KISAH AKU DAN SAHABATKU

 


Perkenalkan, namaku Atmo. Seorang pemuda desa yang jauh dari kata tampan, lebih 


cenderung ke nampan (alas untuk membawa gelas/piring). Dengan kulit sawo terlalu matang, 


168cm/80kg. 


Seorang yang bergelar MA (mahasiswa abadi) di sebuah universitas negeri terkenal yang 


terletak di kota sarkem, hehehe. Kali ini aku akan berbagi pengalaman dengan seorang teman 


dekatku, yang selalu kuhibur di saat sedih, dan selalu menghilang di saat bertemu lelaki 


ganteng. Batinku cuma bisa bilang “wooo wedyusss!!”. 


Sebut saja nama temanku ini Riri. Tingkah polahnya seringkali membuatku kesal, tapi juga 


kerap membuatku merasa kangen karena manjanya. Selalu cuek dengan keadaan sekitar, 


bahkan di saat aku sedang berduaan dengan Ana (mantan pacar di ceritaku yang pertama), 


dengan seenak hati nyelonong masuk ke kamar kostku, dan dengan sengaja menginjak 


kantong menyanku sembari memasang wajah menggoda. 


Ya, dia memang sudah tau hal hal seperti itu dari pergaulan dan mudahnya akses situs dewasa 


saat itu. Tapi, sebenarnya dia sama sekali belum pernah melakukannya. She’s a naughty 


Perkenalanku dengan Riri dimulai saat tergabung dalam satu grup saat mengikuti ospek. 


Orangnya asik, easy going, pribadi yang menyenangkan. Saat itu hanya sebatas berteman 


biasa saja, tanpa ada perasaan lain yang masuk di dalam pertemanan kami. 


Seiring perjalanan waktu kamipun semakin sering pergi berdua, entah itu sekedar keluar untuk 


makan, mengerjakan tugas di warnet, bahkan belanja kebutuhan sehari hari pun kadang kita 


lakukan bersama. Karena rutinitas tersebut, timbul pertanyaan di benakku, apa ini yang 


dinamakan Teman Tidur Mesra?. 


Tapi sesegera mungkin kusingkirkan jauh jauh pikiran itu, dan memilih untuk menjalani apa 


adanya saja. Dimana saat itu juga aku masih menjalin hubungan asmara dengan Ana, dan Riri 


juga kuketahui mempunyai seorang kekasih di kampungnya. 


Oh iya, Riri adalah seorang gadis yang berasal dari daerah dataran tinggi jawa tengah. 


Kebayang kan, kebanyakan gadis dataran tinggi memiliki paras alami dengan kulit yang putih 


dihiasi pipi yang kemerahan. 


Masa perkuliahan memasuki masa dimana jadwal sudah tidak dapat dinego, alias padat. 


Intensitas kami untuk bertemu pun menjadi berkurang, dari yang tadinya seminggu bisa hampir 


tiap hari jalan bareng, sekarang bisa seminggu sekali pun udah sukur. 


Hingga pada akhirnya kami benar benar terpisah untuk waktu yang lumayan lama dikarenakan 


kesibukan kami mengejar target perkuliahan. Aku sibuk dengan tugas perkuliahanku dan beberapa organisasi kampus yang aku ikuti, sedangkan Riri, selain dengan kesibukan yang 


sama, dia juga bekerja part time di salah satu tempat persewaan kepingan CD terkenal. 


Hingga pada suatu malam Riri menelponku untuk segera menjemputnya di kost. Akupun segera 


meluncur menjemputnya. Tak selang berapa lama, akupun sampai di depan kostnya dan ku 


sms dia bahwa aku telah sampai. 


Setelah dia keluar menemuiku, kuperhatikan ada sesuatu yang baru saja terjadi padanya. 


Mukanya kelihatan lesu, matanya sembab seperti orang yang habis menangis. 


Akupun bertanya padanya, “kamu kenapa Ri?”. 


yang mulai berkaca kaca. Saat itu kugenggam tangannya dan kutarik dia agar segera naik ke 


atas motorku. Pikirku mungkin dengan kuajak dia jalan sekalian makan malam, dia akan lebih 


tenang sehingga mau menceritakan masalahnya padaku. 


Akhirnya kamipun berangkat menyusuri jalan kampung yang di sebelahnya terdapat selokan 


besar yang memanjang. 


Disepanjang perjalanan, Riri hanya berpegangan pada pinggangku dengan kepalanya 


bersandar di punggungku, tanpa berkata apapun, hanya sesekali terdengar sesenggukan 


darinya. 


Setelah kurasa dia lebih tenang, motorku pun aku arahkan ke tempat biasa kami makan malam. 


Tempat dengan suasana alami dan tenang. Pada saat makan malam itu, aku mulai bertanya 


lagi, karena kupikir momentnya yang sudah tepat. 


“Kamu sebenernya kenapa sih, kok dari yang biasanya ceria, sekarang malah nangis 


Dia pun menjawab, “aku habis berantem sama cowokku, terus kami putus”. 


Cukup kumaklumi kenapa Riri bisa sesedih itu. Cowoknya adalah satu-satunya yang ia cintai 


saat itu, karena mereka kenal dan dekat sudah dari sekolah dasar. Setelah kutahu sebabnya 


Riri bersedih, aku pun berusaha menghiburnya dengan segala cara. 


Dan akhirnya aku bisa membuatnya tersenyum kembali. Malam itu pun akhirnya aku 


mengantarkannya pulang ke kost dengan perasaan lega berhasil menghiburnya. Dan sebelum 


pulang, akupun berpesan padanya, “kalau kamu perlu aku, sms aja ya, aku usahakan ada 


buatmu.” Dia pun mengiyakan dengan diiringi senyum manisnya. Akupun meluncur pulang dengan sambil mengingat ingat kejadian yang baru saja aku alami. 


Tapi pikiranku justru terfokus pada saat aku memboncengnya, dan dia yang tadinya hanya 


berpegangan pada pinggangku, akhirnya memelukku dari belakang. 


Otomatis aku merasakan sepasang benda kenyal yang ikut bersandar di punggungku selain 


kepalanya. Lelaki mana sih yang gak On ngalami kejadian kaya gitu, kecuali sekong, hehe. Tapi 


aku masih ingat akan siapa diriku dan hubunganku dengannya, aku tidak akan merusak itu. 


Setelah kejadian malam itu, kami mulai sering jalan berdua lagi, masih terus kuhibur dia. Tentu 


saja tanpa sepengetahuan Ana, dan harus pintar pintar bagi jadwal. Apalagi Ana mulai sering 


menginap di kostku. 


Aku ingat pada saat itu ada sebuah aplikasi bernama “buku muka”, dan di sela waktu 


mengerjakan tugas kuliah di warnet, Riri minta dibuatkan satu akun olehku, dan aku pun 


melaksanakannya. Tapi ternyata semua kisah terlarangku dengannya dimulai saat itu. 


Riri yang memang suka dan mudah bergaul, akhirnya mempunyai banyak teman baru dari 


aplikasi tersebut. Riri pada saat itu menjadi lebih sering mondar mandir ke warnet, hanya untuk 


menyapa sahabat dari dunia mayanya. 


Sebenarnya aku sama sekali tidak masalah, biar pun intensitas kami bertemu menjadi 


berkurang. Hanya ada satu hal yang aku takutkan untuk terjadi. Yaitu bertemu dengan penikmat 


wisata lendir dengan modal SSI seperti kita, hehehe…yang tentunya kebanyakan mencari 


mangsa lewat dunia maya. 


Lama tak bertemu dengan Riri untuk entah yang keberapa kali, penampilannya berubah 180°. 


Dari yang tadinya selalu mengenakan jilbab, sekarang kemana mana lebih sering memakai 


hotpants. Dari gadis desa lugu, sekarang berani menyulut rokok dihadapanku. Saat itu spontan 


tanganku hampir menamparnya. Dia pun menunduk ketakutan. 


Aku dengan tegas bertanya, “Kamu kenapa lagi? Jadi gila kaya gini!!! Mau dibilang gaul?!!”. 


Setelah kucecar dengan banyak pertanyaan dan nada yang tinggi, Riri akhirnya mengaku, hal 


tersebut karena dia terbawa oleh pergaulannya dengan seorang lelaki yang dia kenal lewat 


dunia maya. Mereka sering dugem, pulang larut bahkan cenderung subuh. 


Hal yang kutakutkan ternyata benar benar terjadi. Tapi aku tidak mau secepat itu men-judge 


sahabatku sendiri. Semoga saja dia tidak berbuat lebih jauh dari itu (walaupun di dalam hati, 


kalau berbuat lebih jauh sama ane aja, hahaha). 


Riri pun mengakui kalau dia belum sampai sejauh itu. Sebagai temannya saat itu aku hanya 


mengingatkan. Riri pun menerima saranku untuk sedikit demi sedikit menjauh dari 


pergaulannya saat ini. Dalam hal menyaring pertemanan, Riri terlalu mudah untuk menerima seseorang. Karena 


sifatnya yang supel. Hingga pada akhirnya, sesuatu yang fatal benar benar terjadi padanya. 


Waktu itu siang hari menjelang sore di hari sabtu. Riri datang ke kostku dengan diantar seorang 


teman. Dia bilang padaku kalau temannya dari ibukota, akan datang untuk menginap. 


Aku pun tanggap, dengan nada bercanda kuledekin dia, “Teman apa TEMAN?!” Selidikku 


penuh rasa ingin tahu, karena aku tak ingin temanku ini salah memilih orang lagi. Dia pun jujur 


padaku, kalau sebenarnya mereka menjalin LDR, dan baru akan bertemu untuk pertama 


kalinya. 


Mereka janji bertemu di sebuah Mall besar di pusat kota. Aku pun hanya bisa diam sambil 


berfikir. 


Spontan aku bertanya, “Cowokmu nginep kan? Dimana? Kamu ikut nginep juga?”. 


Diapun langsung mencubitku, dan berkata “Ya ngineplah, tapi gak sama aku, kamu piktor deh 


sm aku.” 


Akupun percaya saja, dan aku hanya tinggal pasrah menunggu apa yang akan terjadi 


selanjutnya. Akhirnya Riri pamit padaku, karena si cowok sudah hampir sampai di tempat 


mereka janjian bertemu. Aku menawarkan diri untuk mengantarnya, tapi Riri menolaknya. 


Akhirnya dia hanya kuantar ke jalan raya untuk menyetop taksi. 


Hari berikutnya, minggu sore. Handphoneku berdering, kulihat panggilan masuk dari Riri. 


Setelah kuangkat, ternyata dia memintaku untuk menjemputnya di terminal. Ternyata Riri dan si 


cowok itu habis berlibur ke pantai, dan si cowok langsung melanjutkan perjalanan pulang ke 


ibukota naik bus. 


Sepanjang perjalanan pulang, Riri hanya banyak diam, tapi kali ini dia memelukku dengan erat, 


sangat erat sampai kadang jemari tangannya meremas perutku. Aku hanya bisa berfikir, pasti 


telah terjadi sesuatu padanya. Riri saat itu tidak langsung kuantar ke kostnya, melainkan pulang 


ke kostku. 


Dia masih tetap diam saja sambil berjalan gontai menuju kamarku. Setelah aku mengikutinya 


masuk ke kamar, dan kututup pintunya, Riri langsung baring di kasurku sambil memeluk 


gulingku. 


Ternyata dia mulai menangis sesenggukan, sambil berkata lirih “Maafin aku Mo, kamu benar, 


akhirnya semua terjadi karena aku terkena bujuk rayunya.” 


Aku bagai di sambar petir di saat cuaca cerah dan gerah. Aku hanya bisa diam, menunggu 


sampai dia benar benar tenang. Di saat Riri masih menangisi nasibnya dan mungkin masa 


depannya, aku mencoba untuk mengecek apa yang di bawa dalam tasnya.Ternyata dia membawa beberapa helai pakaian, dan yang mencuri perhatianku adalah CD nya 


yang ada bercak darah. Aku diam saja. Hingga pada saat Riri mulai tenang, aku pun 


memintanya untuk menceritakan semuanya. Riri pun mengakui kesalahannya, karena 


sebelumnya sudah aku peringatkan untuk tak ikut menginap. 


Walaupun sebelumnya dia selalu menghindar dan bilang kalau tak ikut menginap. Tapi, setelah 


aku ambil CD dsri dalam tasnya, dia pun akhirnya mengakuinya. Aku mengintrogasinya sampai 


malam. Bahkan saat makan malam pun aku masih membahasnya. Hingga akhirnya dia 


meminta izin padaku untuk menginap dulu di kostku, karena ingin berkeluh kesah padaku. 


Aku pun dengan senang hati mengizinkannya. Saat itu Riri sudah berganti baju untuk dipakai 


tidur. Kaos lengan pendek, dengan bawahan rok panjang. Aku pun sebagai lelaki normal cukup 


terangsang dengan melihatnya berpakaian seperti itu, apalagi aku tau dia tidak pakai bra, 


karena bra-nya dipegang oleh sebelah tangannya. 


Mataku langsung menuju ke dadanya, dan benar saja, terlihat samar puting susunya yang 


menonjol dibalik kaos yang dia pakai. Riri yang mengetahui hal tersebut langsung reflek 


mencubitku dan menutupi dadanya dengan bantal. 


Di saat dia curhat, hingga akhirnya mulai menangis lagi, aku pun memberanikan diri 


memeluknya dan mengelus punggungnya. Tapi otakku mulai gak sehat, mulai mencari-cari 


celah untuk memanfaatkan situasi ini. Aku tau ini salah, tapi setan telah mengendalikan 


pikiranku. Akal sehatku hilang. Hingga kesempatan yang kunanti pun tiba. 


Di saat kami akan tidur, Riri aku suruh untuk menempati kasurku, sedangkan aku tidur di lantai. 


Waktu terasa sangat lama malam itu. Hingga Riri tahu kalau aku masih terjaga. Diapun menarik 


tanganku dan memintaku untuk menemaninya dikasur. 


Lampu hijau nih pikirku, tapi ternyata dia sambil bilang, “Gulingnya di tengah aja, buat batas, 


biar kamu gak macam macam,” sambil tersenyum genit. Dia pun melanjutkan tidurnya dengan 


membelakangiku. Aku pun ikut berusaha memejamkan mataku, hingga pada akhirnya 


kuberanikan memeluknya dsri belakang. 


Tak ada penolakan darinya, tanganku mulai mengelus perutnya yang rata, Riri reflek 


meletakkan tangannya diatas tanganku, seakan mengisyaratkan agar tanganku tetap disitu. 


Aku yang sudah dikuasai nafsu dan setan, memberanikan menggerakkan tanganku naik ke 


atas. 


Ke dadanya yang benar benar bulat berisi, yang kutaksir ukurannya adalah 34B saat itu. Lama 


tanganku mengelus payudaranya, sambil sesekali jariku bermain di putingnya dari luar kaosnya. 


Hingga tiba-tiba tangan Riri menarik tanganku dan menuntunnya masuk melalui bawah 


kaosnya, sambil dia memalingkan mukanya kepadaku dan menggigit bibir bawahnya. Aku rasa 


Riri mulai horny. Aku pun menurutinya. Lama tanganku bermain di dadanya, guling pembatas pun aku singkirkan. Aku mendekatkan 


badanku hingga senjataku pun menempel di bokongnya yang padat. Entah karena nafsu atau 


bagaimana, yang memang kuakui, dalam hal seperti ini setan memang jagonya. Tangan Riri 


pun sudah mulai bergerilya mermasi batang kejantananku. 


Hingga akhirnya dia memasukkan tangannya ke dalam celanaku dan mulai mengelus secara 


langsung batang kejantananku. Akupun tak tinggal diam, tangan kiriku kini mulai menulusp dari 


bawah badannya menggantikan posisi tangan kananku yang mulai bosan memainkan 


payudaranya. 


Kini tangan kananku mulai menyingkapkan rok panjangnya hingga sebatas perut, terpampang 


dihadapanku paha putih mulusnya, dan CD berwarna pink dengan motif hello kity. Tanganku 


pun langsung mengelus mulai dari paha, naik ke pangkal pahanya, bergantian kiri dan kanan, 


sambil terkadang meremasi bongkahan pantatnya yang padat. 


Hingga tanganku berhenti tepat di area kewanitannya, yang walaupun masih terbungkus CD, 


tapi telah terasa sedikit basah di sana. Sambil aku mengusapi area kewanitaannya, akupun 


mulai menciumi belakang daun telinganya hingga ke leher. 


Sampai pada akhirnya Riri memalingkan wajahnya dan akhirnya kamipun berciuman dengan 


ganas. Dari cara berciumannya, aku langsung tau, bahwa sebenarnya Riri cewek yang agresif 


di atas ranjang. Benar saja, Riri terus menyerangku bertubi tubi dengan ciuman dan elusan 


tamgannya yang telah berubah menjadi kocokan lembut pada batang kejantananku. 


Cukup lama kami melakukan hal ini, hingga akhirnya kami sama-sama tak tahan lagi, dan Riri 


pun bangkit dari tidurnya dan melepas semua pakaiannya. Aku pun melepas kaosku, tapi belum 


sempat aku melepas celanaku, Riri sudah terlebih dahulu menariknya. 


Tak lama kemudian, dia seperti anak kecil yang kegirangan karena dibelikan es krim oleh orang 


tuanya. Batang kejantananku dilumat habis oleh Riri, sampai kantong menyanku sekalian 


dilumatnya. Aku yang hampir tak tahan diperlakukan seperti itu, akhirnya menarik tubuh Riri ke 


atas. Gantian kini dia kubaringkan di bawahku. 


Kuciumi mulai dari wajahnya, bibirnya yang mungil, turun ke dadanya yang bulat dengan puting 


berwarna merah muda, hingga akhirnya cumbuanku berhenti tepat di liang kewanitaannya. 


Perlahan aku mainkan klitorisnya dengan telunjukku sedangkan jari tengah dan ibu jariku 


menyibakkan bibir kemaluannya yang hanya ditumbuhi rambut halus. 


Aku pun tak tahan untuk memainkan klitorisnya dengan lidahku. Pelan pelan kudekatkan 


wajahku ke liang kewanitannya, perlahan lidahku mulai menyapu liang kwanitannya. Riri pun 


terlihat sangat menikmatinya, terlihat dari tangannya yang terus memegangi rambutku, seakan 


aku tak boleh melepaskan cumbuanku pada liang kewanitaannya.Hingga akhirnya Riri mendesis dengan cepat, seperti orang kepedasan, tubuhnya melengkung 


naik, tangannya semakin menekan mepalaku di selangkangannya. Riri telah mencapai 


orgasmenya. Kubiarkan dia mengatur nafasnya dulu, sebelum kumulai babak utama. 


Setelah nafasnya mulai teratur, aku pun mulai merangsangnya lagi dengan memainkan 


payudaranya. Riri memalingkan wajahnya ke hadapanku, menatapku dalam dan berkata, “Mo, 


sekali ini aja ya, aku gak mau nanti kita bermasalah setelah ini.” 


Akupun mengangguk sambil dalam hati berkata “iya sekali aja malam ini, kalau besok besok 


khilaf kan gak tau juga.” 


Akhirnya kuposisikan diriku dan dirinya untuk memasuki babak utama pergelutan malam ini. 


Aku di atas dan dia di bawah, tanganku langsung membimbing batang kejantananku menuju 


liang kewanitaanya. Riri hanya mengingatkanku untuk melakukannya dengan lembut, karena 


dia masih belum terbiasa. 


Perlahan mulai kutempelken kepala kejantananku pada bibir kewanitaannya. Hingga sedikit 


demi sedikit kubiarkan batang kejantananku masuk kedalam dibantu dengan kontraksi liang 


kewanitaannya yang sperti menyedot untuk masuk lebih dalam. 


Setelah yakin mentok seluruh batang kejantananku, aku mulai melakukan gerakan maju 


mundur, dengan dibantu kedua tangan Riri yang memegangi bokongku. Aku sambil 


memompanya dengan memperhatikan mimik wajahnya yang begitu terangsang akibat ulahku. 


Kadang memejamkan mata sambil menggigit bibirnya, kadang menggeleng gelangkan kepala, 


kadang juga melotot menatapku sambil mendesah keenakan. 


Hingga akhirnya kurasakan vagina Riri semakin menjepit penisku, tangannya meraih kepalaku 


dan menariknya untuk melakukan french kiss, dan aku tau di saat itu Riri akan orgasme 


kembali. Kutingkatkan tempo permainanku hingga akhirnya Riri bergetar hebat dan kakinya 


melingkar di pinggangku mengisyaratkanku agar menghujamkan penisku sedalam dalamnya ke 


vaginanya. 


Aku yang masih belum apa apa, kembali menusukkan penisku ke vagina Riri. Kali ini 


kumasukkan sambil berbaring dibelakangnya. Dengan posisi ini aku lebih leluasa, pinggulku 


aktif bergoyang, sedangkan tanganku aktif meremasi payudaranya. 


Kadang tanganku juga memainkan klitorisnya yang membuat Riri semakin menggelinjang 


menerima kenikmatan syahwat dariku. Setelah bosan dengan posisi ini, aku pun mencabut 


penisku, dan kuminta Riri untuk gantian di atas. Riri langsung bangkit dari baringnya, tak lupa 


sambil menciumku nafsu dan mengocok mesra penisku. 


Sebelum Riri menaikiku, dia menyempatkan untuk mengulum penisku terlebih dahulu, 


walaupun hanya sebentar, karena aku yakin dia sudah tak tahan untuk segera memasukkannya 


ke dalam liang vaginanya yang mulai becek.Riri mulai memasukkan penisku perlahan, setelah masuk seluruhnya sampai tak terlihat 


penisku, Riri mulai melakukan gerakannya yang tak beraturan karena nafsunya yang sudah 


memuncak. Kadang maju mundur, memutar, naik turun. 


Hingga akhirnya Riri akan orgasme lagi, dan aku pun sudah tak sanggup menahan ejakulasiku. 


Riri akhirnya menggerakkan pinggulnya maju mundur dengan cepat, hingga akhirnya aku pun 


menghentakkan penisku ke dalam vaginanya dalam dalam, dan memuntahkan spermaku di 


dalam vaginanya bersamaan dengan orgasme Riri. 


Akhirnya malam itu pun kami tertidur kelelahan dan puas setelah memadu syahwat. Kami tidur 


telanjang dengan posisiku memeluknya. Dan tak lupa aku mengecup keningnya sebagai tanda 


maaf dan terima kasihku. 


Karena pertempuran semalam, aku jadi bangun agak siang, sekitar jam 8, sedangkan Riri, 


kulihat sudah tak ada di sampingku. Aku masih dalam keadaan telanjang bulat akhirnya hanya 


memakai celana pendekku tanpa celana dalam, dan berjalan menuju kamar mandi, 


membersihkan sisa sisa pertempuran semalam. 


Di depan pintu kamar mandi, aku mendengar suara aneh dari dalam kamar bapak kostku. FYI, 


bapak kostku ini masih muda, ganteng, kalau diibaratkan seperti Aaron Kwok. Aku seperti 


mengenal suara ini, ya, suara seperti yang semalam aku dan Riri ciptakan, desahan, teriakan 


kecil, kadang lenguhan. Gila, gumamku, pagi pagi udah olahraga nih bapak kost. 


Memang karena ketampanannya, bapak kost wajar gonta ganti pasangan. Karena penasaran, 


sekarang model cewek gimana lagi yang kena sama bapak kost, setelah sebelumnya gadis 


penjaga counter HP yang indekos di depan kostku. Aku pun duduk sambil baca koran di ruang 


tamu yang kebetulan berhadapan dengan kamar bapak kost. 


Setelah sekitar 20an menit aku menunggu, suasana pun hening, sudah selesai nih pikirku. Tak 


lama terdengar kunci kamar dibuka, dan begitu pintu dibuka alangkah kagetnya diriku, ternyata 


Riri yang keluar dari kamar bapak kostku. 


Owalah jembuuuttt, umpatku lirih, ngasih makan buaya ini judulnya, weduss tenan. Riri yang tak 


kalah kaget langsung berlari menuju kamarku. Aku pun menghampiri bapak kostku yang begitu 


melihatku hanya bisa cengengesan sambil garuk garuk kepala. 


“Wooo jembut kok kamu Mas,” ujarku padanya, “besok gantian pokoknya, anak kost depan 


buatku.” 


Bapak kostku dengan santai menjawab “Tenaaaanggg, bisa diatur.” 


Sambil berlalu dari kamar bapak kost, aku masih heran dan menyungut, kok bisa ya. Di 


kamarku, Riri hanya cengengesan melihatku, kutanya bagaimana bisa, ternyata, karena saat Riri bangun setelah subuh, dia tak sengaja berpapasan dengan bapak kostku, dan akhirnya 


terkena bujuk rayunya. 


“Wooo kamprettt, enak tapi?” tanyaku, Riri hanya membalas dengan tatapan genit sambil 


menjulurkan lidahnya padaku. 


Riri sekarang telah berubah, berubah menjadi wanita yang agresif karena telah mengetahui 


betapa nikmatnya bercinta. 


Hingga pada akhirnya, selang dua bulan sejak kejadian itu, Riri akhirnya hamil, dan dia 


melakukannya dengan cowoknya yang terakhir. Di kalangan teman teman pun banyak yang 


menggosipkan diriku dan Riri, karena memang kami sering terlihat kemana mana berdua. Riri 


mendatangi kosku dan memintaku untuk membantunya menggugurkan janin yang dikandung, 


tapi tidak kukabulkan. 


Hingga akhirnya Riri menikah dengan cowoknya, dan pada saat bayi yang dikandung telah 


lahir, teman teman dekatku dan Riri heboh, hampir semua orang bilang wajah si bayi mirip 


denganku. Aku cuma bisa mengelak dan bilang kebetulan aja. Pada akhirnya Riri sibuk 


membina rumah tangganya, sedangkan aku, sibuk melanjutkan petualanganku. 


Tapi persahabatan kami terus berlanjut, terbukti hingga beberapa waktu lalu, Riri memintaku 


untuk menjadi wali nikah bagi mempelai pria di pernikahan keduanya. Akupun 


menyanggupinya, dan si mempelai pria sempat menatapku heran waktu aku berkunjung ke 


rumah Riri, dan keceplosan ngomongin kamar Riri yang gak berubah. 


Karena dulu aku memang sempat mengantarkan Riri pulang ke rumahnya, dan menginap 


sekamar dengan Riri di kamarnya, sedangkan orang tuanya gak masalah. Jadi ya hajar 


aja…hehehe, rejeki anak lugu. Sekarang aku dan Riri sudah berkeluarga, tapi kami masih tetap.



Report content on this page

Posting Komentar

0 Komentar