Tiba-tiba saja bel berbunyi. Dengan salah tingkah, Bu Fenti meminta petugas piket untuk memimpin doa, lalu akhirnya para murid keluar kelas setelah member hormat. Bu Fenti masih merasakan celana dalamnya basah dan menunggu murid terakhir keluar kelas. Ia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dengan perlahan.
"Harun. Kamu kok masih di sini?"
"Harun mau tunggu sampai matahari ga terik lagi, Bu. Boleh ya?"
Wajah Harun tampak memelas dan Nampak tulus. Apalagi timbul dalam hati Bu Fenti perasaan sayang yang aneh. Bu Fenti akhirnya mengangguk memperbolehkan Harun, ia hendak berdiri meninggalkan kelas, namun ada sesuatu yang menahannya. Ia menatap Harun. Ia memperhatikan wajah anak itu yang sedang tampak konsentrasi membaca.
Bu Fenti tidak tahu bahwa Harun terus mengirimkan bayangan wajah Harun kepadanya, juga dengan sugesti bahwa Bu Fenti semakin lama semakin tertarik kepada Harun, selain itu emosi dan perasaan Bu Fenti juga dipengaruhi sehingga timbullah perasaan sayang yang datang tiba-tiba.
"Bu? Harun boleh minta bantuan?"
Bu Fenti terkejut karena ia sedang melamun mengenai Harun ketika Harun menanya pada dirinya. Bu Fenti terdiam sebentar. Ada perasaan dalam dirinya bahwa Harun sedang membutuhkan sesuatu, dan sebaiknya ia menghampiri anak itu dan duduk di sampingnya.
"Boleh saja." Kata Bu Fenti dan tanpa sadar berdiri dari tempat duduknya. Ketika Bu Fenti berjalan melewati pintu, tiba-tiba ada perasaan aneh yang menyuruhnya untuk menutup pintu. Maka ia menutup pintu, lalu wanita itu mendatangi bangku samping Harun dan kemudian duduk di sebelahnya.
Harun kemudian mulai berbicara. Ia curhat mengenai ayahnya yang tidak peduli kepada dirinya. Juga tentang ibunya yang dingin di rumah. Tentu saja hal mengenai ayahnya itu benar adanya, namun ibu Harun tidaklah sedingin yang digambarkan Harun. Harun mulai berakting sedih. Sedikit air mata bercucuran ketika ia mengatakan bahwa ia merasakan bagaikan anak yatim yang tidak disayangi orangtua.
Bu Fenti merasa trenyuh lalu mendekap kepala Harun dan mulai menghibur anak itu. Harun memeluk Bu Fenti erat-erat sambil sesunggukan di dadanya. Tiba-tiba benak Bu Fenti kembali dikuasai birahi. Tubuh Bu Fenti sedikit bergetar karena menahan nafsunya itu. Hidung Bu Fenti yang sedikit mengenai rambut Harun mencium bau matahari khas anak remaja.
Saat itu Harun dapat memasuki pikiran Bu Fenti dalam sekali. Ia dapat merasakan benaknya menyentuh benak Bu Fenti. Benak itu bagaikan suatu bola besar dengan warna-warni yang menghiasnya. Ada warna yang mengatur emosi, ada warna yang mengatur perasaan, ada warna yang mengatur logika. Harun menyentuh benak Bu Fenti pada bagian logikanya, lalu menanamkan di dalamnya bahwa apapun yang dilakukan Harun adalah wajar.
Kemudian Harun mengangkat wajahnya lalu menciumi bibir Bu Fenti yang basah dengan bernafsu. Bu Fenti yang sudah tidak dapat mengontrol logikanya lagi hanya membiarkan saja bibir kecil Harun menyelomoti bibir tipis sensual miliknya. Harun menyuntikkan sugesti lagi bahwa Bu Fenti akan menjadi liar ketika Harun mencumbunya.
Bu Fenti membalas ciuman itu dengan penuh nafsu. Lidah Harun yang telah menjilati bibirnya kini disambut juga dengan lidahnya. Mereka saling bertukaran lidah dengan penuh nafsu. Dalam ketergesaannya, Harun mulai melucuti baju seragam Bu Fenti sambil terus berpagutan. Dibukanya kemeja seragam itu lalu dibuangnya ke lantai ketika telah dilucuti.
Di balik kemeja seragamnya, masih ada singlet wanita yang secara cepat pula dilolosi. BH hitam Bu Fenti membungkus payudara yang bulat. Tampaknya 36B. Harun lalu menarik Bu Fenti berdiri untuk membuka roknya sehingga kini akhirnya Bu Fenti hanya mengenakan BH dan CD hitam saja.
Tubuh Bu Fenti yang tidak terlalu tinggi tampak padat. Lengan Bu Fenti tampak sedikit gemuk, khas wanita dewasa Indonesia. Ada sedikit lemak di perutnya, namun tidak buncit. Ada garis selulit di perutnya yang menandakan ia pernah melahirkan. Bagian di sekitar pusarnya tampak sedikit menonjol yang melebar ke samping ke arah pinggulnya yang menyebabkan pinggul Bu Fenti tampak berisi dan tidak terlihat tulangnya.
Ada garis lemak di atas pahanya yang membuat kesatuan pinggul dan panggulnya tampak sangat manusiawi namun sensual. Di tambah lagi kulit tubuhnya yang ternyata lebih putih dari wajahnya. Wajah dan tangan Bu Fenti seringkali tertimpa matahari sehingga berwarna coklat kegelapan, namun kulit tubuh Bu Fenti memiliki warna yang lebih terang.
Tatapan Bu Fenti penuh nafsu memperhatikan Harun yang kini sedang melucuti baju sambil menatapnya. Bu Fenti pun mulai membuka BHnya. Akhirnya payudara yang bulat itu terlihat juga. Kedua payudara yang berwarna lebih putih dari bagian tubuh lainnya itu benar-benar hampir bulat. Kedua pentil Bu Fenti terletak tepat di tengah payudaranya.
Daerah areolanya yang berwarna coklat gelap juga memiliki gradasi yang makin terang di pusatnya menjadi coklat muda. Namun pentilnya tampak berwarna seperti lingkar luar areola, coklat gelap juga. Besarnya payudara itu rupanya tersembunyi karena ukuran BH yang kecil yang dipakai Bu Fenti sehingga menekan payudara itu ke dalam.
Kemudian Bu Fenti membuka celana dalamnya sehingga kini jembutnya yang lebat terlihat. Bau tubuh Bu Fenti mulai tercium di hidung Harun ketika Harun mulai mendekati Bu Fenti dengan perlahan. Ketika jarak mereka sangat dekat, mereka berdua saling menubruk dan berciuman lagi. Harun hanya perlu mendongakan wajah sedikit ke atas karena Bu Fenti hanya lebih tinggi sedikit darinya.
Dengan penuh nafsu mereka berdua saling meremas dan berciuman. Lidah mereka beradu lagi dengan cepat. Air liur mereka bertukaran cepat, membasahi rongga-rongga mulut masing-masing dan bahkan juga sekitar bibir mereka.
Kedua tangan Harun mulai meremasi payudara Bu Fenti. Bu Fenti mulai mengerang-ngerang dalam ciuman mereka. Tangan kiri Harun menjelajah ke bawah dan mendapatkan celah kenikmatan di balik semak belukar yang kini sudah basah kuyup oleh cairan kewanitaan Bu Fenti.
Kedua tubuh mereka kini berkeringat pekat. Peluh bahkan masuk ke mata kanan Harun dan membuat matanya itu perih. Kelas yang tanpa kipas angin dan AC memang sudah panas, apalagi kini dua tubuh mereka yang telanjang sedang berdekapan yang mengantar panas tubuh satu sama lain. Harun menyukai bau tubuh Bu Fenti yang sedikit menyengat namun bersahabat dengan hidungnya.
Harun melepaskan ciumannya dan kini merambah ke bawah kea rah tetek kanan Bu Fenti. Bu Fenti mengangkat tangan kanannya untuk mendekap kepala Harun. Bau tubuh Bu Fenti tercium jelas ketika ketek perempuan itu membuka. Saat itu, bibir Harun sedang berada di bagian atas payudara kanan Bu Fenti. Harun melirik ke samping kiri atas dan melihat ketek Bu Fenti yang dihiasi bulu-bulu halus yang menghiasi pertengahan ketek itu.
Harun memegang tangan kanan Bu Fenti dengan tangan kirinya lalu mengangkat tangan Bu Fenti itu. Ia segera menjilati ketek yang basah itu dengan buas. Bulu-bulu halus itu membelai lidahnya yang basah dan mengirimkan sinyal birahi yang begitu kuat.
Tak tahan lagi, Harun mendudukkan Bu Fenti di atas meja, lalu membuka paha perempuan itu lebar-lebar, lalu menghujamkan penisnya ke dalam gua yang terlarang itu.
Vagina Bu Fenti tidaklah serapat Atik atau Jannah, bahkan dibanding juga dengan ibunya. Namun bukan berarti terasa longgar. Melainkan cukup ketat juga membungkus kontolnya yang sudah tegang sedari tadi.
Sambil menghujami kemaluan Bu Fenti dengan penuh semangat, Harun mengenyoti payudara kanan Bu Fenti. Bu Fenti kini mengerang keras sambil mendekap tubuh muridnya itu dengan eratnya. Suara selangkangan beradu yang sebelumnya tidak pernah terdengar di kelas ini, kini memenuhi ruangan, memantul dari dinding-dinding, disaksikan oleh papan tulis dan pernak-pernik kelas yang lain.
Bu Fenti seakan merasa di surga. Sudah lama ia tidak diberi nafkah batin. Dan kini muridnya sendiri menafkahinya di dalam kelas! Bu Fenti tidak memikirkan apa-apa lagi, berhubung logikanya sudah dikuasai oleh Harun. Perempuan ini terhanyut dalam kenikmatan ragawi yang sedang direngkuh bersama dengan Harun.
Kini Harun asyik menyelomoti tetek yang sebelah kiri, sementara tangan kirinya meremasi tetek kanan Bu Fenti yang sudah basah oleh campuran keringat mereka berdua ditambah dengan air liur dari mulut Harun.
Saat itu Harun dapat mendengar suara langkah kaki pria mendatangi kelas. Ada yang mendengar mereka, rupanya. Bu Fenti mengerang keras sekali. Harun dengan sigap segera berusaha berkonsentrasi dan memusatkan pikiran untuk memasuki benak orang yang sedang datang.
Rupanya penjaga sekolah. Harun dapat mendengar pikiran orang itu. Pak Priyo mendengar teriakan perempuan dari kelas ini. Kedengarannya seperti Bu Fenti yang cantik itu. Maka Pak Priyo tergopoh-gopoh mendatangi. Namun, tiba-tiba saja ia tidak mendengar apa-apa lagi. Bahkan, kini ia lupa kenapa ia ada di tempat ini.
Bu Fenti yang tidak tahu apa-apa kini sedikit lagi mencapai klimaks. Pantatnya bergoyang bagaikan tornado. Ada suatu dorongan untuk menuntaskan birahinya secepatnya. Selangkangannya kini menumbuki selangkangan Harun dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat.
Harunpun sudah hampir sampai di batas kekuatannya. Kontolnya yang merasakan dinding basah memek Bu Fenti juga sudah ingin sekali memuntahkan spermanya. Pantatnyapun mengimbangi gerakan dan kekuatan Bu Fenti. Bunyi selangkangan mereka beradu kini membahana. Nafas mereka sudah ngos-ngosan, peluh sudah memandikan tubuh mereka.
Dan akhirnya, diiringi jeritan kenikmatan Bu Fenti dan bentakkan kepuasan dari Harun, Harun menyemprotkan spermanya dalam liang senggama ibu gurunya itu yang sedang kelojotan karena mengalami orgasme setelah sekian lama guanya tidak ada yang mengunjungi.
Selama beberapa menit setelah orgasme, Bu Fenti tidur di atas bangku. Harun yang kontolnya telah mengecil, duduk di hadapan gurunya itu.
Bu Fenti akhirnya berdiri. Ia memandang Harun dengan mata penuh pertanyaan.
Ibu tahu kamu yang membuat Bu Fenti jadi begini. Entah dengan cara apa, Ibu tidak tahu.
Harun terkaget. Ia kemudian membaca pikiran Bu Fenti, dan anehnya, perempuan ini tidak marah. Malah ada rasa suka dari Bu Fenti. Bu Fenti adalah tipe perempuan yang ingin dikuasai oleh lelaki, dan entah bagaimana caranya, Harun berhasil menguasai perempuan ini.
Harun berdiri. Ia Mengecup bibir Bu Fenti cukup lama, dan kemudian mereka berdua bergegas memakai baju untuk lalu meninggalkan tempat mereka memadu kasih.
0 Komentar