira yang tertinggal di Jawa. Salah satunya, menurunkan ilmunya pada pendiri perguruan yang akhirnya menjadi panglima kerajaan Majapahit karena kedigdayaannya. Nama pendiri itu adalah Ekawira. Sebelum berguru kepada perwira Cina, ia sudah menjadi perwira di kerajaan Singosari di bawah Raden Wijaya.




Ilmu silatnya adalah ilmu silat asli Jawa bercampur dengan ilmu kebatinan Hindu turn temurun dari keluarga. Setelah bertemu gurunya, perwira China bermarga Thio, maka diajarkanlah ilmu silat China yang melatih fisik dan tenaga dalam. Ilmu kebatinan dan Ilmu beladiri fisik inilah yang menjadi dasar ilmu Ekawira.




Pada dasarnya, ilmu perbawa dan sirep dari Panembahan Senopati dapat dengan mudah menyatu dengan ilmu perguruan dikarenakan ilmu kebatinan yang menjadi salah satu tiang dasar ilmu perguruan ini. Kalau sebelumnya, ilmu kebatinan dipakai untuk meyakinkan ilmu beladiri (seperti ajian-ajian), kini ilmu kebatinan itu bercabang sehingga menjadi ilmu yang dapat mempengaruhi orang lain bukan secara kontak fisik, melainkan dengan mempengaruhi pikiran secara langsung.




Perguruan ini tidak mempunyai nama. Karena memang tidak ada padepokannya. Pada mulanya ilmu ini diturunkan untuk keluarga saja. Namun, pada akhirnya, untuk melestarikan ilmu ini agar tidak punah, mau tidak mau ilmu ini harus diberikan kepada orang yang memang mempunyai bakat silat. Namun terutama, bakat dalam kekuatan pikiran.




Kembali kepada Ki Sangga Jagat. Ia mendapatkan kabar dari murid keduanya bahwa telah menemukan seorang anak yang memiliki bakat besar dalam menggunakan kekuatan pikiran. Maka, mungkin inilah saat yang tepat untuk menurunkan ilmu pamungkas kepada pewaris yang berjodoh. Bila anak ini memang berbakat besar dan mampu mempelajari ilmu itu, maka cincin kekuasaan perguruan akhirnya dapat ia berikan, dan ia akan mengundurkan diri.




Untuk itulah ia datang jauh-jauh dari Gunung Kawi ke rumah murid keduanya. Untuk mewariskan ilmu pamungkas perguruan. Untuk melestarikan ilmu yang sudah berabad-abad diturunkan dan disempurnakan. Dengan begitu, amanat para pendahulunya dapat dijalankan dengan baik.


Posting Komentar

0 Komentar