ADIK IPARKU PART 35

 


ceritakan mendetail masalah mereka.


 Satu bulan setelah pernikahan Grace dan Doni, atau tepatnya pada bulan April. Aku pun menjalankan ujian nasional kelulusan SMA. Semuanya berjalan dengan sangat lancar, tanpa ada




hambatan apapun. Informasi tentang kehamilanku, tidak terendus sampai sekolah.


Guru-guruku dan murid- murid sekolah lainnya, tidak ada yang tau bahwa aku pernah hamil selama 1,5 bulan. Dan juga tidak ada yang tau bahwa aku telah menggugurkan janin di dalam kandunganku. Para siswa di




sekolahku, justru malah merasa bersimpati kepadaku.


Karena kekasihku yang begitu aku cintai, justru malah menghamili sahabatku sendiri. Aku sekarang sudah memiliki beberapa teman baru, sebenarnya kami sudah saling kenal sejak lama. Namun kami baru saling dekat selama 2 bulan terakhir, tepatnya setelah aku aborsi.




Teman-teman dekatku yang baru saat ini berjumlah 5 orang, lebih banyak dari geng pertemananku yang sebelumnya. Jika ditambahkan denganku, maka jadi berjumlah 6 orang. Mereka adalah Dara, Sasha, Dinda, Rena, dan Sekar. Di geng pertemananku yang baru ini.




Bisa dibilang aku bukanlah wanita yang paling cantik, karena terdapat wanita yang lebih cantik dariku yaitu Dara. Namun meskipun begitu, Dara merupakan sosok yang ramah dan rendah hati. Iyaa di sini orangnya lebih gokil dan banyak tingkah sih.


Ketimbang temen-temenku yang sebelumnya, di mana mereka gak terlalu cantik tapi




kena banyak kasus. Singkat cerita hasil ujian nasionalku pun keluar, sekitar 1 bulan setelah ujian berlangsung. Hasil ujian nasional keluar pada bulan Mei, dan saat itu aku melihat nilaiku.


Aku harus puas dengan nilaiku yang terbilang sangat pas-pasan, aku bersyukur setidaknya masih bisa lulus dari sekolah ini. Aku lulus




dengan total nilai keempat mata pelajaran sekitar 28,50. Atau dengan nilai rata-rata 7 ke atas, nilai yang sangat ngepas banget untuk lulus.


“Haaahhh... nilai gue hancur banget lagi. Masa nilai gue kalah sama Sekar, yang katanya cewe paling goblok di sekolah. Kalo kaya gini, susah juga gue buat cari kerja!” keluhku saat baru saja




melihat papan pengumuman, bahwa aku lulus dengan nilai yang sangat pas-pasan.


“Iyaudalah, La. Jangan dibawa perasaan banget lah. Lagian lu kan katanya gak mau kuliah juga kan? Mau langsung cari duit dulu setelah lulus. Kerja mah gak liat nilai ijazah, yang penting cantik dan multitasking,” sela




Sasha yang mencoba menenangkan aku.


Dara yang juga mendapatkan nilai buruk, dia keliatan santai banget seolah gak ada beban pikiran. “Lu udah kaya siswa sok pinter aja, dapet nilai 7 dibilang hancur dan jelek. Gue aja yang dapet nilai total 25, rata-rata nilai 6 aja bangga banget kok.”




“Emang yaa, lu pada ini udah gak mikirin sekolah! Gue ini hidupnya udah susah, kalo nilai gue jelek yang ada gak bisa cari kerjaan enak. Nyokap gue pastinya juga kecewa ngeliat nilai gue ini,”


sanggahku yang merasa bahwa tetaplah penting.


Sekar melipat


tangannya di depan dadanya


masih nilai itu


kedua




dan bertanya kepadaku, “Kita ini kan lulusan SMA, La? Emangnya kerjaan enak apa yang bisa didapetin lulusan SMA kaya kita? Bisa jadi SPG atau Office Girl aja udah syukur. Paling ujung- ujungnya bikin usaha atau kuliah lagi.”


Iyaa perkataan Sekar memang benar sih. Jarang banget ada anak lulusan SMA,




yang langsung kerja di bagian yang enak. Pasti mereka mulai dari bawah, mungkin kalo untuk office girl aku gak dulu deh. Aku mungkin akan mencari pekerjaan dan melamar sebagai SPG.


“Iyaudahlah, mulai besok gue bakal cari kerja. Kita saling kerja sama yaa buat cari kerjaan. Kita sebagai anak yang terlahir dari keluarga




pas-pasan. Harus saling


berjuang sukses


sambil


kepada mereka.


dan membantu bareng,” pintaku tersenyum lebar


Rena kepalanya mengangguk-ngangguk, tanda bahwa dia setuju dengan pendapatku. “Iyaa pokoknya kita kalo udah dapet kerja, harus support temen kita yang belum kerja.




Kita berenam ini sama-sama gak mungkin kuliah. Karena kita belum punya biaya untuk ke sana.”


“Gue ada rencana mau ngelamar posisi SPG di salah satu retail pakaian. Gue dapet informasi dari kakak gue, katanya di sana lagi butuh lowongan 10 orang. Siapa tau kita bisa masuk bareng- bareng ke sana. Gimana?”




tawar Dinda untuk melamar sebagai SPG.


Aku langsung mengangkat tangan dan meminta untuk ikut. “Gueee! Gue mau ikut ngelamar kerja jadi SPG. Gue gak mau sia-siain wajah gue yang good looking, buat dapetin kerjaan dan punya banyak cuan. Kalo perlu gue pepet bosnya sampai gue ketularan kaya.”




“Maksudnya lu mau jadi sugar baby gitu, La? Idiihh belum juga berjuang keras, udah kepikiran jadi sugar baby. Gak mau usaha bener lu jadi cewe! Hahahaha,” sela Sasha yang membalas candaanku juga. Iyaa candaan anak sepantaran kami mungkin memang begini.


Singkat cerita, satu minggu setelahnya aku bersama




Dinda dan Sekar. Datang melamar sebagai SPG di salah satu mall yang berada di Jakarta Selatan. Kami bertiga lulus dari berbagai ujian administratif, psikotest, dan interview dengan HRD di perusahaan itu.


Namun, semuanya berubah ketika medical checkup. Dan tinggi badan kami diukur secara badan. Syarat tinggi




badan di perusahaan ini adalah 160 cm. Aku sudah memastikan diriku, bahwa tinggiku memang 160 cm. Jadi seharusnya aku lolos dan bisa masuk jadi SPG.


Namun ketika tinggiku diukur, entah kenapa mereka marah mengukur tinggiku jadi 159 cm. “Mbak, ini kamu tingginya 159 cm. Kurang 1 cm lagi untuk bisa masuk ke




sini. Soalnya sebagai SPG syarat tingginya harus 160 cm. Supaya gak kesulitan nyusun dan ambil barang.”


“Hah? Tinggi saya 160 cm kok, Bu. Coba dicek lagi, saya udah cek berkali-kali di rumah sakit dan puskesmas. Tinggi saya fix ada di 160 cm. Makanya saya berani melamar karena udah mengukur tinggi badan!”




sergahku yang merasa gak terima ukuran tinggi badanku dipendekin.


Aku gak paham apakah alat pengukur mereka yang salah, teknik mereka ngukur yang salah, atau memang sengaja tinggiku dipendekin. Soalnya tinggiku yang sebenarnya itu 160,5 cm. Ada lebih sekitar setengah cm dan seharusnya aku bisa masuk

Posting Komentar

0 Komentar