telunjuk tangan
Wajahnya
memperhatikan
wajahku, kala itu wajahku sudah merah padam. Merah karena menangis, dan menahan nikmatnya apa yang dia lakukan kepadaku.
Sungguh, aku bisa saja langsung jatuh ke dalam pelukannya. Jika begini cara dia menaklukanku. Kenapa
kananya. terlihat ekspresi
aku bisa begitu mudahnya, jatuh ke dalam suasana dengan seorang lelaki? Apakah karena dia memang mahir? Ataukah aku yang memang gampangan?
Rahmat semakin memasukkan jarinya lebih dalam, hingga jari telunjuknya berhasil masuk ke dalam vaginaku. Dia menekuk jarinya ke atas, dan
menyentuh tepat di area g- spot milikku. Dia mulai menggerakan jarinya naik turun secara perlahan.
“Ma—Maat... E-Enaaak... Te— Teruss Maat... Kocok terus vagina guee! Kocok terusss, lebih kenceng lagi!” Aku saat ini malah meracau, meminta Rahmat melakukannya dengan lebih gila. Rahmat pun dengan senangnya
mengikuti perkataanku. Hingga akhirnya aku benar- benar jatuh dalam pelukannya.
“Maa—Maatt! Aaahhh... Enak banget Maat! Teruss... Terusss...” Aku terus menerus meracau ketika Rahmat mengocok vaginaku dengan jari telunjuknya. Dia melakukannya jauh lebih
mahir, ketimbang yang pernah Doni lakukan kepadaku.
Berbeda dengan Rahmat, yang seolah dia menempatkan dirinya sebagai pemuas hasrat. Doni lebih menempatkan dirinya sebagai raja dan ego yang besar. Sehingga saat kami berdua bercinta, akulah yang menjadi pelayannya.
Namun dengan Rahmat, ini berkebalikan dari Doni. Dia memperlakukan aku dengan lembut, seolah aku adalah ratu dan dia adalah pelayan. Rahmat benar-benar sudah mahir melakukan hal seperti ini. Aku sungguh menyukai sentuhan demi sentuhan yang dia berikan.
“Enak? Iyaa enak, La? Mau yang lebih enak lagi dari ini?
Hah? Mau yang lebih enak lagi dari ini gak?” tanya Rahmat sambil tersenyum licik di hadapanku. Dia sepertinya merasa senang dan menang, karena berhasil menjebakku seperti ini.
“Mmmhhh... Ma—Maauu... Mau... Gue mau yang lebih enak lagi Maat,” jawabku yang seketika menerima tawarannya. Kemaluanku
yang saat itu sudah basah kuyup, dimasukkan lagi dengan satu jari tengahnya. Sekarang, ada dua jari Rahmat berada di dalam vaginaku.
Mulutnya kali ini kembali menghisap puting payudara sebelah kiriku. Dan dia
melanjutkan dengan Seketika
kocokannya sangat ganas. aku merasa
kebingungan, merasakan dua rasa geli yang tak tertahan sekaligus. Aku semakin kehilangan kewarasanku di hadapannya.
“Slurrrppp... Slurrrrppp... Slurrrppp...”
Hisapan mulutnya di puting payudaraku terdengan sangat kencang. Kali ini, dia menghisapnya dengan jauh lebih kuat ketimbang
sebelumnya. Puting payudaraku seketika tambah mengeras, bulu kuduk di seluruh tubuhku pun mulai berdiri.
Ditambah kocokan demi kocokan yang dilakukan oleh Rahmat, irama dan kecepatannya semakin lama semakin bertambah cepat. “Aaaaahhh!! Aaaahhhh!! Rahmaaat! Rahmaat sayaang!
Lu bener-bener bikin gue gila, Mat! Lu bener-bener mau bikin gue gila!”
Rahmat tidak merespon perkataanku, dia terus saja melakukan aksinya. Perlahan aku akhirnya sampai di titik tidak bisa menahan rasa geli lagi. Aku akan mencapai orgasme pertamaku bersama Rahmat. Hal ini benar-benar memalukan bagiku.
Aku dibuat orgasme oleh cowo berwajah standar dan pendek seperti dia. Ditambah lagi aku orgasme hanya karena kocokan jarinya, dan hisapan demi hisapan yang dia lancarkan di puting payudaraku. Hal ini bertambah geli, saat dia menggigit kecil putingku.
Seketika keluar banyak sekali cairan dari dalam vaginaku,
mengalir keluar dalam jumlah banyak. Membasahi celana dalam hingga ke celana pendek yang aku gunakan. Seketika celana pendek putihku basah kuyup, Rahmat masih saja terus mengocok vaginaku.
Meskipun aku sedang dalam kondisi orgasme kali ini. “Ma—Maat! Ma—Maat! A- Ampuun! Ampuun sayaang!
Kasih gue nafas dulu! Kasih gue nafas dulu sebentaar! Berhenti dulu sayaangkuu! Gue mohon Maat! Rahmaaat ampuuunn!”
Dan akhirnya Rahmat pun mendengarkan perkataanku, dia melepaskan jari telunjuk dan jari tengahnya dari vaginaku. Dia keluarkan tangan kanannya itu dari celana dan celana dalamku.
Dan dia pun melepaskan hisapannya di payudara sebelah kiriku.
“Hahaha, lu sekarang udah kalah La. Udah sekarang lu pasrahin aja dan serahin tubuh lu ke gua. Gua akan coba bahagiain lu, dan ngebuat lu ngelupain Doni selama beberapa saat. Sumpah lu cantik banget La,”
jawabnya yang tertawa kecil melihat kondisiku ini.
Aku menjatuhkan tubuhku di tubuh Rahmat. Kepalaku aku jatuhkan tepat di dada Rahmat yang bidang itu. “Haaahhh... Haaahhh... Gue sampai ngos-ngosan. Nafas gue sampai habis kaya gini. Gue dari tadi jerit-jerit terus tanpa henti. Lu jahat banget sih sama gue.”
Rahmat
kepalaku,
keningku
rambutku. “Jahat-jahat tapi lu suka kan? Hahaha. Gua waktu pertama kali ngeliat lu berpakaian seksi. Gua udah berkhayal duluan mau macem-macemin lu. Dan khayalan gua, akhirnya jadi kenyataan.”
pun memeluk dia mengecup dan mengelus
“Pikiran lu nakal banget sih, Maat! I-Iyaa meskipun lu jahat, gue gak bisa bohongin diri gue sendiri. Gue suka dengan cara lu mempermainkan gue.” Aku seketika memeluk Rahmat dan menikmati suasana berduaan dengannya di ruang tamu malam itu.
Setelah 15 menit menikmati suasana berduaan, Rahmat
langsung menurunkan kedua celanaku hingga terlepas. Dia juga melepaskan celana dalam warna hitam yang aku gunakan. Dan terakhir dia menanggalkan tanktop warna hitam yang menutupi perutku.
Dia merebahkan tubuhku di atas sofa, dan memasukkan kemaluannya ke dalam vaginaku yang sudah basah kuyup. “Gak apa-apa kan?
Gua setubuhin lu kaya begini? Kita berdua udah sama-sama pengen, mending dijadiin aja udah yaa?”
“I-Iyaa gak apa-apa kok, Maat. Gue terbiasa main dengan liar dan ganas. Lu bebas mau genjot gue dengan brutal kaya apapun. Yang penting jangan keluar cepet dan bikin gue kentang aja,” jawabku
0 Komentar